Apa ini bukan yang membunuh jendral KKO Hartono di rumahnya ? 2018-07-05 20:23 GMT+02:00 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] < GELORA45@yahoogroups.com>:
> > > > > https://tirto.id/nichlany-soedardjo-kawan-sma-yang- > memata-matai-omar-dani-cMAt > Nichlany Soedardjo: Kawan SMA yang > Memata-Matai Omar Dani > [image: Nichlany Soedardjo, perwira intelijen Polisi Militer yang pernah > ditugaskan menguntit Omar Dani, kawannya semasa SMA. Flickr/zahra nichlany] > <https://tirto.id/nichlany-soedardjo-kawan-sma-yang-memata-matai-omar-dani-cMAt> > Nichlany Soedardjo, perwira intelijen Polisi Militer yang pernah > ditugaskan menguntit Omar Dani, kawannya semasa SMA. Flickr/zahra nichlany > Oleh: Petrik Matanasi - 3 Juli 2018 > Dibaca Normal 3 menit > *Nichlany adalah kawan lama Omar Dani. Waktu Omar Dani kena masalah karena > dikaitkan dengan G30S, Nichlany berkali-kali bertemu dengannya.* > tirto.id - Omar Dani sedang makan di restoran Cina di sekitar Champ du > Ellysse, Paris. Tiba-tiba muncullah kawan lamanya. Kawan satu geng dari > zaman SMA di Solo, waktu zaman Jepang. Kala mereka masih ugal-ugalan. Kawan > Omar yang satu ini jago main piano dan terampil dalam *utak-atik *mesin > otomotif. Ayah si kawan ini adalah walikota Salatiga di zaman Jepang. > > Waktu revolusi 1945, Omar Dani dan kawannya ini tak mau ketinggalan. > Mereka berdua ikut Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Salatiga. Namun > setelahnya, keduanya bersimpang jalan. Omar jadi staf tak resmi Markas > Besar Tentara (MBT) Yogyakarta, pernah jadi penyiar RRI, belakangan menjadi > laksamana madya Angkatan Udara (kini marsekal madya), dan terakhir menjadi > Menteri Panglima Angkatan Udara (Menpangau). Sementara si kawan yang > bernama Nichlany Soedardjo masuk Corps Polisi Militer (CPM). > > Saat mereka berdua bertemu di Paris, Omar Dani sudah jadi Menpangau. > Sementara Nichlany masih letnan kolonel dan perwira intel di Direktorat > Polisi Militer. > > Di restoran itu mereka bicara panjang lebar. Acara ngobrol lalu pindah ke > kamar hotel tempat Omar Dani menginap. Kepada Omar, Nichlany mengaku diberi > dana perjalanan dinas yang lumayan banyak, *unlimited travelers cheque. > *Dengan > uang itu, Nichlany mengajaknya bersenang-senang di Paris. > > Dalam *Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani > *(2001: > 186) yang disusun Benedicta A. Surodjo dan J. M. V. Soeparno disebutkan, > tawaran itu "ditolak oleh Omar Dani, sehingga mereka cukup > berbincang-bincang di kamar hotel Omar Dani". > > Dalam pertemuan itu, mereka sepakat untuk bertemu di Jerman Barat pada 23 > Januari 1966. Namun, rencana itu tak terlaksana. Omar Dani sendiri sudah > berada di Phnom Penh, Kamboja. Kala itu, ia sudah kena masalah. > Keterlibatan oknum Angkatan Udara dan lokasi Lubang Buaya yang tak jauh > dari pangkalan Angkatan Udara dalam G30S membuatnya jadi pesakitan. Dia > Menpangau yang dianggap dekat dengan Sukarno, bahkan dituduh membantu PKI > dalam G30S. Dalam surat bertanggal 27 Januari 1966, Nichlany menyarankan > kepada Omar Dani agar tidak pulang ke Indonesia. > > Baca juga: TNI AU: Diandalkan Sukarno, Dikucilkan Soeharto > <https://tirto.id/tni-au-diandalkan-sukarno-dikucilkan-soeharto-cBa6> > > Omar Dani pun berkirim surat ke Nichlany pada 31 Januari 1966. Ia menulis, > “selama aku berada di Phnom Penh