*Sekalipun warga Papua dan mayarakat adat Papua dapat hak pilih, tetapi mereka tidak mempunyai peranan apapun terhadap perkembangan politik dan ekonomi rezim neo-Mojopahit, karena semua hal adalah Jawasentris. Bukan saja rakyat Papua tetapi yang lain yang berdiam di luar wilayah centris tsb tidak memainkan peranan apapun*.
http://mediaindonesia.com/read/detail/182564-jutaan-warga-papua-dan-masyarakat-adat-terancam-tak-dapat-hak-pilih *Jutaan Warga Papua dan Masyarakat Adat Terancam Tak Dapat Hak Pilih* Penulis: *Putri Rosmalia Octaviyani* Pada: Selasa, 04 Sep 2018, 18:25 WIB Politik dan Hukum <http://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum> <http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/read/detail/182564-jutaan-warga-papua-dan-masyarakat-adat-terancam-tak-dapat-hak-pilih> <http://twitter.com/home/?status=Jutaan%20Warga%20Papua%20dan%20Masyarakat%20Adat%20Terancam%20Tak%20Dapat%20Hak%20Pilih%20http://mediaindonesia.com/read/detail/182564-jutaan-warga-papua-dan-masyarakat-adat-terancam-tak-dapat-hak-pilih%20via%20@mediaindonesia> [image: Jutaan Warga Papua dan Masyarakat Adat Terancam Tak Dapat Hak Pilih] <http://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/news/2018/09/929507b49b129111934bce6ace802316.jpg> *ANTARA* BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan, hingga saat ini masih ada jutaan warga Papua dan masyarakat adat di berbagai daerah yang terancam kehilangan hak pilih. Mereka umumnya berada pada wilayah yang secara geografis sulit terjangkau. Kondisi itu terjadi lantaran banyak warga Papua yang belum memiliki KTP elektronik (e-KTP) yang menjadi syarat utama para pemilih di Pemilu 2019. "Di Papua saja sampai sekarang ada 65% atau sekitar 1,3 juta warganya yang belum punya e-KTP," ujar Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, (4/9). Selain di Papua, terdapat pula sedikitnya 1 juta masyarakat adat yang belum terdata dan memiliki e-KTP. Mereka tersebar di berbagai wilayah hutan adat seluruh Indonesia. "Masih banyak masyarakat kita yang tinggal di hutan dan belum terdata identitasnya, apalagi punya e-KTP," ujar Rahmat. Untuk mengatasi hal itu, sambung dia, perlu kebijakan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat proses pembuatan e-KTP untuk daerah-daerah yang sulit terjangkau tersebut. Misalnya, dengan memperbanyak mesin e-KTP, menambah jam kerja pegawai, hingga pendataan yang lebih intensif. "Karena kalau pakai upaya biasa, tidak akan keburu. Diperkirakan akan masih ada sekitar 30% di Papua yang belum punya e-KTP ketika Pemilu nanti. Apalagi masyarakat adat, lebih sulit," ujar Rahmat. Rahmat mengatakan masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) selama ini selalu menjadi masalah yang sulit diselesaikan. Karenanya, hal itu harus jadi perhatian pemerintah. "Itu masalah yang tidak pernah selesai. E-KTP harus diselesaikan karena itu wajib menurut UU. Surat keterangan pengganti e-KTP tidak menyelesaikan masalah, justru bisa berpotensi timbul daftar pemilih ganda," tutup Rahmat. (OL-7)