Herman Wijaya

Penulis lepas



Hoaks Cut Zahara Fona, Ratna Sarumpaet,
& Ceteknya Nalar Politikus


 
4 Oktober 2018

 Pada dekade 1970-an, Indonesia pernah dihebohkan kebohonganbesar. Seorang 
wanita bernama Cut Zahara Fona mengaku mengandung janin ajaib. Perempuanasal 
Aceh itu bilang janinnya bisa bicara, bahkan mampu melafalkan ayat-ayatsuci 
Alquran. Barang siapa hendak mendengar suara si janin cukup menempelkankuping 
ke perut wanita yang tengah “hamil” tersebut.

Masyarakat awam, ulama, pejabat tinggi, menteri, hingga wakil presiden 
percayadengan keajaiban “janin” kandungan Cut Zahara Fona, yang bahkan sempat 
diundangke Istana Wapres. Wakil Presiden Adam Malik ketika itu menempelkan 
kupingnya diperut Cut Zahara Fona untuk mendengar lantunan ayat suci Alquran.

Sekretaris Pengendalian Pembangunan Bardosono (kemudian dikenal Ketua UmumPSSI) 
akhirnya mempertemukan emak-emak ajaib itu dengan Presiden Soeharto danIbu Tien 
di Bandara Kemayoran. Namun, Ibu Tien rupanya curiga sehinggaterbongkarlah aksi 
penipuan Cut Zahara Fona. Kisah petualangan penipuanperempuan tamatan SD itu 
pun berakhir. Ia tak pernah terdengar lagi kabarnya.



Bacajuga: Modus Hoaks di Pemilu 2019 dan Upaya-UpayaMengatasinya


Cut Zahara Fona sebetulnya sekadar cari uang dengan memanfaatkan 
kecanggihanteknologi. Ia menyimpan tape recorder yang dibungkus danditempelkan 
di perutnya. Pada 1970-an, tape recorder masihasing di Indonesia. Masyarakat 
Indonesia baru mengenal kotak ajaib yangmengeluarkan suara seperti radio atau 
televisi—itu pun belum banyak terlihat dirumah orang kebanyakan.

Kini, hampir 50 tahun setelah kasus penipuan Cut Zahara Fona, kita 
kembalidihebohkan oleh kasus "penganiayaan" terhadap aktivis RatnaSarumpaet.

Tiba-tiba saja berita tentang penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet 
mencuatdan bikin heboh karena pengakuan Ratna diperkuat oleh tokoh-tokoh 
penting, darikalangan aktivis, politikus, anggota legislatif, tokoh-tokoh 
terkenal hinggacapres dan cawapres.

Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya tiga orang tak dikenal di Bandara 
HuseinSasranegara, Bandung, pada 21 September 2018. Ketika itu, demikian 
klaimpabrika cerita ini, Ratna baru saja mengantar seorang tamu asing yang akan 
naikpesawat dari Bandung ke Jakarta.

Ketika pulang, taksi yang ditumpanginya distop orang tidak dikenal. 
Ratnadipukuli di dalam mobil. Foto-foto wajah Ratna Sarumpaet dengan wajah 
babakbelur kemudian beredar secara cepat di media sosial dan media online.

Ratna Sarumpaet tidak melaporkan kasus itu kepada polisi. Ketua Dewan 
PembinaAdvokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburokhman mengatakan Ratna Sarumpaet 
merasapesimis bila melaporkan dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya ke 
pihakkepolisian. 

Habiburokhman menyebutkan Ratna khawatir jika laporannya tak 
ditindaklanjuti,selain trauma seandainya kasus itu akan berlanjut di kemudian 
hari. 



Baca juga:Ratna Sarumpaet di antara HAM, Teater, dan TuduhanMakar


Kasus yang dialami Ratna Sarumpaet langsung menghebohkan jagat media sosial 
danmemancing berbagai reaksi.

