Akhir PerjalananKertanegara dan Kerajaan Singasari (Sebuah tinjauansederhana)
Kertanegara (.... – 1292)adalah raja ke 5 Kerajaan Singasari,memerintah dari tahun 1268 hinggatahun 1292. Kertanegara merupakan generasi ketiga dari hasil perkawinan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung – Akuwu (kepala wilayah) Tumapel, sebuah wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Daha. Jalannya kejadian kemudian mengungkapkan TunggulAmetumg telah dibunuh secara licik oleh pengawalnya sendiri bernama Ken Arok. Pembunuh majikannya sendiriini kemudian mengangkat diri sebagai Akuwu Tumapel seraya mengawini Ken Dedes,isteri majikan yang dibunuhnya. Tidak hanya sampai di sini, pada tahun 1222, Ken Arok melancarkanpemberontakan terhadap kekuasaan Kerajaan Daha. Dalam pertempuran di dekatGanter, tentara Ken Arok telah berhasil membasmi secara total tentaraKertajaya, raja terakhir Kerajaan Daha. Seiring dengan kemenangan gilang-gemilangitu, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Dan sejak kekalahan tahun 1222itu, Daha menjadi taklukan KerajaanSingasari. Berbeda dengan para pendahulunya, Kertanegara berambisi memperluas Kerajaan Singasari ke luarPulau Jawa. Dalam rangka mewujudkan ambisinya itu, pada tahun 1275 Kertanegara telah mengirim pasukankhusus dalam jumlah besar ke KerajaanMelayu di Dharmasraya, Jambi. Pasukan khusus ini dibawah komando Kebo Anabrang -- seorang komandan yangsangat piawai dalam strategi dan taktikmiliter. Walaupun tujuan akhir pengiriman pasukan khusus ini adalah untukmenundukkan Kerajaan Melayu, namun tujuan tersebut pertama-tama akandiikhtiarkan dicapai lewat diplomasi.Jika cara itu ternyata gagal, barulah digunakan kekuatan militer. Sayang,jalannya kejadian di lapangan megungkapkan bahwa penggunaan kekuatan militerlahpada akhirnya yang dipakai dalam menundukkan Kerajaan Melayu. Ekspedisi ketanah Melayu dikenal dalam sejarah dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu. (“Pamalayu” bermakna "perang melawanMalayu"). Pada tahun 1289, datang utusan Kaisar Monggol Kubilai Khan bernama Meng Khi ke Singasari dengan membawapesan yang intinya mengharuskan Singasari menyerahkan upeti secara tetap tiap tahunkepada sang Kaisar. Pesan ini dijawab oleh Kertanegara dengan menoreh muka (danmemotong telinga, kata sebuah sumber) Meng Khi. Kertanegara kemudian menyuruhsi utusan pulang sambil membawa serta, secara tak terhindarkan, torehan di mukanyasebagai “pesan-jawaban” atas pesan yang dikirim oleh sang Kaisar Monggol. [Tentu saja “pesan-jawaban” tersebut telah membuat murka sang Kaisar. Kelakdi kemudian hari, Kubilai Khan telah mengirim pasukan secara besar-besaran keJawa guna menghukum Kertanegara. Namun apa daya, ketika pasukan penghukum dari KekaisaranMonggol itu mendarat di Jawa pada tahun 1293,Kertanegara sudah tiada. Yang ada adalah Jayakatwang. Raja Daha ini dengantegas menolak semua tuntutan tentara Kubilai Khan. Bagi dia “lebih baik matiberkalang tanah ketimbang hidup becermin bangkai”.. Terjadilah perang anataratentara Kerajaan Daha dan tentara Kubilai Khan. Jayakatwang gugur dalam perangtersebut.] Kembali ke perseteruan Singasari vs Daha. Pada periode Kertanegara sebagairaja Singasari, Jayakatwang –generasi ketiga di garis keturunan Kertajaya -- menjabat Bupati Gelanggelang(dekat Madiun, kata sebuah sumber). Pertanyaannya di sini ialah: Denganikhlas-kah Jayakatwang menerima status quo ini? Sejarah membuktikan bahwaJayakatwang di satu sisi dengan terpaksa menerima status quo tersebut; namun disiisi lain Bupati Gelanggelang itu secara diam-diam menyusun kekuatan sambilmenunggu saat yang tepat untuk melakukan revans terhadap Singasari. Sementar itu, bebarapa sumber mengungkapkan bahwa politik Kertanegara tidakselamanya didukung semua pejabat teras Kerajaan Singasari. Banyak Wide, seorang yang mempunyai jabatan sebagai “PenasihatRaja”, adalah satu di antara pejabat teras yang tidak selalu mendukung politikKertanegara. Disebabkan sikap poltiknya itu, Banyak Wide telah ”diangkat” olehKertanegara sebagai Adipati Sumenep di Madura