Main Tabrak Rambu Kampanye

Jumat, 29 Maret 2019 07:22 WIB

Hasil Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Jokowi - Ma'ruf Rp 55,9 miliar hingga 2 januari 2019.Hasil Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Jokowi - Ma'ruf Rp 55,9 miliar hingga 2 januari 2019.

Pelanggaran aturan kampanye pemilihan umum oleh pejabat negara sesungguhnya bukan masalah yuridis semata. Ada urusan penting yang semestinya dijaga: kredibilitas dan kualitas demokrasi di negeri ini.

Kasus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo merupakan salah satu contoh. Badan Pengawas Pemilu memberi sanksi teguran bagi Menteri Eko karena menghadiri kampanye pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Bawaslu menyatakan, hal itu diberikan karena menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa ini tak bisa menunjukkan bukti surat cuti saat terlibat kampanye tersebut. PKB merupakan salah satu pengusung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Sejauh ini Bawaslu telah menemukan ada 30 pejabat yang menabrak rambu kampanye. Menteri dan kepala daerah termasuk yang cukup sering melanggar. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama sejumlah kepala daerah tingkat dua di provinsi itu, misalnya, pernah disemprit Bawaslu lantaran mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi dalam kapasitas sebagai pejabat.

Ada persoalan serius yang bakal terjadi jika pelanggaran seperti itu berlangsung terus-menerus. Hal ini bisa mendelegitimasi hasil pemilihan umum, terutama jika pemenangnya adalah kandidat presiden yang disokong para pejabat lewat cara kurang elok itu. Perilaku pejabat yang tidak mengindahkan aturan kampanye akan menjadi salah satu amunisi bagi pihak yang tak puas terhadap hasil pemilu.

Main tabrak aturan kampanye boleh jadi mencerminkan sikap pejabat yang mudah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pejabat publik. Ia lebih mementingkan partai politik atau calon presiden yang didukungnya ketimbang menjalankan tugas melayani rakyat.

Menteri dan kepala daerah semestinya mampu memilah secara tegas tanggung jawabnya sebagai pejabat publik dan posisinya sebagai tokoh politik atau kader partai. Aturan main kampanye sebetulnya bertujuan menghindari konflik di antara dua kepentingan itu. Menteri dan kepala daerah hanya boleh berperan sebagai kader partai ketika mereka berkampanye resmi dalam status cuti. Selebihnya, mereka merupakan pejabat publik yang mesti melayani dan bersikap adil kepada seluruh masyarakat.

ADVERTISEMENT

Kampanye tanpa cuti dan kampanye terselubung di luar jadwal semestinya dihindari oleh pejabat publik. Begitu pula pemanfaatan posisi sebagai pejabat untuk menyokong salah satu kontestan pemilu. Ada kecenderungan pejabat membuat "program siluman" demi menyokong kampanye salah satu kontestan. Penyalahgunaan posisi ini mengingkari sumpah pejabat publik.

Perilaku pejabat itu merusak dua elemen penting dalam negara: birokrasi dan demokrasi. Netralitas birokrasi pemerintahan terusik jika menteri atau kepala daerah memanfaatkan posisinya demi kepentingan politik elektoral. Main tabrak aturan kampanye dan penyalahgunaan jabatan juga menodai prinsip keadilan dalam demokrasi. Kontestan pemilu yang tidak memiliki kader di pemerintahan jelas dirugikan.



---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Reply via email to