Dalam pengertian dan perasaan yang berlaku umum, ketentuan-ketentuan
dibuat untuk menegakkan "KEADILAN", khususnya melindungi kelompok lemah,
minoritas dari perlakuan semena-mena dari pihak yang lebih kuat dan
mayoritas! Tapi nampaknya dinegeri ini TERBALIK, justru kelompok ISLAM,
yang jelas sudah lebih KUAT dan MAYORITAS yang selalu MERASA
diperlakukan tidak adil, selalu dikucilkan dan merasa dilecehkan, ...
akhirnya kelompok ISLAM, atau yang menamakan diri ISLAM itulah menjadi
PELAKU semena-mena menindas kelompok LEMAH dan MINORITAS! Aneh, tapi
inilah KENYATAAN yang TERJADI NYATA dan menjadi TANTANGAN BERAT untuk
diluruskan BANGSA ini! Menjadi lebih ANEH dan sangat KONYOL, justru
HUKUM dinegara ini bisa MEMBENARKAN dan MENANGKAN pengertian dan
perasaan yang TERBALIK itu! Yang justru TIDAK ADIL dan semena-mena!
Dengan satu kata BRUTAL, ... TIDAK ADIL!
Ambil saja kasus Ahok yang sangat mencolok, ... ucapan Ahok "surat
Al-Maidah ayat 51 dipakai untuk membohongi warga"di Pulau Seribu yang
diangkat "MENISTA Agama" itu, jelas-jelas Ahok bicara TIDAK dimaksudkan
menista, melecehkan Agama Islam bahkan juga tidak bersifat bermusuhan
atau membakar kemarahan orang, ... kenyataa yang ada, TIDAK SEORANG pun
pesertadipertemuan, di Pulau Seribu itu yang PROTES dan marah atas
pernyataan Ahok itu! Baru setelah 2 minggu kemudian, setelah di medsos
diviralkan Video "Ahok Mernista Agama" di Pulau Seribu yang lebih dahulu
sudah diedit Buni Yani itu lah, sekelompok yang menamakan diri Islam
MARAH dan melakukan aksi-aksi menyatakan Ahok menista Agama dan menuntut
Ahok DIPENJARAKAN, ...! Akhirnya Ahok dijatuhi HUKUMAN 2 tahun penjara
dan SEGERA dijebloskan dalam penjara, ...
Sekarang mari kita perhatikan, kasus Buni Yani yang jelas penghasutan
yang menimbulkan KEMARAHAN BESAR, berhasil MEMBAKAR kemarahan dan
perasaan ISALAM dinistakan Ahok itu. Jelas-jelas KEMARAHAN sekelompok
umat Islam dengan aksi-aksi akbar itu muncul setelah Buni Yani mengedit
ucapan Ahok yang sebenarnya, dengan sengaja menghilangkan kata "PAKAI"
itu yang JUSTRU jadi menghasut KEMARAHAN orang! Dan, ... semua sikap,
tindak Buni Yani juga sudah terbukti bersalah dan dijathui hukuman 18
bulan! Hanya saja keputusan HAKIM juga sangat, sangat ANEH! Vonis
dijatuhkan tanpa ketegasan kapan dieksekusi, dan, ... kabarnua Buni Yani
TETAP BEBAS sampai sekarang, tidak dijebloskan dalam penjara, SEKALIPUN
terbukti salah dan dijatuhi hukuman 18 bulan PENJARA!
Ucapan Ahok yang dituduh menista Agama dan menimbulkan "kemarahan"
banyak orang itu, *KENYATAAN TIDAK TERBUKTI* disidang pengadilan, tapi
TETAP dipaksakan juga dengan jatuhkan vonis 2 tahun penjara, hanya untuk
meredam "KEMARAHAN MASSA!" Ahok boleh saja di-korbankan mendekam dalam
penjara, ... Sebaliknya Buni Yani yg *TERBUKTI* hasil editan video
ucapan Ahok MENISTA Agama itu yang menimbulkan KEMARAHAN MASSA, dan
dijatuhi hukan 18 bulan penjara, malah mendapat kelonggaran tidak
menjalani HUKUMAN penjara!
Entah saya yang buta HUKUM atau memang negeri ini HUKUM BELUM tegak
benar, masih saja bisa dipermainkan sekelompok orang dan untuk
kepeentingan sementara orang saja???
