Ijtima Ulama 3 minta KPU 'diskualifikasi Joko Widodo-Ma'ruf Amin', dalam acara 
yang disebut pengamat mendelegitimasi KPU


| 
| 
|  | 
Ijtima Ulama 3 minta KPU 'diskualifikasi Joko Widodo-Ma'ruf Amin'

Para ulama pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta Badan Pengawas 
Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum untuk...
 |

 |

 |



   
   - 8 jam lalu
   
   - Bagikan artikel ini dengan Facebook
    
   - Bagikan artikel ini dengan Messenger
    
   - Bagikan artikel ini dengan Twitter
    
   - Bagikan artikel ini dengan Email
    
   - Kirim
Image captionIjtima Ulama 3 menuduh terjadi kecurangan dan kejahatan dalam 
Pemilu 2019.
Para ulama pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta Badan Pengawas 
Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membatalkan atau mendiskualifikasi 
calon presiden dan wakil presiden 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Mereka menyatakan hal itu dalam Ijtima Ulama 3 di Sentul, Bogor (Rabu (01/05), 
acara yang disebut pengamat sebagai upaya mendelegitimasi KPU dan hasil pemilu.
   
   - Golongan habib dalam pusaran politik pilpres: 'Ada yang mau menyeret kami 
ke politik praktis'
   - Prabowo diklaim bisa dapat 20-30 juta suara dari ulama 'pewaris nabi'
   - Pemilu 2019: Politik identitas dinilai tidak dongkrak perolehan suara 
partai-partai Islam

Dalam kesimpulan acara, Yusuf Martak, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa 
Ulama mengatakan, "telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang 
bersifat terstruktur, sistematis, masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 
2019."

Prabowo yang juga hadir dalam acara mengatakan bahwa kesimpulan pertemuan 
"cukup komprehensif dan tegas."

'Upaya mendelegitimasi KPU'

Namun, menurut Direktur Relawan TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin, Maman Imanulhaq, 
mereka yang selalu mengangkat kucurangan tanpa bukti justru telah berbuat 
curang.

"Penggunaan cara yang tidak konstitusional dan tidak rasional justru menurunkan 
derajat ulama. Ulama dikenal sebagai sosok yang memahami ilmu, menghormati 
kesepakatan, komitmen, dan juga menghargai nilai persaudaraan," kata Maman.

"Kita menolak orang yang terus menerus membuat narasi kecurangan. Orang yang 
membuat narasi kecurangan tanpa menunjukkan data dan fakta sebenarnya dia telah 
berbuat curang," tambahnya.
Hak atas fotoBBC NEWS INDONESIAImage caption"Justru para ulama datang ke sini 
untuk memberikan ketenangan kepada umat," kata Bachtiar Nasir, panitia pengarah 
"Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional 3", Rabu (01/05) di Bogor, Jawa Barat.
Pengamat komunikasi politik dari Fisip Universitas Brawijaya, Malang, Abdul 
Wahid, mengatakan, di tengah proses penghitungan dan rekapitulasi Pemilu 2019 
yang tengah berlangsung, langkah politik ini dapat dibaca sebagai upaya 
mendelegitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Yang mereka lakukan sekarang tidak ubahnya dengan membuat narasi bahwa ketika 
calon pilihan mereka kalah, maka satu-satunya jalan adalah mereka 
mendelegitimasi peran penyelenggara pemilu, yaitu KPU, dengan tidak mempercayai 
hasil pemilu," kata Abdul Wahid kepada BBC News Indonesia, Rabu (01/05).

Abdul Wahid juga mempertanyakan apa yang disebutnya sebagai mobilisasi ulama 
dalam acara Ijtima Ulama 3. Dia menyebutnya kehadiran para ulama ini "bias 
politik" sejak awal.
Image captionYusuf Martak menuduh pemilu 2019 diwarnai hal yang ia sebut 
kecurangan terstruktur, sistematis, masif (TSM).
"Mereka sengaja bermain-main di politik agama, di mana agama bisa dijual kepada 
para pemilih," kata Wahid.

'Menakut-nakuti dan tak elegan'

Acara di Bogor ini dihadiri orang-orang yang disebut sebagai ulama, tokoh 
masyarakat serta aktivis sejumlah ormas Islam ini, yang menyebut sebagai 
pendukung kubu Prabowo-Sandiaga.

Panitia mengatakan menyebar 1.000 undangan, namun berdasarkan pantauan wartawan 
BBC News Indonesia yang meliput acara itu, Rivan Dwiastono, sekitar 500 orang 
yang hadir.
Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionGNPF menyatakan secara terbuka mendukung 
capres Prabowo Subianto dan sempat menyodorkan cawapres alternatif.
Sejauh ini, penghitungan real count KPU sebesar lebih dari 60% dengan 
keunggulan Jokowi-Maruf sebesar 56% dan Prabowo-Sandiaga sebanyak 44%.

Prabowo Subianto telah mengklaim kemenangan sebanyak tiga kali termasuk pada 
hari pemilihan umum (17/04) dan mengklaim telah terjadi kecurangan.

Sementara Jokowi pada hari pemilu menyatakan telah melihat hasil quick count 
sejumlah lembaga survei dan meminta masyarakat bersabar menunggu hasil yang 
akan diumumkan oleh KPU pada 22 Mei.

