ANALISIS
*Indonesia di Tengah Pengaruh China dan India*
*Rinaldy Sofwan*, CNN Indonesia | Rabu, 30/05/2018 13:03 WIB
Bagikan :
Indonesia di Tengah Pengaruh China dan IndiaPM India Narendra Modi
disambut Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. (CNN Indonesia/Christie
Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kunjungan Perdana Menteri India*Narendra
Modi*<https://www.cnnindonesia.com/tag/narendra-modi>ke Indonesia untuk
bertemu Presiden*Joko Widodo*
<https://www.cnnindonesia.com/tag/joko-widodo>, Rabu (30/5), tak lama
berselang dari lawatan PM China Li Keqiang. Meski belum tentu secara
langsung terkait, kedua peristiwa ini punya pengaruh tersendiri bagi
situasi geopolitik kawasan.
China kini merupakan negara dengan ekonomi nomor satu di dunia,
melampaui Amerika Serikat, sementara India baru diperkirakan akan
beranjak ke posisi kelima, menggantikan Inggris. Perbedaan kekuatan
kedua negara memang cukup signifikan, tapi persaingan ketat sudah
dimulai sejak dini.
"Memang China dan India itu rival, kerap bentrok di Himalaya dan secara
bisnis bersaing di Afrika. Kementerian Luar Negeri akan beri informasi
soal kunjungan China belum lama ini saat kunjungan Pak Modi," kata Teuku
Rezasyah, dosen hubungan internasional Universitas Padjadjaran, saat
dihubungi/CNNIndonesia.com/, Selasa.
Masing-masing pihak mesti saling berbagi soal pandangan terkini terhadap
China, kata Rezasyah, mulai dari pergerakan militer China, klaim agresif
di Laut China Selatan, hingga perkembangan dan pertumbuhan
perekonomiannya. "Kalau kita bertetangga baik, akan saling berbagi
informasi, yang bukan rahasia negara," kata dia.
Lihat juga:
Narendra Modi, Mantan Penjual Teh di Stasiun Kini PM India
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180530065631-106-302121/narendra-modi-mantan-penjual-teh-di-stasiun-kini-pm-india/>
China mengklaim telah memenangkan sengketa perbatasan di Himalaya pada
Agustus lalu, menyebut India menarik pasukannya. Pihak India pun
memastikan bahwa mereka telah menarik tentaranya dari area Doklam atau
Donglang dalam bahasa Mandarin.
Perselisihan dimulai pada Juni, ketika India menentang upaya China
memperluas jalan perbatasan di dataran tinggi tersebut.
Gestur perebutan pengaruh kawasan masih terjadi pada Januari lalu,
ketika India membangun pangkalan militer di Seychelles. Kepulauan kecil
di timur Afrika ini bisa jadi pemegang peran kunci dalam menangkal
pengaruh China di kawasan.
India, yang mempunyai pesisir sepanjang 7.500 kilometer dan berada di
tengah-tengah Samudera Hindia, bergantung pada akses bebas dan terbuka
ke perairan sekitarnya.
Strategi itu mengikuti China yang mendirikan pangkalan militer luar
negeri pertamanya di Djibouti, di tengah jalur pengapalan tersibuk dunia
dan salah salah satu arteri penting Samudera Hindia, 2016 lalu.
Lihat juga:
Temui Jokowi, PM India Bakal Teken Kerja Sama Pertahanan
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180528204042-113-301965/temui-jokowi-pm-india-bakal-teken-kerja-sama-pertahanan/>
Rezasyah mengatakan kedua negara yang sempat berpengaruh besar di dunia
sebelum kebangkitan Barat itu akan kembali berada di puncak. Dia
mengatakan China sudah jelas bisa menyaingi AS dan India akan menyusul
bersama Rusia sebagai kekuatan terbesar dunia.
"Dengan stabilitas ekonomi-politiknya, China dan India mulai naik," kata
Rezasyah. "Akan jadi bipolar China dan AS, lalu 10 tahun ke depan India
dan Rusia bisa naik, dunia akan jadi multipolar."
Hal ini membuat hubungan dengan Indonesia jadi penting bagi kedua
negara. "India berharap tidak dapat tantangan dari Indonesia ketika itu
terjadi," kata Rezasyah.
Selain itu, dia memperkirakan India juga khawatir akan terjadi krisis di
Laut China Selatan, melihat geliat Beijing yang terus memiliterisasi
pulau-pulau buatan dan kerap melakukan aksi provokatif lainnya.
"Indonesia punya laut luas bisa mempersulit negara manapun," ujar
Rezasyah. "Meskipun Indonesia bukan pihak yang mengklaim, tapi punya
dampak yang luar biasa."
