Itu bukan kesimpulan. Itu fakta. Makanya, sekarang ini tidak banyak yang bisa dilakukan selain tetap menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan republik yang ketentramannya bolak-balik diusik kegaduhan di kalangan penguasa sendiri; menteri kontra menteri, menteri kontra gubernur, bahkan antar-pejabat pemerintah dari partai yang sama. Ketentraman juga diperlukan menjelang diumumkannya cawapres Jokowi yang sangat ditunggu partai-partai pendukung.
Menurut Anda sendiri apa yang bisa dilakukan dalam situasi seperti itu? --- sadar@... wrote: Lalu, ... setelah berkesimpulan Jokowi tidak berdaya melaksanakan kata-katanya sendiri, BUKAN seorang pemimpin harapan RAKYAT, apa kiranya yang bisa diperbuat dan dijalankan sekarang ini? Kemana arah perjuangan rakyat untuk bisa memperbaiki kemiskinan? Apa yang bisa dicapai sesuai kemampuan/kekuatan rakyat sekarang ini? ajeg 於 8/6/2018 0:26 寫道: Meminta Jokowi bertindak tegas itu sama seperti menegakkan mie kuah, sebab dia sendiri tak kuat menindaklanjuti kata-katanya.Soal ketahanan pangan sudah menjadi harapan Rakyat sejak jaman Soekarno. Dan, Jokowi berjanji dalam kampanye pilpresnya akan mencapai swasembada pangan dalam 3 tahun. Faktanya, jenis bahan pangan yang diimpor pada masa kekuasaannya justru semakin beraneka ragam. Bahkan sampai ke singkong dan garam. Rakyat dan petani tidak diam. Terus bekerja sambil mengingatkan Jokowi untuk memenuhi janji-janjiya. Pada akhir 2016, Jokowi berjanji lagi: RI tak akan impor beras. Tetapi antara Januari-Februari 2017 saja beras yang diimpor menjadi 7 kali lipat lebih banyak dari impor pada periode yang sama tahun 2016.Akhir 2017, pemerintah mengumumkan akan mengimpor lagi. Kali ini jumlahnya 250 kali dari periode Januari-Februari 2016 yaitu menjadi 500.000 ton. Atas impor gila-gilaan yang mengkhianati janjinya sendiri ini, Jokowi njeplak: agar tidak terjadi gejolak harga. Kelihatan jelas betapa tak berdayanya Jokowi melaksanakan kata-katanya sendiri. Pasar (harga) seperti menjadi kiblat kerjanya. Walau buktinya pada tahun 2018 ini panen raya berlimpah, impor berhasil, toh harga beras tetap naik juga. Jadi, munculnya berbagai masalah yang bikin kehidupan di Indonesia sekarang ini begitu ruwet tidak lepas dari kelemahan Jokowi dalam mengkoordinir anggota kabinetnya, dalam mengendalikan organisasi pemerintahnya. Ditambah ketidakmengertian Jokowi atas kata-katanya sendiri (banyak kontradiksi) membuat bangsa Indonesia terkotak-kotak. Sekurangnya, antara yang menagih janji dan yang mementingkan kekuasaan. Ya, Jokowi adalah bagian dari masalah. Setiap masalah. Bahkan bagi partainya sendiri. --- SADAR@... wrote: Kalau betul begitu, Jokowi harus menindak TEGAS menteri yg jelas merugikan dan memiskinkan RAKYAT! Disatu pihak Jokowi sendiri terus sibuk mendorong usaha petani/nelayan bisa maju lebih baik dengan kucurkan dana dengan bunga murah utk meningkatkan produksi, dipihak lain ada menteri yang terus jalankan import beras dimasa panen, membuat harga gabah jatuh, ...! Atau ada kerjasama antar menteri yang perlu dibenahi, kurang kordinasi? Atau memang ada menteri yg menggunakan kesempatan meraih keuntungan BESAR utk diri sendiri??? ajeg 於 7/6/2018 4:00 寫道: Jadi, pemerintah punya 2 cara. Pertama, cara menteri pertanian: penggunaan mesin (bagaimana bantuan pembeliannya?) dan kedua, cara menteri perdagangan: impor. "Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, menuturkan kondisi lapangan saat ini produksi gabah sedang melimpah, sehingga kesejahteraan petani memang terbukti. Akan tetapi kondisi tersebut bertentangan dengan kebijakan impor jilid II, sehingga petani dirugikan." Lagi-lagi anggota kabinet bikin program yang saling tabrak. Siapa yang miskin sebenarnya? --- j.gedearka@... wrote: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4056944/lewat-cara-ini-pemerintah-bantu-petani- keluar-dari-kemiskinan?