ini, aku telah menerima surat resmi > beserta pertanyaan-pertanyaan yang ditandatangani oleh Pak Nas (Jenderal > Abdul Haris Nasution). Surat ini telah kujawab dengan kusertai dengan surat > pribadi halal-bihalal kepada Pak Nas.” > > Dalam surat itu pula, Omar Dani mengaku pada Nichlany bahwa dirinya > disarankan Sukendro (yang disebut sebagai Mas Kendro) agar tidak pulang > dulu ke Indonesia. > > Keduanya kemudian bertemu kembali di Phnom Penh. Berkali-kali, Nichlany > menemui Omar Dani di ibu kota Kamboja itu, antara 8 hingga 12 Februari > 1966. Di Phnom Penh, Nichlany mengaku kepada Dani jika kantongnya menipis.. > Padahal beberapa minggu sebelumnya, kantongnya masih tebal. > > “Omar Dani menduga hal itu hanya sekedar taktik Nichlany untuk mengetahui > apakah Omar Dani mendapat bantuan dari pihak tertentu,” tulis buku *Pledoi > Omar Dani*. > > Omar pun menawari Nichlany untuk tinggal di rumah yang dikontraknya di > Phnom Penh atau mengongkosi hotel untuk kawannya itu. Nichlany memilih > tinggal di hotel. Di Kamboja, mereka berbincang soal G30S—yang menurut > Nichlany karena kesalahan PKI, tetapi menurut Omar itu belumlah terbukti. > > Belakangan, Omar Dani tahu bahwa Nichlany berada di luar negeri karena > tugas dari Soeharto dan Nasution. Sejak Desember 1965, beberapa bulan > setelah kudeta gagal G30S, Nichlany dicomot dari Seskoad dan diperintahkan > menguntit Omar Dani ke luar negeri. Nichlany memang menjalankan tugasnya > sebagai perwira yang ikut perintah atasannya, tapi ia juga memperlihatkan > diri sebagai kawan yang baik bagi Omar Dani. > > "Berharaplah yang terburuk" Setelah Omar Dani pulang ke Indonesia, pada > 20 April 1966, dia kemudian diadili Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) > di Gedung Bappenas, Jakarta. Selama ditahan di Cibogo, Bogor, Nichlany > pernah menjenguknya. Ketika Omar Dani hendak dipindahkan ke Nirbaya, > sebelah selatan Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, pada 23 Mei 1966, > Nichlany juga yang menjemputnya dari Cibogo. Omar Dani, bersama Komodor > Udara Soewondo dan Nichlany, naik Mercy milik Soewondo. Dengan Nichlany > yang doyan otomotif sebagai supirnya. > > Setelah melewati Cibinong, Nichlany yang sedang menyetir ditanyai Omar > Dani. “Nich, nanti kira-kira vonis apa ya?” > > Nichlany pun menjawab dalam bahasa Belanda, “Verwacth maar het > ergste”—berharaplah yang terburuk. > > “Hukuman mati ya?” tanya Omar Dani memastikan. > > Dan Nichlany pun bilang “ya.” > > Baca juga: Arsip Rahasia AS: Ide Membunuh Marsekal Kesayangan Sukarno > <https://tirto.id/arsip-rahasia-as-ide-membunuh-marsekal-kesayangan-sukarno-cyGU> > > Tak heran jika pada 15 Desember 1966, hari penentuan nasib Omar Dani oleh > Mahmillub, sang marsekal tidak kaget soal vonis yang akan dijatuhkan > padanya. Mati pun dia sudah pasrah. Meski belakangan eksekusi mati untuk > Omar Dani tak pernah terlaksana sama sekali. Ia malah bebas pada 1995 dan > baru mengembuskan napas terakhir pada 2009. Sementara Soeharto sudah > mendahului tahun sebelumnya. > > Dalam telegram diplomatik Duta Besar Amerika untuk Indonesia Marshall > Green kepada Sekretaris Negara Amerika di Washington tanggal 18 Oktober > 1965, yang terangkum dalam arsip Jakarta Embassy Files [RG 84, Entry P 339, > Jakarta Embassy Files, Box 38 (Dummy Box), Folder 3], disebutkan bahwa ada > usul dari Raden