Timur dengan gelar Aria Wiraraja ("Pemimpin yangberani"). Banyak Wide“diangkat” tapi sesungguhnya disingkirkan oleh Kertanegara. Beberapa waktu berselang pasca penyingkiran dirinya oleh Kertanegara keMadura Timur, Aria Wiraraja menulis sepucuk surat rahasia kepada Jayakatwang. Dengan bahasa sandi AriaWiraraja menulis dalam suratnya: ”PadukaRaja, perkenankan hamba memberi tahu, jika Paduka bermaksud berburu pada suatuwaktu di perburuan yang lama, sebaiknya dilaksanakan sekarang saja. Disaat yang baik ini, tak ada seekorpun belalang,tak ada seekorpun buaya di perburuan. Macan menyepi, banteng menghilang dariperburuan. Tak ada duri ataupun ular di perburuan. Memang ada singa, tapi hanyaseekor, dan itupun sudah ompong, tidak mampu lagi menggigit orang. Hanya itulahpesan hamba.” Info militer Wiraraja kepada Jayakatwang ini intinya adalah bahwa pasukan andalan Singasari yangmenakutkan sedang tidak berada di lokasi. Pertahanan Kerajaan Singasari sedang dalamkondisi yang sangat lemah. Saat seperti itu adalah saat yang paling ideal untukmenyerang Singasari. [Yang dimaksud dengan “singa ompong” adalah seorang patihtua bernama Raganata] Bertumpu pada info militer AriaWiraraja tersebut, pada tahun 1292 Jayakatwangmelancarkan pemberontakan terhadap kekuasaan Kerajaan Singasari denganmelancarkan serangan berskala besar di dua front: front utara dan frontselatan. Serangan di front utara yang dilakukan pasukan penunjang dipimpin JaranGuyang sebenarnya hanyalah sebuah serangantaktis. Serangan ini dimaksudkan semata-mata untuk memancing Singasari agarmengerahkan sebanyak mungkin pasukan ke front utara. Adapun serangan yangdilakukan pasukan induk dipimpin Patih Kebo Mundarang di front selatan adalahserangan strategis. Artinya,kesudahan pertempuran di front selatan inilah yang akan menentukan sukses ataugagalnya pemberontakan yang dilancarkan Jayakatwang terhadap kekuasaan KerajaanSingasari. Di front utara, pasukan Singasari dipanglimai kedua menantu Kertanegara – Raden Wijaya dan Ardharaja – berhasil mengalahkan pasukan penunjang Jayakatwang dalam suatu pertempuran di kawasanNgantang. Apa mau dikata, kemenangandi front utara ini tidak punya pengaruh menentukan terhadapi jalannya perangsecara keseluruhan. Ketidakberuntungan ini ternyata masih disusul lagi dengankemalangan yang lain. Usai pertempuran, Raden Wijaya baru mengetahui bahwaArdharaja telah menghilang dari medan pertempuran. Ardharaja pada akhirnya toh lebihmemilih bergabung dengan pasukan Jayakatwang, sang ayah tercinta. Di front selatan, pasukan indukJayakatwang (yang lebih baik secara kualitas dan lebih besar secara kuantitas ketimbangpasukan penunjang) tidak menemuiperlawanan yang berarti dari Kerajaan Singasari. Hal ini disebabkan oleh selainfaktor serangan pasukan Jayakatwang yang mendadak sifatnya, juga oleh faktorminimnya jumlah personil pasukan siap tempur di lingkungan Kerajaan Singasariketika itu. Pasukan Jayakatwang dengan cepat merangsek menuju ibu kota KerajaanSingasari, membobol pertahanan keraton, dan sebagai klimaksnya: MembunuhKertanegara! Ketika pasukan penyerbu memasuki keraton, Kertanagara tengah berpestaminuman keras -- sebagai salah satu bentuk ritual agama (gabungan Hindu Siwadengan Buddha Tantrayana) yang dianutnya -- bersama sejumlah pejabat terasKerajaan Singasari. Kertanegara beserta semua yang hadir pada upacara agama itutewas ditangan pasukan penyerbu. Maka tamatlah sudah riwayat Kertanegaradan Kerajaan Singasari pada tahun 1292. Sejak itu, Singasari kembali menjadi taklukan Kerajaan Daha. Bersamaan dengan itu lahir-lah kembali Kerajaan Daha sebagai sebuah kerajaanmerdeka dengan Jayakatwang sebagai raja, dan Kedirisebagai ibukotanya. Saya tidak tahu persis, apakah BungKarno pernah menelaah dengan agak mendalam perjalanan sejarah Kertanegara.Namun saya melihat ada satu aspek yang sama dalam perjalanan sejarah keduannya.Kedua sosok sejarah ini banyak mencurahkan perhatian kepada musuh-musuhnya di luarnegeri, tapi tidak cukup serius merespons ancaman musuh-musuhnya di dalamnegeri. Noroyono 08/06/2018