Harus saya akui “Aksi 212”tahun 2016 (disingkat “Aksi 212”) adalah sebuah demo 
besar-besaran. “Aksi 212” merupakan manuver politik kelompok politisiIslam 
berjubah ulama berselubung agama yg bermaksud menyingkirkan Jokowi 
denganmenggunakan taktik mendakwa Basuki sebagai “penistaagama”. Kelompok 
politisi Islam ini telah melakukan tekanan terhadap pengadilansedemikian 
hebatnya sehingga berhasil membuat institusi penegak hukum itu tundukbertekuk 
lutut kepada tuntutan mereka. Di bawah tekanan hebat tsb, pengadilantelah 
menjatuhkan hukuman dua tahun langsung masuk penjara kepada Ahok – yg nota bene 
yuridis tidak bersalah – sebagai “penista agama”. Kesewenang-wenangan yg 
diderita seorang pejabattinggi negara yg bekerja dengan kesungguhan dan 
kejujuran demi kepentinganmasyarakat bernama  Ahok itu tentu saja –sedikit atau 
banyak – berkaitan dengan status ras dan religi yg disandang-nya.Satu-satunya 
“kesalahan“ Ahok adalahdia tidak bergabung  dan ber-“mimikri” denganpara 
politisi Islam munafik, demi kepentingan pribadinya. Sukses manuverpolitik 
kelompok pendesain  “Aksi 212”  kendatipun merupakan  victory  bagi mereka, 
tapi pada saat yg sama sesungguhnyalahmerupakan tragedi bagi bangsa 
Indonesia.Didasarkan pada alasan prinsipiil ini saya sama sekali tidak 
bersimpati  pada baik “Aksi 212” maupun “Reuni 212” ygdigelar tahun ini maupun 
kapan saja.


 
Target apa yg disebut “Reuni212” tetap sama dengan “Aksi 212”, yaitu: 
Menyingkirkan Pemerintah Jokowi!Walaupun saya berasal dari keluarga PNI/Front 
Marhaenis (yg notabene tidakidentik dengan PDI-P), namun saya bukan pendukung 
Jokowi, tapi pada saat ygsama bukan pula penetang Jokowi. 


 
Dalam pada itu ada satuhal yg harus saya kemukakan di sini, walaupun saya 
adalah seorang Muslim, tapi (sejakremaja) saya tidak pernah suka pada partai yg 
memperjuangkan Syariat Islamsebagai dasar negara, seperti Masyumi dan 
sejenisnya. Sepengetahuan saya, belumpernah ada presedennya  di dunia inisebuah 
negara didasarkan pada Syariat Islam yg“gemah ripah loh jinawi tata tentrem 
kerta raharja” bagi semua warga-nya, bukan hanya bagi sejumputkaum aristokrat 
merangkap pemilik modalkaliber raksasa.


 
Jadi: Pilih Jokowi atauPrabowo? Saya memilih menjadi sebagai seorang penonton 
yg tidak pernah menyukai bentuk negaraIslam, dan di samping itu saya juga tidak 
menyukai kelompok yg berindikasirasisme & diskriminasi dalam segala bentuknya. 
Rasisme & diskriminasibagi saya merupakan manifestasi ketidakadilan.


 
Adapun berita jumlahpeserta “Reuni 212” yg oleh sementara orang dikatakan 
mencapai  7 juta, akan sayapercayai apabila berita itu didasarkan pada data 
”debitmeter” yg dilengkapisinar laser (Light Amplification byStimulated 
Emission of Radiation) yg  ditempatkan di sejumlah titik di seputarlapangan 
Monas. Saya percaya, detektor canggih saperti itu mampu mendeteksi aliranorang 
yg masuk ke lapangan Mona dan sekitarnya relatif mendekati akurat. Jika 
perhitunganjumlah peserta “Reuni 212” semata-mata didasarkan pada “data” kasat 
mata,apalagi datangnya dari para pendukung fanatik “Reuni 212”, ya sorry,  jika 
berita tsb saya anggap sebagai sebuah dongengkonsumsi untuk anak-anak. Tidak 
lebih dan tidak kurang.


 
Noroyono

07/12/2018    



    Op vrijdag 7 december 2:32 2018 schreef "b...@yahoo.com [GELORA45]" 
<GELORA45@yahoogroups.com> het volgende:
 

     Di posting yg lalu saya menggunakan kata "menakutkan" utk Reuni 212, 
"NGERI!!!", ya, sami-mawon atau barangkali lebih menakutkan?

