http://www.balipost.com/news/2018/12/04/62838/Cegah-Pemblokiran-Pintu-Hotel-di...html
Cegah Pemblokiran Pintu Hotel di Bali,
Naker Lokal Perlu Diperhatikan
Selasa, 4 Desember 2018 | 12:07:20
Berbagi di Facebook
<https://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.balipost.com%2Fnews%2F2018%2F12%2F04%2F62838%2FCegah-Pemblokiran-Pintu-Hotel-di...html>
Tweet di Twitter
<https://twitter.com/intent/tweet?text=Cegah+Pemblokiran+Pintu+Hotel+di+Bali%2C+Naker+Lokal+Perlu+Diperhatikan&url=http%3A%2F%2Fwww.balipost.com%2Fnews%2F2018%2F12%2F04%2F62838%2FCegah-Pemblokiran-Pintu-Hotel-di...html&via=balipostcom>
*
*
PekerjaanIlustrasi. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Aksi pemblokiran pintu masuk hotel di
Badung oleh masyarakat di sekitar hotel mendapat atensi DPRD Bali.
Terlebih, peristiwa ini berkaitan dengan perekrutan tenaga kerja lokal.
Dewan menilai tenaga kerja lokal memang harus diperhatikan oleh setiap
investor yang membuka usaha di Bali. “Kita menginginkan suasana
investasi itu legal kondusif sesuai dengan aturan yang berlaku. Tapi di
sisi lain, kita berharap juga investor itu memperhatikan tenaga lokal
sesuai dengan keterampilan atau kompetensi yang dimilikinya,” ujar
anggota Komisi IV DPRD Bali I Made Dauh Wijana dikonfirmasi, Senin (3/12).
Menurut Dauh, umumnya ada MoU yang dibuat oleh investor dengan
masyarakat sekitar terkait perekrutan tenaga kerja. Dalam hal ini,
memuat kesanggupan investor untuk menyerap tenaga kerja lokal.
Terkait kasus di Desa Peminge, Kuta Selatan, Badung, pihaknya memang
belum mempelajari apakah ada MoU seperti itu atau belum. “Kalau kita
berpikir secara holistik, memang setiap investasi kan tidak boleh juga
ego hanya berkepentingan atau berorientasi pada profit semata. Hendaknya
memperhatikan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, harus ada
sinergitas,” jelas politisi Golkar ini.
Ia berharap kasus di Badung itu dapat diselesaikan dengan baik. Kalau
memang ada tuntutan menggunakan tenaga lokal, maka investor harus
mengakomodasi secara bijak. Untuk mengantisipasi kasus serupa, sejak
awal harus ada perjanjian atau kesepakatan yang dibuat secara jelas dan
nyata. “Ketika ada agreement, semua pihak harus menghormati. Kita juga
membutuhkan investasi, investor juga membutuhkan lingkungan sekitarnya
sehingga dengan demikian tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti itu,”
jelasnya.
Ia mengingatkan, Bali adalah daerah pariwisata yang membutuhkan suasana
kondusif dan nyaman.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPP IHGMA (Indonesian Hotel General Manager
Association) I Made Ramia Adnyana mengatakan, peningkatan skill karyawan
atau SDM yang bekerja di hotel memang harus dilakukan. Hal itu merupakan
tanggung jawab dari perusahaan terutama HRD. Sebab, peningkatan skill
juga untuk memenuhi kebutuhan operasional hotel.
Baca juga: Cegah Kejahatan Skimming, Ini yang Akan Dilakukan Polri
<http://www.balipost.com/news/2018/03/23/40816/Cegah-Kejahatan-Skimming,Ini-yang...html>
Mengingat Bali adalah daerah tujuan wisata internasional, maka SDM-nya
pun harus tersertifikasi. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, calon
karyawan harus sudah terstandar sesuai dengan skill dan kompetensinya.
“Sebab kita akan menangani tamu internasional. Ada minimum standar yang
harus dipenuhi,” tandasnya.
Namun, ketika ada perjanjian dengan masyarakat lokal yang masih belum
memenuhi standar, maka hotel akan menyekolahkan atau memberi pelatihan
sesuai kebutuhan hotel tersebut.
Pemilik Hotel Segara Village, I.B. Ngurah Wijaya, mengatakan kasus
pemblokiran pintu hotel jangan sampai terulang kembali. Untuk itu
diperlukan kajian di Bali terkait daftar negatif investasi (DNI). Dengan
adanya kajian DNI, maka masyarakat dan calon investor akan tahu apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan di Bali.
Kata Wijaya, investasi saat ini sudah dimudahkan. Namun dengan
terulangnya kejadian yang sama, maka kajian-kajian untuk menetapkan DNI
diperlukan. “Saya tidak tahu apa di Denpasar dan Badung sudah ada atau
belum, tapi yang jelas harus ada kajian mengenai jumlah DNI. Harus ada
studi dulu karena akan menyangkut daya dukung air, aksesibilitas,
masyarakat, dan lingkungan,” ujarnya.
Kata dia, meski hotel yang akan dibangun harus menyerap tenaga kerja
lokal, namun masyarakat juga harus mempersiapkan diri dengan
meningkatkan kualitas diri. Peningkatan kualitas diri dibuktikan dengan
sertifikasi.
Saat fasilitas pendidikan pariwisata belum ada di Bali, memang pihak
hotel berkewajiban meningkatkan kualitas karyawannya dengan memberikan
pelatihan serta sertifikasi. Namun dengan banyaknya fasilitas pendidikan
dan lembaga sertifikasi di Bali, maka masyarakat harus proaktif
meningkatkan kualitas dirinya.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Masyarakat pun harus bersiap
dengan kedatangan investor, agar mampu menangkap peluang, sehingga
peluang tersebut tidak diambil oleh SDM luar. “Masyarakat tidak boleh
manja. Kita harus bisa berdiri sendiri,” tukasnya. (Rindra Devita/Citta
Maya/balipost)