Calon presiden bernomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut penganiayaan 
yangmenimpa aktivis Ratna Sarumpaet di luar perikemanusiaan dan telah melanggar 
hakasasi manusia. 

Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional Koalisi Adil Makmur Amien Rais 
mengakuakan segera menemui Kapolri Jendral Tito Karnavian terkait aksi 
penganiayaanyang dialami oleh Ratna Sarumpaet. 

Wakil Ketua DPR yang juga Wakil Umum Partai Gerindra Fadli Zon—yang 
sempatterlihat berfoto bersama Ratna Sarumpaet—menduga ada motif politik di 
balikpenganiayaan terhadap Ratna.

Komentar para tokoh ini seperti ayunan tongkat dirigen di hadapan 
sebuahkelompok koor. Seperti gambaran watak pengguna sosial, tak 
hanyakomentar-komentar yang objektif yang muncul; tak sedikit pula yang 
nyinyir,bahkan memaki.

Netizen yang kritis mencoba menganalisis gambar-gambar wajah wanita babak 
beluryang disebut-sebut sebagai wajah Ratna Sarumpet dan kronologi kejadian. 
Merekaragu atas kebenaran berita tersebut.

Pihak kepolisian yang merasa disudutkan dengan berita penganiayaan 
RatnaSarumpaet juga tak tinggal diam. Polda Jabar melakukan pengumpulan 
bukti-buktiuntuk mencari kebenaran berita tersebut. Semua rumah sakit di 
Bandung yangberdekatan dengan Tempat Kejadian Perkara didatangi: 23 RS di 
Bandungmenyatakan tidak pernah ada pasien bernama Ratna Sarumpaet yang datang 
padatanggal 21 September 2018 atau sesudahnya.

Otoritas Banda Husein Sastranegara juga mengatakan tidak pernah ada 
kejadianpenganiayaan pada malam 21 September tersebut.



Baca juga:Asal Usul Isu Dugaan Penganiayaan Ratna Sarumpaet


Hasil penyelidikan Polda Metro Jaya menguatkan penyelidikan Polda Jabar.Pertama 
dari nomor telepon seluler Ratna yang dinyatakan aktif di Jakarta,bukan di 
Bandung, pada 20-24 September 2018.

Sementara dari pengecekan rekening Ratna dan anaknya, ada tiga kali dana 
keluaryang didebet di Rumah Sakit Khusus Bedah Bina Estetika, masing-masing 
Rp25 jutapada 20 September 2018, Rp25 juta pad 21 September, dan Rp40 juta pada 
24 September2018.

Polisi juga sudah meminta keterangan ke RS Bina Estetika dan 
memperolehinformasi bahwa Ratna Sarumpaet menjadi pasien di rumah sakit 
tersebut pada 20,21 dan 24 September 2018. Hal ini diperkuat rekaman CCTV di 
klinik tersebut danbuku daftar pasien. Kesimpulan polisi, Ratna Sarumpaet bukan 
dianiaya, tapioperasi plastik.



Baca juga:Ratna Sarumpaet dan Mengapa Strategi Playing VictimMasih Dipakai


Panggung buat Ratna?

Klaim penganiayaan oleh Ratna Sarumpaet terbukti sebagaihoaks.

Namun, beredarnya berita itu tetap menyisakan pertanyaan. Pertama, untuk 
apakabar bohong disiarkan? Kedua, mengapa para tokoh nasional, orang-orang 
pentingnegeri ini, begitu mudah percaya—bahkan menyebarluaskan—suatu kabar yang 
belumdipastikan kebenarannya?

Jawabannya mungkin seperti ini. Bagi seorang Ratna Sarumpaet, aktivis yangkerap 
mengkritisi pemerintah, isu-isu baru perlu dilempar dan dibuat hebohuntuk 
menyerang pemerintah. Dalam kehidupan demokrasi yang sehat,serang-menyerang 
bukanlah tabu. Namun, problemnya, apakah serangan itu punyasubstansi yang kuat 
dan berjangkar pada kenyataan? 