Salam,
ChanCT
-------- 轉寄郵件 --------
主旨: [GELORA45] ICJR Samakan Kasus Meiliana di Medan dengan Kasus Ahok
日期: Thu, 23 Aug 2018 15:01:37 +0000 (UTC)
從: Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
<GELORA45@yahoogroups.com>
*ICJR Samakan Kasus Meiliana di Medan dengan Kasus Ahok
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180823095837-12-324251/icjr-samakan-kasus-meiliana-di-medan-dengan-kasus-ahok>*
ICJR Samakan Kasus Meiliana di Medan dengan Kasus Ahok
Arif Hulwan Muzayyin
Hakim dan jaksa dinilai ICJR tidak bisa membuktikan unsur kesengajaan
dalam kasus Ahok dan Meilana.
<https://www.cnnindonesia.com/nasio%0A%20nal/20180823095837-12-324251/icjr-samakan-kasus-meiliana-di-medan-dengan-kasus-ahok>
Arif Hulwan Muzayyin, CNN Indonesia | Kamis, 23/08/2018 10:49 WIB
ICJR Samakan Kasus Meiliana di Medan dengan Kasus Ahok
Aksi massa menolak Ahok, di Jakarta, 2017. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
mengatakan kasus Meiliana yang divonis bersalah akibat protes volume
pengeras suara masjid tak beda dengan kasus penodaan agama
<https://www.cnnindonesia.com/tag/penodaan-agama> yang terjadi pada
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sebab, kasus-kasus itu terjadi akibat pemanfaatan pasal untuk menyerang
minoritas tertentu, sementara unsur keseng ajaan tak bisa dibuktikan.
"Baik penuntut umum maupun *hakim gagal membuktikan unsur 'dengan
sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan yang pada pokoknya bersifat
permusuhan'*," ucap Direktur Eksekutif ICJR Anggara, dalam keterangan
tertulisnya, Rabu (23/8), mengutip bunyi pasal 156a itu.
Lihat juga:
PBNU : Sebut Suara Azan Terlalu Keras Bukan Penodaan Agama
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180822001107-12-324072/pbnu-sebut-suara-azan-terlalu-keras-bukan-penodaan-agama/>
"Implementasi pasal ini cenderung digunakan dalam konteks menyerang
kelompok minoritas agama tertentu, salah satunya seperti yang terjadi
pada kasus Ahok beberapa waktu lalu," kata Anggara.
Menurut Anggara, pasal 156a KUHP itu tak dirumuskan dengan ketat dan
membuka ruang bagi minoritas untuk terus tertindas.
"Pasal penistaan agama selalu digunakan dalam konteks terdakwa atau
terpidana dianggap menista agama dalam posisi mayoritas," imbuhnya.
Padahal, menurut Anggara, kelompok minoritas, termasuk dalam hal
kemerdekaan untuk berpendapat, seharusnya dilindungi perundangan.
Selain itu, pasa l 20 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik (ICCPR) yang sudah diratifikasi Indonesia menyebutkan
bahwa salah satu bentuk perlindungan beragama adalah pelarangan tindakan
penghasutan, permusuhan dan kekerasan yang menghasilkan diskriminasi
atas dasar kebangsaan, ras atau agama.
Selain itu, dalam Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Sipil dan
Politik No. 34 diserukan pula bahwa delik penghinaan bukan merupakan
ranah hukum pidana dalam konteks kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Lihat juga:
MK Tolak Gugatan Jemaah Ahmadiyah soal Pasal Penodaan Agama
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180723122001-12-316248/mk-tolak-gugatan-jemaah-ahmadiyah-soal-pasal-penodaan-agama/>
Sementara, KUHP dan Rancangan KUHP tetap menampung delik penghinaan
terhadap agama.
"Hukum pidana tentang penghinaan tidak boleh digunakan untuk melindungi
suatu hal yang sifatnya subjektif, abstrak dan merupakan suatu konsep
seperti negara, simbol nasional, identitas nasional, kebudayaan,
pemikiran, agama, ideologi dan doktrin politik," tutur Anggara.
Meiliana divonis 18 bulan penjara karena terbukti melakuan penodaan
agama karena mempermasalahkan volume suara azan di masjid Al-Makhsum
yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Diketahui, Ahok divonis berslah dalam kasus penodaan agama dalam kasus
Al Maidah ayat 51 saat bicara di sebuah acara Pemprov DKI Jakarta, di
Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu.
Lihat juga:
Jokowi, Pancasila dan Politik Identitas di Pilpres 2019
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180816091133-20-322677/jokowi-pancasila-dan-politik-identitas-di-pilpres-2019/>
Kasusnya mencuat setelah potongan video acara terseb ut diberi teks oleh
Buni Yani dan rangkaian protes gerakan 212.
*(sur)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com