Kalau mau diskusi ya bagusnya begini. Jangan eyel2an kayak saya vs jonathan yg gak ngerti ekonomi bisnis.
Data eksport non migas Indonesia dijaman Jokowi baru kelihatan naik 2017. Ini bisa dipersepsikan sbg hasil dari kerja selama 3 tahun. Eksport migas juga menurun. Import migas 2018 juga menunjukkan kenaikan. Ini juga bisa dipersepsikan adanya geliat pertumbuhan ekonomi. Jadi memang boleh disimpulkan sementara bahwa hasil kerja Jokowi baru kelihatan setelah 3 dan 4 tahun pemerintahannya. Walaupun eksport non migas naik, tetapi saya belum melihat wajah aslinya RI.. SDA nya yg begitu melimpah seharusnya exportnya bisa berpuluh kali lebih besar. Masalah industrialisasi dan perdagangan internasional harus dipacu. Ini harus dimulai dari berbenah diri sendiri. Sepanjang bangsa Indonesia kompak didalam, akan lebih mudah utk meningkatkan sinergi shg SDA dan SDM bisa saling membantu utk meningkatkan produkfitas yg artinya import dan eksport akan bisa dikelola dgn baik. Tentang Migas, ini masalah besar bagi seluruh dunia. RI tidak akan dapat mengurangi import migas krn 2 alasan: demand thd migas krn pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat; refinery migas belum kuat dan ini berkaitan dgn pengelolaan lahan migas yg ada dimana banyak tangan asing yg bermain. Dunia migas ini memang adalah persoalan dunia. Venezuela yg begitu ngotot dlm mengelola migas dalam negerinya juga akhirnya roboh krn harga migas jatuh. Harga migas ini dikontrol oleh bos2 dunia. Harga migas bukan ditentukan pasar krn pasarnya adalah pasar oligopoly (katanya oligopoly/OPEC ttp bagi saya harga migas yg sebetulnya ditentukan oleh Arab dan USA). Opec hanyalah sekumpulan eksportir migas yg ompong dan yg berkuasa itu hanyalah Saudi Arabia. Kita tunggu jilid kedua Jokowi. Landasan sudah disiapkan semoga hasil dalam 5 tahun mendatang akan lebih positif. Dan selanjutnya semoga pemerintahan2 selanjutnya akan dapat memanfaatkan infrastruktur yg sdh tersedia utk menyongsong RI yg makmur dan sentosa. Oh ya tambahan eyel2an sama sijonathan: kita semua barengan lihat apakah RI akan berubah jadi negara islam atau tidak ditangan Jokowi maaruf hehehehehehe. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> Sent: Monday, April 15, 2019 10:47 PM To: GELORA45@yahoogroups.com; Al Faqir Ilmi <alfaqiri...@yahoo.com> Subject: Re: [GELORA45] Defisit Neraca Perdagangan Tulisan yang sangat menjernihkan, ...! Terimakasih bung Faqir! Rupanya defisit neraca perdagangan terjadi akibat kenaikan kebutuhan BBM dengan masuk/meningkatnya investasi sejak 2015, dan mengakibatkan kebautuhan BBM kenaikan drastis terjadi ditahun 2018, dan kebutuhan BBM itu harus import! Jadi, defisit neraca perdagangan yg masih terjadi bukan terutama akibat meningkatnya import beras, gula, ... Sedang usaha Jokowi bangun infrastruksi didesa untuk meningkatkan produksi pertanian, pangan didesa memang belum nampak, ... sekalipun dana-desa sudah dikucurkan lebih 187Triliun! Mudah2an saja akan nampak keberhasilan meningkatkan produksi pangan memasuki panen tahun 2019 ini! Sehingga tercapai berdikari pangan pada pokoknya dan kurangi impor lagi. Tapi bung Faqir, dengan pengaruh perang-dagang RRT-AS yg berlangsung, dinyatakan