Mas Sutarto, asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani: > “Omar Dhani harus berhenti atau kita bunuh dia.” > > Tak hanya Dani, empat perwira tinggi AURI lainnya—Sri Muljono Herlambang, > Suryadi Suryadarma, Abdoerachmat, dan satu perwira yang diketahui > namanya—harus dicabut juga nyawanya. Kemungkinan nama yang tidak diketahui > adalah Ignatius Dewanto, yang kala itu menjabat Direktur Intelijen AURI. > > [image: Infografik Nichlany soedardjo] > > > Seorang Intel Sejati Setelah 1966, Nichlany sudah jadi Asisten 1 > (Intelijen) dari Direktur Polisi Militer. Pangkatnya naik lagi jadi > kolonel. Menurut catatan Harsya Bachtiar dalam *Siapa Dia Perwira Tinggi > TNI-AD *(1988: 316-317), antara 1968 hingga 1972, Niclany adalah Wakil > Direktur Polisi Militer. Selain itu, dia juga merangkap Deputi 1 > (Intelijen) dari Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN) sejak > 1970 hingga 1972. Di Bakin, dia kemudian menjadi Deputi II (Operasi). > > Setelah 1973, Nichlany menjadi atase di Washington DC, Amerika Serikat. > Menurut catatan David Jenkins dalam *Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: > Rezim Militer Indonesia 1975-1983 *(2010: 44), dia dikirim ke Amerika > Serikat setelah 48 jam berdebat dengan Mayor Jenderal Ali Moertopo. Lebih > dari enam tahun Nichlany bertugas di sana. > > Baca juga: Jalan Karier Ali Moertopo: Spymaster Daripada Soeharto > <https://tirto.id/jalan-karier-ali-moertopo-spymaster-daripada-soeharto-cJFM> > > Jabatan sipil penting yang pernah diembannya adalah Direktur Jenderal > Imigrasi, dari 1980 hingga 1982. Dia mundur setelah dua tahun dua bulan > jadi dirjen. Dia kemudian buka bengkel mobil bernama Nickbers. "Cuma bidang > montir ini yang saya kuasai betul," ujar Nichlany seperti dikutip dalam *Apa > dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia *(1986). > > Belakangan dia juga menjadi Direktur Eksekutif Perhimpunan Persahabatan > Indonesia Amerika (PPIA)—yang kemudian menjadi Lembaga Indonesia Amerika > (LIA). Pangkat terakhirnya di militer adalah mayor jenderal. > > Nichlany dikenal sebagai jenderal yang menyangkal bahwa Amerika Serikat > memberikan data-data dalam penumpasan PKI 1966. "Mereka sama sekali tak > melakukan apa-apa. Mereka sama sekali tak menyediakan data-data apa pun. > Sebaliknya, orang-orang Amerika sungguh-sungguh kagum bahwa Indonesia mampu > membasmi partai komunis terbesar di Asia,” kata Nichlany seperti dikutip > M.R. Siregar dalam *Menentukan nasib sendiri versus imperialisme *(2000: > 176). > > Sepanjang kariernya di Polisi Militer, Nichlany pernah menjadi komandan > polisi militer di Palembang dan Jakarta pada 1950-an. Di masa Revolusi, > pada 1948, dia adalah komandan polisi militer di Karanganyar, Jawa Tengah.. > Pada tahun itu, Karanganyar menjadi tempat eksekusi mati Amir Sjarifuddin, > tokoh Peristiwa Madiun dan mantan Perdana Menteri. > > Baca juga artikel terkait INTELIJEN > <https://tirto.id/q/intelijen-dTB?utm_source=internal&utm_medium=lowkeyword> > atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi > <https://tirto.id/author/petrikmatanasi?utm_source=internal&utm_medium=topauthor> > (tirto.id - Humaniora) > > > Penulis: Petrik Matanasi > Editor: Ivan Aulia Ahsan > Nichlany adalah jenderal yang menyangkal bahwa AS memberikan data-data > dalam penumpasan PKI 1966. > > > > > > > >