Jaman Deng masih Industri 3.0, istilah industri 4.0 baru mulai th 2013. Sebenarnya ada 2 jalan, mengirim pelajar2 keluar negeri tetapi biayanya lebih mahal, yg lebih murah mengundang dosen luar yg bagus mengajar di Indonesia. Cuman sayangnya gaji/imbalan yg ditawarkan cekak banget sehingga hasilnya hanya mereka yg baru lulus atau yg volunteer ala kadarnya 1-2 quarter/semester sambil menikmati suasana berbeda.
---In GELORA45@yahoogroups.com, <bhjo@...> wrote : Sri Mulyani boleh pintar tentang ekonomi Indonesia. Tetapi dia tidak sepintar Deng X-Ping dalam membangun SDM utk Revolusi Industri 4.0. Dia menganjurkan utk menambah keuangan utk pendidikan, buku literatur, riset, palatihan vokasi di Indonesia. Namun, kalau kepandaian dari dosen/pengajar2 nya di Indonesia terbatas dan terkebelang dibanding dgn pengajar2 dari luar negeri, kemajuannya tidak akan banyak alias "stunting". Pemerintah Indonesia harus mengirim student2 nya ke luar negeri dulu, baru bisa menyontoh kemajuan yg ada di LN seperti yg dilakukan oleh Deng X-Ping. Baru kalau SDM nya yg pulang dari LN, baru bisa membangun industri nya, bahkan mengalahkan industri LN. Kutipan: BEIJING, Dec. 18 (Xinhua) -- More than 4.58 million Chinese students had studied or were studying overseas from 1978 to 2016, according to a report published Monday. Published by the Center for China and Globalization (CCG), a major Chinese think tank, the report said that 544,500 Chinese students studied abroad in 2016, up 3.97 percent from the previous year. As of 2016, China was still a major source of international students studying in the United States, Canada, Australia, Japan, the Republic of Korea, and the United Kingdom, according to the report. ---In GELORA45@yahoogroups.com, <ilmesengero@...> wrote : Tak usah kawatir Bu, karena ada prof Dr haji Kiyai Ma'ruf Amin ahli ilmu syriah dan ahli-ahli dari pesantren akan turut bekerja, bekerja untuk mengatasi semua persolan dan rintangan, demikian keterang seorang di kalangan pakar ilmu langitan. Patut dicatat bahwa Kementrian Agama sedang mempersiapkan 5.000 pakar ilmu langitan. Pasti mereka akan bersedia dan bisa mensejahterakan rakyat dan revolusi indunstri 05,06, 07 pun akan berhasil, demikian kata beliau. http://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/7824/sri_mulyani_beberkan_kelemahan_sdm_ri_hadapi_revolusi_industri_4_0 Sumber Foto : Istimewa Sri Mulyani Indrawati Sri Mulyani Beberkan Kelemahan SDM RI Hadapi Revolusi Industri 4.0 Kamis , 11 April 2019 | 10:36 JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Pertama adalah tingginya kasus stunting. Untuk itu, Pemerintah telah mengalokasikan 5 persen dari APBN untuk meningkatkan kualitas kesehatan. "Indonesia masih memiliki berbagai persoalan kesehatan seperti stunting. Ini menjadi salah satu tantangan terbesar di Indonesia. Kami kembangkan penanganannya dibantu oleh World Bank dengan penanganan lintas institusi. Dalam bidang kesehatan kami juga membuat universal health coverage. Tantangan terbesar bukan dalam anggaran ataupun kebijakannya namun terletak pada eksekusinya," jelas Menkeu dalam kuliah umum di Cornell University, New York, Amerika Serikat, seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Kamis (11/4/2019). Tantangan kedua yaitu di bidang pendidikan. Menkeu mengatakan, bagaimana cara meningkatkan kualitas pendidikan yang merata di wilayah Indonesia yang sangat luas. Selanjutnya, meningkatkan kualitas pendidikan dengan anggaran yang telah didesentralisasi dengan penguatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Kemudian, bagaimana pendidikan menghasilkan keterampilan yang tepat. Pemerintah saat ini mengalokasikan anggaran tertinggi dalam APBN bukan untuk militer tapi untuk pendidikan sebesar 20 persen. Ketiga, melibatkan pihak swasta agar bisa berpartisipasi dalam pendidikan. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif seperti pengecualian pajak untuk buku literatur, insentif pajak untuk riset dan pelatihan vokasi serta dana abadi pendidikan untuk riset. "Dalam kebijakan fiskal, kami memberikan beberapa mekanisme insentif antara lain insentif pengecualian pajak untuk buku literatur, insentif pajak untuk riset dan pelatihan vokasi. Kami juga membuat sovereign wealth fund untuk pendidikan dimana dalam periode 10 tahun telah menghasilkan banyak hal (sekaligus) untuk riset sebagai sarana alumni dan swasta untuk menguatkan riset dan development," jelasnya. Menkeu melanjutkan, membangun SDM merupakan tantangan yang sulit karena hasilnya tidak dapat dilihat dalam waktu singkat. "Kalau anggaran infrastruktur, kita bisa melihat hasilnya. Sementara hasil belanja untuk human capital tidak terlihat secara langsung dan butuh waktu lama," jelas Menkeu. Oleh karena itu, Menkeu mengatakan, isu SDM juga perlu campur tangan teknologi. Ia mengapresiasi salah satu solusi start up seperti Ruang Guru untuk mengurangi gap kualitas guru sekaligus sebagai alternatif siswa dapat belajar lebih mandiri. "Isu human capital harus diatasi dengan teknologi. Salah satu inisiatif dalam peningkatan SDM adalah dengan adanya startup baru dengan Ruang Guru untuk mengurangi gap kualitas guru. Ini menjadi alternatif agar siswa meningkatkan kualitas," tuturnya. Tantangan lain adalah pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam melakukan investasi dalam pengembangan revolusi industri 4.0. Untuk itu, optimalisasi pendapatan serta perbaikan sistem perpajakan menjadi langkah reformasi kebijakan fiskal yang diambil oleh Kementerian Keuangan. "Agar kebijakan pengembangan SDM tetap berlangsung, kita butuh pajak. Indonesia telah melakukan reformasi perpajakan agar keberlangsungan ekonomi tetap berjalan. Reformasi perpajakan bukan hanya agar bisa memperoleh sumber perpajakan yang lebih banyak namun dengan cara yang lebih efisien dan lebih baik," paparnya. Terakhir, Menkeu dalam penutupnya mengatakan dunia telah berubah dalam revolusi Industri dan memberikan keuntungan untuk banyak negara. Revolusi industri 4.0 memberikan kesempatan negara berkembang dan negara emerging untuk melanjutkan pembangunan atau demokratisasi program pembangunan.