mengurangi ekspor Indonesia kekedua negara itu? Kan hanya AS yg ancam kenaikan pajak impor atas produksi Indonesia, sedang RRT bisa saja tetap meningkatkan ekspor/impor dari RI. Tapi lagi, kalau dikatakan pengamat kubu PS enggak paham. Saya yakin, tidak juga! Kan Rizal Ramli, Kwik Kian Gie dan Faud Bawazir cs seringkali bersuara untuk kubu PS, masak iya mereka tidak paham ekonomi? Atau mungkin ada kesengajaan demi kepentingan politik, hanya bertujuan menyudutkan usaha pembangunan ekonomi masa Jokowi yg dianggap "GAGAL", mengutamakan impor dan hutang saja? Untuk tambahan data, saya temukan bahan Neraca Perdangan dari BPS: NERACA PERDAGANGAN INDONESIA TOTAL Periode : 2014-2019 (Nilai : Juta US$) [Export to Excel] NO Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 TREND(%) 2014-2018 Jan-Feb* Perub.(%) 2019/2018 2018 2019 I E K S P O R 175.980,0 150.366,3 145.186,2 168.828,2 180.215,0 1,65 28.686,0 26.459,5 -7,76 - M I G A S 30.018,8 18.574,4 13.105,5 15.744,3 17.404,8 -11,80 2.714,5 2.323,1 -14,42 - NON M I G A S 145.961,2 131.791,9 132.080,8 153.083,9 162.810,2 3,75 25.971,5 24.136,4 -7,07 II I M P O R 178.178,8 142.694,8 135.652,9 156.985,6 188.711,2 2,13 29.494,9 27.193,5 -7,80 - M I G A S 43.459,9 24.613,2 18.739,3 24.316,0 29.868,4 -7,34 4.494,0 3.209,1 -28,59 - NON M I G A S 134.718,9 118.081,6 116.913,6 132.669,5 158.842,8 4,56 25.000,9 23.984,4 -4,07 III Total 354.158,8 293.061,1 280.839,1 325.813,7 368.926,3 1,89 58.180,9 53.653,0 -7,78 - M I G A S 73.478,7 43.187,5 31.844,8 40.060,3 47.273,2 -9,13 7.208,5 5.532,2 -23,25 - NON M I G A S 280.680,1 249.873,5 248.994,3 285.753,4 321.653,0 4,15 50.972,4 48.120,8 -5,59 IV NERACA -2.198,8 7.671,5 9.533,3 11.842,6 -8.496,2 -808,9 -734,0 9,26 - M I G A S -13.441,1 -6.038,8 -5.633,9 -8.571,7 -12.463,6 -1.779,5 -886,0 50,21 - NON M I G A S 11.242,3 13.710,3 15.167,2 20.414,3 3.967,4 -15,51 970,6 152,0 -84,34 Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Angka Sementara Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com <mailto:alfaqiri...@yahoo.com> [GELORA45] 於 16/4/2019 0:30 寫道: Defisit neraca perdagangan Dalam debat Sandi mengkritik defisit neraca perdagangan dengan menyudutkan Jokowi gagal mengelola sektor perdagangan sehingga lebih besar impor. Untuk diketahui bahwa defisit neraca perdagangan yang ada sekarang bukan di picu oleh meningkatnya impor barang barang kebutuhan umum. Pasar retail untuk kebutuhan barang sekunder sejak beberapa tahun lalu turun. Kecuali barang kubutahan primer yang sebagain besar merupakan produksi dalam negeri. Ekspor non migas tetap surplus. Itu artinya produktifitas tetap terjadi. Kalau dibilang defisit kita sangat besar dan sangat mengkawatirkan, itu juga salah. Defisit Kisarannya sampai dengan kwartal ke empat hanya sebesar 3% terhadap PDB. Itu masih ambang batas aman banget. Bandingkan tahun 2014 ration diatas 3 %. Lantas mengapa defisit? karena di dominasi oleh meningkatnya impor migas. Sebagai akibat tingginya permintaan domestik. Anda bisa liat tinggi penjualan kendaraan mencapi 10,8 % sampai dengan september 2018. Kalau ekonomi turun engga mungkin orang punya uang beli kendaraan. Belum lagi tingginya produksi perikanan