Lihat juga:
PM India Bakal ke Indonesia Kunjungi Proyek Investasi
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180512082400-532-297592/pm-india-bakal-ke-indonesia-kunjungi-proyek-investasi/>
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sempat mengatakan Modi dan Jokowi
akan menandatangani sejumlah perjanjian kerja sama, termasuk dalam
sektor pertahanan. Hanya saja, dia enggan merinci substansi nota
kesepahaman atau MoU itu.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Duta Besar India untuk Indonesia,
Pradeep Kumar Rawat, yang mengatakan pertahanan adalah salah satu fokus
lawatan Modi ke Indonesia di samping isu ekonomi. Dia juga enggan
menjelaskan isi kesepakatan itu hingga resmi diteken.
Rezasyah memberikan catatan, MoU pertahanan itu tidak boleh sampai
memprovokasi negara ketiga. Dia tidak menyebut China secara spesifik,
tapi mengangkat potensi penolakan dari pihak lain.
"MoU ini tidak boleh provokatif kepada negara luar, tidak ditujukan pada
negara tertentu dan harus bisa didapatkan di tingkat teknis terlepas
siapa kepala negaranya, karena sekarang sedang tahun politik," ujarnya.
Lihat juga:
Indonesia Minta India Tak 'Anak Tirikan' Minyak Sawit RI
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180530084657-92-302139/indonesia-minta-india-tak-anak-tirikan-minyak-sawit-ri/>
Dia juga mengatakan kerja sama pertahanan lebih baik tidak langsung
masuk ke ranah kekuatan keras, tapi bertahap dari yang lunak seperti
bidang teknologi.
"Tidak terkesan militer-sentris saja, tapi kementerian teknis
masing-masing," kata Rezasyah. "Dan harus memuat klausul menghormati
prinsip-prinsip hukum internasional dan bertetangga baik."
"Indonesia selama bisa mengelola dengan baik, tentunya diperhitungkan
negara manapun. Stabilitas dalam negeri sangat penting, pengelolaan
konflik sangat berpengaruh."
Sementara itu, peneliti LIPI Nanto Sriyanto mengatakan keseimbangan
geopolitik antara China dan India bukan masalah yang mesti dikhawatirkan
di tengah menghangatnya hubungan dengan Indonesia.
Kapal Induk ChinaFoto: REUTERS/Stringer
Kapal Induk China
"Dari perspektif Indonesia kita tetap mengedepankan kebijakan yang
inklusif, menerima semua negara. Saya tidak menutup kemungkinan ini cara
Indonesia melakukan perimbangan, tapi konklusi ke arah sana akan sangat
prematur," ujarnya kepada/CNNIndonesia.com./
Dia menyoroti bahwa peluang kerja sama investasi dengan India dan China
sama-sama dibuka oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut
Binsar Pandjaitan.
Menurutnya, tidak ada yang salah jika Indonesia menjalin hubungan lebih
erat dengan India, dan hal itu tidak bisa semata diartikan pemerintah
mulai condong ke satu pihak dan meninggalkan yang lainnya.
Malah, menurutnya ada banyak potensi kerja sama dengan India yang
terlewatkan di Samudera Hindia. Hal itu pun sah saja karena negara
tersebut merupakan kekuatan yang memang berlokasi di perairan tersebut.
Lihat juga:
Luhut Akan Pakai Dana China untuk Penanaman Sawit 2,5 Juta Ha
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180525145311-92-301265/luhut-akan-pakai-dana-china-untuk-penanaman-sawit-25-juta-ha/>
"Ini justru lebih menjaga/equilibrilium/(keseimbangan). Indonesia
menyambut semua negara yang mau bekerja sama. Kita menjaga agar tidak
ada yang dominasi," kata Nanto.
Nanto mengatakan pemerintah RI sudah menjalin kerja sama patroli dengan
India sejak 2003 saat masih dipimpin oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri, tapi ini masih bisa ditingkatkan.
Belakangan, ujarnya, Indonesia mengharapkan ada konektivitas
antar-pelabuhan dengan India, seperti dari Aceh, Anambas atau Teluk
Bayur, yang posisinya dekat dengan negara tersebut.
Nanto mengatakan ada persoalan teknis yang harus dibahas untuk
mewujudkan hal tersebut, dan hal itu mesti dipersiapkan di semua
tingkatan pemerintahan.