_ga=2.122031691.1382695226..1528305883-299307861.1528305883 Rabu, 06 Jun 2018 21:55 WIB Lewat Cara Ini, Pemerintah Bantu Petani Keluar dari Kemiskinan Akfa Nasrulhaq - detikFinance Foto: Dok. Kementan Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) selalu berkomitmen untuk menjalankan program pertanian yang secara signifikan meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan secara langsung. Salah satunya, lewat Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera. "Di tahun 2018 ini, Kementan sedang menjalankan Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera. Sasarannya tiada lain untuk menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat petani yang tinggal di desa," ujar Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementan, Ketut Kariyasa, dalam keterangan tertulis, Rabu (6/6/2018). Selain itu, adapula program Kementan dengan sasarannya untuk menurunkan kemiskinan, yaitu optimasi penggunaan alat mesin pertanian. Program ini merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dilakukan dengan membangun jiwa kewirausahaan petani dan penguatan kelembagaan petani. | Baca juga: Ekspor Minyak Sawit RI Turun 4%, Ini Respons Mendag | "Dengan mekanisasi, para petani dapat berproduksi lebih efisien, lebih cepat, dan lebih produktif, serta menghasilkan produk berkualitas. Penggunaan teknologi dan mekanisasi ini mampu menarik minat generasi muda terjun ke pertanian," ucapnya. Hal itu terbukti pada capaiannya dalam kurun waktu Mei 2018, daya beli petani secara nasional menunjukkan tren positif dibanding bulan sebelumnya. Dengan begitu, tingkat kesejahteraan petani semakin meningkat. Data yang dirilis BPS menunjukkan, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) secara nasional pada Mei 2018 meningkat 0,37% menjadi 101,99 jika dibandingkan April yang hanya 101,61. Begitu pun indeks Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Mei 2018 mencapai 111,38 atau naik 0,32% dari bulan sebelumnya yang nilainya hanya 111,03. Membaiknya harga komoditas pangan menjadi pemicu kenaikan NTP dan NTUP. Dari capaian tersebut, Ketut mengungkapkan tren positif kenaikan NTP menunjukkan adanya peningkatan kemampuan daya beli. Semakin tinggi NTP, akan semakin kuat tingkat kemampuan atau daya beli petani. "Daya beli petani pada Mei 2018 ini tidak hanya lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, akan tetap jika dibandingkan Mei 2017, daya beli petani pada Mei 2018 ini pun lebih tinggi. NTP pada Mei 2017 lalu hanya 100,15. NTP di bulan Mei 2018 ini lebih yaitu 101,99," ujar Ketut. | Baca juga: Kementan Diminta Bantu Pengembangan Pertanian Warga Sinabung | Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, menuturkan kondisi lapangan saat ini produksi gabah sedang melimpah, sehingga kesejahteraan petani memang terbukti. Akan tetapi kondisi tersebut bertentangan dengan kebijakan impor jilid II, sehingga petani dirugikan. "Karena itu, tidak seharusnya Kementerian Perdagangan melalukan impor yang kedua. Petani yang kondisinya saat ini sejahtera, ke depan bisa dirugikan," tuturnya. (idr/hns)