Ratna pernah melempar rumor penjualan PT. Dirgantara Indonesia kepada 
RRC.Belakangan, ia minta maaf karena telah menyebar hoaks. Penjualan yang 
iatuduhkan itu tak pernah ada.



Baca juga:Kronologi Kebohongan dan Hoaks Ratna Sarumpaet


Ratna juga pernah membuat tudingan bahwa pemerintah telah memblokir uangbantuan 
untuk Papua sebesar Rp23,9 triliun yang sebelumnya diklaim Ratna beradadi 
rekening seseorang bernama Ruben PS Marey. Ia menuduh pemerintah telah 
memblokirrekening Marey sehingga dana dari Bank Dunia tidak masuk. Pemerintah 
membantahklaim itu seraya berargumen bahwa Kementerian Keuangan dan Bank Dunia 
tak punyakewenangan untuk menangani rekening perorangan.

Celakanya, gendang yang ditabuh Ratna telanjur membuat banyak orang menari.

Hoaks yang dilempar Ratna Sarumpaet kali ini lebih menarik perhatian 
ketimbangrumor tentang penjualan PT DI dan pemblokiran rekening untuk bantuan 
Papua.Pasalnya, masyarakat Indonesia mudah tersentuh hatinya bila melihat ada 
orangteraniaya.

Bagi lawan-lawan Jokowi, ini adalah amunisi bagus untuk diledakkan 
untukmemperkuat kesan bahwa pemerintah lemah dalam melindungi warga negara, 
bahkanbertindak represif terhadap lawan politiknya. Karena selama ini kuat 
pulatudingan bahwa aparat keamanan tidak independen, maka akan jadi tamparan 
hebatbagi polisi seandainya Ratna benar-benar dianiaya.

Namun, fakta akhirnya terungkap dari mulut Ratna sendiri. Ratna rupanya 
bukankorban penganiayaan. Lebam di wajahnya disebabkan oleh operasi plastik 
yangbaru dijalaninya. Bukti-bukti yang dikumpulkan kepolisian pun 
menguatkanargumen itu.

Dampak dari hoaks ini tidak ringan, khususnya di tahun politik. 
Taruhannyaadalah akal sehat dan proses demokrasi itu sendiri.



Baca juga:Tak Cuma Ratna Sarumpaet, Profesor pun Termakan danMenyebar Hoaks


Hari ini, kebohongan Cut Zahara Fona mungkin terdengar konyol. Dua puluh tahun 
lagi,kelakukan Ratna Sarumpaet pun hanya akan jadi lelucon yang sama sekali 
tidakpolitis. Tapi, bobot kasus Ratna dan Cut Zahara Fona boleh jadi berbeda. 

Di era Soeharto, efek kebohongan ala Cut Zahara Fona bisa dilokalisir 
danmungkin sangat terbatas dampak politisnya, apalagi tak ada pemilu bebas 
dizaman itu. Tak demikian dengan hoaks Ratna Sarumpaet hari ini. 

Kedua kasus juga mencerminkan betapa elite politik kita gampang teperdaya,mudah 
percaya kabar bohong, tapi enteng bicara. Celakanya, tingkah polah danomongan 
mereka seringkali diikuti dan dipercaya tak sedikit orang, khususnyajelang 
pemilu.

Mudah-mudahan akrobat murahan ini tak mengalihkan perhatian dan 
kerja-kerjakonkret untuk membantu para korban bencana di Lombok, Palu, dan 
Donggala.


*) Opini kolumnis iniadalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak 
menjadi bagiantanggungjawab redaksi tirto.id.

 



Ratna Sarumpaet adalah cermin betapa elite politikkita gampang percaya kabar 
bohong tapi enteng bicara


https://tirto.id/hoaks-cut-zahara-fona-ratna-sarumpaet-amp-ceteknya-nalar-politikus-c4AP





Kirim email ke