Lihat juga:
Dubes RI: India Tak Boleh Jadi 'Blind Spot' Indonesia
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180530061833-106-302120/dubes-ri-india-tak-boleh-jadi-blind-spot-indonesia/>
Nanto juga mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan kerja sama dengan
India dalam bidang produksi alat-alat pertahanan atau alutsista.
"India ini/layer/(lapisan) kedua dalam bidang produksi alat pertahanan,
dan Indonesia ada di l/ayer/ketiga. Kita bisa belajar untuk memproduksi
secara domestik seperti itu," kata dia.
Walau demikian, Nanto memperkirakan kedua negara belum akan menjalin
kerja sama jual beli persenjataan. Menurutnya, Indonesia bisa
memanfaatkan India sebagai rekanan pihak ketiga dalam bidang perawatan
alat militer.
"Jadi diversifikasi tidak hanya dari AS dan Rusia. India itu tidak
sepenuhnya impor, (jet tempur) Mig-27 mereka rakit sendiri dengan
lisensi," kata Nanto.
"Maritim mereka kuat. Di Samudera Hindia, kita tidak ada masalah sama
sekali dengan India," ujarnya.
*Tenaga Kerja*
Di luar persoalan pertahanan, Reza menyoroti masalah investasi India di
Indonesia. Sebelumnya Luhut sempat mengatakan kunjungan ini dilakukan
terkait hal tersebut.
"Tentunya ia (India) tidak ingin masuk dengan salah pendekatan seperti
China. Kita ada sisi China dan India dalam budaya, Modi akan berembuk
dulu," ujarnya.
Dia memperkirakan Modi akan meminta konsesi dari pemerintah Indonesia,
mungkin di bidang tenaga kerja, hak guna tanah dan visa untuk tenaga
kerja ahli.
"Indonesia harus menyambut baik. Kalau bicara tenaga kerja India lebih
terukur dari China, karena ada sertifikat dan mampu berbahasa Inggris,"
kata dia.
Rezasyah mengatakan dirinya berharap besar pada investasi dari India
karena warga Indonesia lebih mudah berinteraksi secara bahasa dan negara
tersebut tidak akan memberikan klausul penerimaan ratusan tenaga kerja
asing.
Lihat juga:
China Minta Insentif untuk Investor Perekrut TKI Terbanyak
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180508174143-92-296647/china-minta-insentif-untuk-investor-perekrut-tki-terbanyak/>
"India terkesan ngeyel tapi taat hukum internasional, karena warisan
dari Inggris," ujarnya.
Sementara itu, Nanto mengatakan ada satu kerja sama yang bisa sangat
menguntungkan Indonesia, yakni di bidang farmasi. Menurutnya, rencana
itu sudah dibahas sejak lama, tapi tidak muncul dalam agenda pertemuan
Modi dengan Jokowi.
Dia sendiri belum mengetahui apa yang akan terjadi pada rencana
investasi India di bidang farmasi. Yang jelas, jika terlaksana,
Indonesia bisa sangat diuntungkan karena obat-obatan yang diproduksi
India dijual dengan harga sangat murah.
"Harga obat di India itu hanya 10 persen dari obat-obatan yang dibuat di
Indonesia," kata Nanto.
Selain itu, dia juga mengharapkan peningkatan kerja sama di bidang
konektivitas.
Lihat juga:
Mengintip Alutsista Canggih Rusia Jelang Parade Kemenangan
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180508151702-134-296606/mengintip-alutsista-canggih-rusia-jelang-parade-kemenangan/>
"Kalau saya lebih menekankan ini,/connectivity/. Kenapa tidak ada/direct
flight/(penerbangan langsung) Jakarta-New Delhi, adanya Jakarta-Mumbai
dan itu baru dimulai ketika Jokowi pertama ke India."
Hal itu disebutnya bisa banyak membantu kedua negara membangun hubungan
antar-warga negara yang lebih baik. Saat ini, meski hubungan
antar-pemerintah sudah berjalan, Indonesia dan India masih belum dekat
secara budaya.
"Di level elite kita punya banyak. Di level P2P (/People to
People//antar-warga) saya bingung kenapa tidak didorong. Kalau di bidang
B2B (/Business to Business//antar-pengusaha) sudah/oke/tapi mesti
didorong lagi," kata Nanto.
Di sektor bisnis, menurutnya jumlah perusahaan Indonesia yang beroperasi
di India masih sangat kecil. Hal ini mesti di tinjau kembali, apakah
diakibatkan oleh kesulitan birokrasi atau kekurangan tantangan. "Jadi
jangan dibawa ke/balance of power/," kata Nanto. "Dengan India ini kita
dekat dan tidak ada persepsi ancaman sama sekali."
*(nat)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com