---In GELORA45@yahoogroups.com, <noroyono1963@...> wrote :

NGERI!!!~ PESERTA REUNI 212 MENGIRIM PESAN KEPADA JOKOWI, BIKIN KETAR KETIR 
PARAPENDUKUNGNYA

KABAR NKRI
APA pesan penting yang sampai kepada PresidenJokowi pasca Reuni 212 yang sangat 
sukses? Pertama, Jokowi gagal mengkooptasisekaligus memecah soliditas umat. 
Kedua, kekuasaan tidak boleh digunakan untukmenakut-nakuti rakyat. Ketiga, 
Jokowi dan pemerintah tengah menghadapi pembangkangandari masyarakat (civil 
disodibience).
 Kubu pendukung pemerintah pasti sangat kaget denganfakta bahwa reuni 212 kali 
ini dihadiri oleh peserta jumlah luar biasa besar.Ada yang menyebut lebih besar 
dari Aksi 212 yang dulu diklaim mencapai 7 jutapeserta. Lepas berapapun 
jumlahnya, satu hal yang tidak bisadibantah, jumlahnya benar-benar bikin kaget. 
Monas dan kawasan sekitarnyabenar-benar berubah menjadi lautan putih.  
Bagaimana tidak mengagetkan? Jokowi secarasistematis mencoba mematahkan 
perlawanan umat dengan strategi rangkul danpukul. Mereka yang tidak bisa 
dirangkul akan menghadapi pukulan keras yangsering disebut sebagai 
kriminalisasi.  Jokowi berhasil merangkul Kyai Ma’ruf Amin sebagaicawapres. 
Ma’ruf adalah pentolan GNPF MUI. Sebagai Ketua Umum MUI, Ma’rufmengeluarkan 
fatwa Ahok telah menista agama. Fatwa itulah yang mendorongserangkaian Aksi 
Bela Islam (ABI) dan puncaknya adalah Aksi 212.  Ma’ruf dipilih karena latar 
belakangnya sebagaipengurus puncak Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai ormas Islam 
terbesar diIndonesia, Jokowi berharap mendapat dukungan dari warga nadliyin.  
Melihat suasana pada reuni 212 terlihat jelasmayoritas warga yang hadir 
berlatar belakang nahdliyin. Wargaberbondong-bondong memadati Monas sambil 
melantunkan salawat nabi yang menjadisalah satu tradisi penting kaum nahdliyin. 
Sejumlah anak cucu pendiri NU yangdikenal sebagai kubu kultural diketahui juga 
hadir dalam reuni tersebut.  Jokowi juga merangkul sejumlah ulama 
berpengaruhyang sebelumnya menjadi pendukung Aksi 212 seperti TGB Zainul Majdi, 
dan YusufMansur. Terakhir Jokowi juga berhasil merangkul Yusril Ihza Mahendra.. 
Semuatokoh tidak berhasil menggoyahkan konsolidasi umat. Yang terjadi mereka 
malahditinggalkan umat.  Figur seperti TGB, Yusuf Mansur, dan Yusril 
menjadibulan-bulanan caci maki, dan bullyan di media sosial. Secara politik 
merekasudah tidak ada gunanya bagi Jokowi. Baik sebagai endorser, apalagi 
menjadipenarik suara (vote getter). Yusril bahkan terancam dikudeta dari posisi 
KetuaUmum PBB. Mereka menjadi kartu mati.  Jokowi juga tidak berhasil 
melumpuhkan perlawananpara ulama. Rezim Jokowi berhasil membuat Habib Rizieq 
tokoh sentral gerakan212 hijrah ke Arab Saudi, karena berbagai kriminalisasi. 
Posisi Habib Rizieqbahkan semakin penting. Posisinya kira-kira mulai mirip 
dengan pemimpinspiritual Iran Ayatulloh Khomenei ketika mengasingkan diri ke 
Paris.  Saat ini di GNPF MUI yang telah berubah menjadiGNPF Ulama muncul 
sejumlah figur idola baru di kalangan umat. Figur-figurseperti Habib Bahar Bin 
Smith yang memilih jalan keras, atau figur yang kocaknamun tak kalah kritis dan 
nylekit ketika menyampaikan kritik model UstadzHaikal Hasan Baraas.  Sejumlah 
akademisi dan pengamat asing menyebutJokowi anti demokrasi dan mulai otoriter. 
Dia mencoba menekan para lawanpolitik dan pengritiknya dengan cara 
menakut-nakuti melalui kriminalisasi.Korbannya selain para ulama, juga para 
aktivis dan pegiat medsos yang kritisterhadap dirinya. Namun langkah ini tidak 
menyurutkan perlawanan.  Munculnya sejumlah figur kritis pasca hijrahnyaHabib 
Rizieq menunjukkan scare management, manajemen menakut-nakuti yangdterapkan 
Jokowi tidak berhasil. Kesadaran bahwa Indonesia adalah negarademokrasi, 
membuat banyak aktivis terus menggelorakan perlawanan.  Satu poin lain yang 
sampai kepada Jokowi dari Reuni212 adalah munculnya pembangkangan masyarakat. 
Para peserta reuni tidak maulagi mendengarkan himbauan para pejabat, maupun 
ulama yang meminta mereka untuktidak hadir.  Gubernur Jawa Timur Soekarwo 
misalnya telah memintawarganya untuk tidak pergi ke Jakarta. Namun ribuan warga 
Jatimberbondong-bondong hadir di Monas.  Nasib yang dialami oleh Ketua MUI 
Jabar RahmatSyafei meminta warga Jabar tidak hadir pada reuni. Faktanya warga 
Jabartercatat sebagai peserta yang paling banyak hadir di Monas, setelah 
wargaJakarta. https://www.youtube.com/watch?v=x67f53nJGnM

