yg  dimaksud Basri "pertumbuhan pengeluaran"

---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :

 Entah yang NGACO siapa, atau terjadi kesalahan ngetik angka??? 
 
 Kalau saja dikatakan : "Sangat menyesatkan kalau produktif. Saya baca data ya, 
Januari 2018 pertumbuhan pengeluaran tertinggi itu untuk bayar utang 63%. Kedua 
terbesar belanja barang yakni 58% dan ketiga adalah belanja modal yang di mana 
di dalamnya terdapat infrastruktur yang mencapai 36%," Jadi, berapa % kenaikan 
utang tahun 2018?
 
 
 Jonathan Goeij jonathangoeij@... mailto:jonathangoeij@... [GELORA45] 於 
18/10/2018 3:20 寫道:
 
   "Winter is Coming!"
 ---
 Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$181,3 
miliar atau R p 2.719,5 triliun dan utang swasta termasuk BUMN sebesar US$179,4 
miliar atau Rp 2.691,6 triliun. 
 
 ...
 "Sangat menyesatkan kalau produktif. Saya baca data ya, Januari 2018 
pertumbuhan pengeluaran tertinggi itu untuk bayar utang 63%. Kedua terbesar 
belanja barang yakni 58% dan ketiga adalah belanja modal yang di mana di 
dalamnya terdapat infrastruktur yang mencapai 36%," ungkap Faisal.
 
 
 
 Kemudian, Faisal mengatakan belanja infrastrukur pun tak sepenuhnya 
menggunakan utang pemerintah. Karena sebagian besar tidak dari APBN. 
"Infrastruktur itu BUMN yang banyak mengerjakan, BUMN yang berutang lagi. Ini 
berbahayanya, tidak sehat," jelas Faisal.
 
 
 
 ...
 Utang RI yang Amat (Sangat) Memanjakan Asing MARKET - Herdaru Purnomo, CNBC 
Indonesia
   17 October 2018 08:57
 
 
 Foto: Faisal Basri (Doc detikcom)
 Jakarta, CNBC Indonesia - Walaupun rasio utang 
https://www.cnbcindonesia.com/tag/utang"; 
style="background:transparent;color:rgb(41, 93, 151);font-family:gotham; 
terhadap PDB Indonesia masih cukup terjaga di level 28-30% namun ternyata di 
balik itu semua ada hal yang harus dikritisi. 
 
 Ekonom Faisal Basri bercerita soal utang Indonesia yang sering 
digembar-gemborkan cukup terjaga. Menurutnya tidak seperti itu membaca datanya.
 
 Ketika hadir sebagai n arasumber CNBC Indonesia TV, Selasa (16/10/2018), 
Faisal Basri mengungkapkan skema utang Indonesia yang telah berubah.
 
 
 
 Foto: Ilustrasi demo (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
 
 
 "Jika bicara utang pemerintah itu sebenarnya dibagi menjadi dua yakni utang 
bilateral maupun multilateral dengan Bank Dunia, ADB," ungkapnya.
 
 "Kem udian ada juga dalam bentuk securities seperti surat utang atau SBN 
(Surat Berharga Negara) hingga global bond. SBN dalam denominasi mata uang 
asing dan ada juga yang lokal," imbuh Faisal lebih jauh.
 
 Dikatakan Faisal, yang harus diperhatikan adalah yang kedua. Yakni surat utang 
dalam denominasi rupiah namun diserap oleh asing.
 
 "Zaman dahulu tidak ada ini yang kedua (SBN). Hanya bilateral dan multilateral 
nah ketika terjadi masalah kita bisa renegosiasi utang," tuturnya.
 
 
 
 Foto: Doc detikcom
 
 
 "Saat ini berbeda, sejak 2018 per Agustus sudah 68,9% itu bentuknya 
securities. Implikasinya kalau ada apa-apa dengan kita maka kita tak bisa 
renegosiasi, yang ada pasar langsung hukum dengan melepas surat utang tersebut."
 
 J ika dibandingkan dengan Jepang, Faisal mengatakan rasio utang terhadap pajak 
mencapai 250% lebih. Namun perbedaannya, surat utang jepang itu 90% dikuasai 
oleh masyarakatnya. 
 
 "Utang Jepang urusannya dengan warganya sendiri. Ketika pemerintah Jepang 
membayar utang maka perputaran uangnya ya kembali ke warganya sendiri. Mutarnya 
di dalam. Kalau di sini berbeda, asing ada gejolak mereka pergi," tuturnya.
 
 "Di Indonesia 37,8% surat utang dipegang asing. Itu tertinggi di antara negara 
emerging market. Malaysia itu cuma 24,8%," kata Faisal.
 
 Utang ini cukup membuat asing selalu nyaman untuk masuk. Dengan bunga tinggi, 
mereka kapanpun bisa masuk dan menikmati hasil, namun jika bergejolak mereka 
pun bisa cabut kapan saja.
 
 
 
 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia kembali bertambah pada Agustus 2018. ULN 
Indonesia pada akhir Agustus 2018 tercatat sebesar US$360,7 miliar atau Rp 
5.410 triliun (US$1 = Rp 15.000). Angka ini mengalami peningkatan dibanding 
laporan bulan Juli 2018 yang hanya sebesar US$358 miliar.
 
 Kenaikan ULN dalam sebulan mencapai US$2,7 miliar atau Rp 40,5 triliun.
 
 Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$181,3 
miliar atau Rp 2.719,5 triliun dan utang swasta termasuk BUMN sebesar US$179,4 
miliar atau Rp 2.691,6 triliun. 
 
 Benarkah Utang Dipakai Kegiatan Produktif?
 
 
 
 Foto: Aristya Rahadian Krisabella
 
 
 
 Faisal Basri mengklaim utang yang selama ini diungkapkan demi kegiatan 
produktif sampai infrastruktur tidak benar. Berdasarkan data yang dimiliki 
Faisal, utang baru lebih besar porsinya digunakan untuk membayar utang yang 
jatuh tempo.
 
 "Sangat menyesatkan kalau produktif. Saya baca data ya, Januari 2018 
pertumbuhan pengeluaran tertinggi itu untuk bayar utang 63%. Kedua terbesar 
belanja barang yakni 58% dan ketiga adalah belanja modal yang di mana di 
dalamnya terdapat infrastruktur yang mencapai 36%," ungkap Faisal.
 
 
 Baca: Rincian Utang Luar Negeri Indonesia yang Tembus Rp 5.410 T
 
 Kemudian, Faisal mengatakan belanja infrastrukur pun tak sepenuhnya 
menggunakan utang pemerintah. Karena sebagian besar tidak dari APBN. 
"Infrastruktur itu BUMN yang banyak mengerjakan, BUMN yang berutang lagi. Ini 
berbahayanya, tidak sehat," jelas Faisal.
 
 
 
 Utang-utang pemerintah juga tak mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Menurut 
Faisal, pertumbuhan ekonomi saat ini masih stagnan di 5%.
 
 "Jika utang diklaim lebih produktif, buktinya pertumbuhan ekonomi masih 
stagnan di 5%. Karena itu, utang ini sebenarnya untuk membayar utang yang jatuh 
tempo," katanya.
 
 Foto: Aristya Rahadian Krisabella
 
 
 
 
 
 (prm)
 
 
 
 
 
 
 
http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient
 不含病毒。www.avg.com 
http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient
 #DAB4FAD8-2DD7-40BB-A1B8-4E2AA1F9FDF2
 

Kirim email ke