yang membutuhkan BBM tidak sedikit. Disamping itu arus modal investasi yang meningkat drastis sejak tahun 2015, tahun 2018 baru terasa pengaruhnya terhadap kebutuhan barang modal dan bahan baku penolong. Maklum investasi itu baru bisa terealisir paling cepat 3 tahun. Ini juga berperan besar akan meningkatkan kebutuhan baja, plastik, kimia dan lain lain. Terjadinya gap import dan ekspor itu hal yang lumrah dalam negara berkembang seperti Indonesia. Karena kita masih tergantung tekhnologi dan linked product dari luar negeri. Disamping itu penyebab defisit nerace pardagangan itu adalah faktor ekternal. Yaitu adanya perang dagang antara China dan AS. Menurut catatan BPS, diketahui China dan Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara utama tujuan ekspor RI dengan porsi ekspor paling besar. Pan gsa pasar masih tetap ke Tiongkok (China) pertama 15,49%. Kedua AS 10,78%, dan Jepang 10,21%. Lalu Asean 21,52%, dan Uni Eropa 10,81%. Nah anda bayangkanm kalau dua negara tujuan utama ekspor kita perang, ya pasti kita kena imbas. Itu diluar kontrol pemerintah. Apalagi Indonesia dicurigai Trumps termasuk negara yang menjadi transhipment barang produksi CHina untuk masuk ke AS. AS sudah mengeluarkan ancaman akan dihapusnya GSP atas produk indonesia. Juga dampat dari peranga dagang itu, produk ekspor utama kita drop dipasar international. Pertanyaan berikutnya, apakah defisit ini menandakan indonesia sedang krisis parah? tidak ada krisis. Perhatikan duet hebat antara Ibu SMI dan Pak Fery yang begitu indah silatnya mensiasati fenomena perdagangan dunia sekarang. SMI mengeluarkan kebijakan fiskal dalam jangka panjang dapat memperbaiki necara perdagangan kita. Dalam jangka pendek, BI menjaga depresiasi rupiah dengan bagus sekali sehingga t erjadi arus modal asing masuk ke Indonesia. Bank Indonesia melaporkan cadangan devisa pada akhir Desember 2018 mencapai US$120,7 miliar, tertinggi sejak Juni 2018. Ini rebound kembali setelah sebelumnya sempat merosot akibat depresiasi rupiah yang begitu tajam. Atinya dalam jangka pendek walau defisit perdagangan terjadi, ekonomi kita secara fundamental tetap aman. Devisa tetap kuat untuk belanja impor selama 6,5 bulan, terbaik di bandingkan presiden sebelumnya. Kebijakan bulan sebtember SMI 2018 soal penyesuaian tarif impor dan insentip ekport dan kini di rasakan tahun 2019 defisit menurun. Mengqpa ? Maklum umumnya kontrak perdagangan international itu rata rata tennornya 3 bulan sampai 6 bulan. Diperkirakan tahun 2019 kita akan kembali mencatat surplus perdagangan. Itulah yang dibaca oleh pemain di pasar uang sehingga mengkerek rupiah. Kalaulah kebijakan pemerintah tidak tepat, ya engga mungkin rupiah menguat, bursa bergairah dan pasar SBN laku keras seperti kacang goreng. Pengamat kubu PS engga paham ini. Karena mereka bukan pemain. Hanya pengamat pinggir lapangan. Kadang memang keliatan pinter daripada pemain. Orang bokek kadang memang begitu loh. Maklumi aja. Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone <https://overview.mail.yahoo.com/?.src=iOS> <http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient> 不含病毒。 <http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient> www.avg.com