  #yiv7336614358 #yiv7336614358 -- #yiv7336614358ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-mkp #yiv7336614358hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mkp #yiv7336614358ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mkp .yiv7336614358ad 
{padding:0 0;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mkp .yiv7336614358ad p 
{margin:0;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mkp .yiv7336614358ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-sponsor 
#yiv7336614358ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-sponsor #yiv7336614358ygrp-lc #yiv7336614358hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-sponsor #yiv7336614358ygrp-lc .yiv7336614358ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv7336614358 #yiv7336614358actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv7336614358
 #yiv7336614358activity span {font-weight:700;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv7336614358 #yiv7336614358activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv7336614358 #yiv7336614358activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv7336614358 #yiv7336614358activity span 
.yiv7336614358underline {text-decoration:underline;}#yiv7336614358 
.yiv7336614358attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv7336614358 .yiv7336614358attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv7336614358 .yiv7336614358attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv7336614358 .yiv7336614358attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv7336614358 .yiv7336614358attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv7336614358 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv7336614358 .yiv7336614358bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv7336614358 
.yiv7336614358bold a {text-decoration:none;}#yiv7336614358 dd.yiv7336614358last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7336614358 dd.yiv7336614358last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7336614358 
dd.yiv7336614358last p span.yiv7336614358yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv7336614358 div.yiv7336614358attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv7336614358 div.yiv7336614358attach-table 
{width:400px;}#yiv7336614358 div.yiv7336614358file-title a, #yiv7336614358 
div.yiv7336614358file-title a:active, #yiv7336614358 
div.yiv7336614358file-title a:hover, #yiv7336614358 div.yiv7336614358file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv7336614358 div.yiv7336614358photo-title a, 
#yiv7336614358 div.yiv7336614358photo-title a:active, #yiv7336614358 
div.yiv7336614358photo-title a:hover, #yiv7336614358 
div.yiv7336614358photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7336614358 
div#yiv7336614358ygrp-mlmsg #yiv7336614358ygrp-msg p a 
span.yiv7336614358yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv7336614358 
.yiv7336614358green {color:#628c2a;}#yiv7336614358 .yiv7336614358MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv7336614358 o {font-size:0;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358photos div {float:left;width:72px;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358photos div div {border:1px solid 
#666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv7336614358
 #yiv7336614358reco-category {font-size:77%;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358reco-desc {font-size:77%;}#yiv7336614358 .yiv7336614358replbq 
{margin:4px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-mlmsg select, #yiv7336614358 input, #yiv7336614358 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-mlmsg pre, #yiv7336614358 code {font:115% 
monospace;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-mlmsg #yiv7336614358logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-msg 
p#yiv7336614358attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-reco #yiv7336614358reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-sponsor 
#yiv7336614358ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-sponsor #yiv7336614358ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-sponsor #yiv7336614358ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv7336614358 #yiv7336614358ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv7336614358 
#yiv7336614358ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv7336614358 

   

Kirim email ke