Dalam tanggapannya Maman Imanulhaq juga mengatakan "Cara menakut nakuti, 
mengerahkan people power, adalah cara yang tidak elegan, dan tak dituntun nilai 
agama kita. Jangan habiskan energi umat yang sudah merespons proses demokrasi 
dengan baik."

"Jangan mengklaim atas nama umat Islam dan jangan mengklaim atas nama kelompok 
masyarakat dan mengeluarkan seruan yang kontraproduktif untuk nilai 
persaudaraan dan nilai-nilai Islam itu sendiri. Kita menghormati proses dan 
menunggu dengan sabar, dan kita yakin umat Islam akan berkonsentrasi melakukan 
ibadah khusus di bulan Ramadan," tambahnya.
Hak atas fotoDETIK.COM/ISITIMEWAImage captionHabib Rizieq Shihab mendukung 
calon presiden Prabowo Subianto.
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan kejahatan dalam proses pemilu, Slamet 
Maarif, Ketua Ijtima Ulama 3, mengatakan," Kenapa kita peserta ijtima 
mengatakan ada kejahatan, krn ada perbuatan-perbuatan curang yang mengarah ke 
kejahatan. umpamanya menzalimi suara orang, memerintahkan suara hak orang, 
kemudian fakta-fakta di lapangan ditemukan bntuk kejahatan juga yang kita 
indikasikan terstruktur, sistematis, dan masif."

Sejauh ini kubu Prabowo-Sandiaga belum pernah menunjukkan metode penghitungan 
dalam klaim mereka bahwa capres nomor urut 02 itu menang dalam pemilu.

Tuduhan bahwa seolah-olah Ijtima Ulama ini berusaha menggiring opini bahwa 
seolah-olah Pemilu 2019 diwarnai kecurangan, ditolak mentah-mentah oleh 
penyelenggara Ijtima Ulama.

"Justru para ulama datang ke sini untuk memberikan ketenangan kepada umat," 
kata Bachtiar Nasir, panitia pengarah (steering comittee) "Ijtima Ulama dan 
Tokoh Nasional 3, Rabu (01/05) di Bogor, Jawa Barat.

Acara Ijtima Ulama 3, yang dihadiri orang-orang yang disebut sebagai ulama, 
pemuka masyarakat serta aktivis sejumlah ormas Islam ini, sejak awal menyebut 
sebagai pendukung pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Sandiaga Uno.

Suara pendukung

Bachtiar mengklaim kehadiran ulama justru untuk apa yang dia sebut sebagai 
upaya "meredam" suara-suara pendukung capres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang 
menganggap ada kecurangan pada penyelenggaraan pemilu tahun ini.

"Posisi kami harusnya diapreasiasi, karena ada arahan (dalam forum agar 
pendukung Prabowo) tenang, aman, tidak boleh ada chaos," kata Bachtiar.
Hak atas fotoED WRAY/GETTY IMAGESImage captionPendukung capres Prabowo Subianto 
menuduh penyelenggaraan Pemilu 2019 diwarnai kecurangan.
Sebelumnya, penyelenggara Ijtima (konsensus atau kesepakatan) ulama menyatakan 
acara ini bertujuan untuk menyikapi proses penghitungan dan rekapitulasi Pemilu 
2019.
Image captionPenjagaan di Ijtima 3 pada saat Prabowo Subianto hadir.
"Nanti kita akan cari solusi bagaimana menghadapi kecurangan yang ada baik 
secara syar'i ataupun konstitusional," kata Slamet Maarif, Ketua Ijtima Ulama 
III, sebelum acara dibuka.

Rekaman pidato Rizieq Shihab

Di acara itu, mereka mendengarkan laporan dari "jaringan di daerah" tentang 
kemungkinan adanya kecurangan di Pemilu 2019. Peserta juga mendengarkan rekaman 
pidato Rizieq Shihab yang diberi judul Maklumat Mekkah.

Panitia juga mengaku mengundang pakar hukum, IT serta ahli pidana untuk 
memberikan penilaian terhadap perkembangan terbaru terkait Pilpres 2019.

"Kita akan dengarkan juga paparan dari kalangan agama, kalangan ulama tentang 
hal-hal yang terjadi di Pilpres 2019, terutama masalah kecurangan," kata Slamet.

Dari paparan dari sisi hukum dan agama inilah, menurut Slamet, peserta Ijtima 
Ulama akan membahasnya sebelum akhirnya mengeluarkan rekomendasi di akhir acara.
Hak atas fotoDONAL HUSNI/NURPHOTO VIA GETTY IMAGESImage captionGerakan politik 
berbasis agama yang melibatkan massa ini digulirkan saat Pilkada Jakarta 2016, 
ketika calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituduh 
melecehkan Alquran terkait pernyataannya.
Dimintai tanggapan atas pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang 
mempertanyakan niat atau tujuan Ijtima Ulama 3 terkait penyelenggaraan Pemilu 
2019, Slamet mengatakan "apa salahnya kita mengevaluasi (pemilu 2019)."

Dia kemudian mengatakan bahwa ijtima ulama 1 dan 2 juga tidak terlepas dari 
hajatan politik Pemilu 2019. Dia menekankan, sikap politik dalam Ijtima Ulama 3 
merupakan bentuk kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
Image captionNeno Warisman, pendukung Prabowo-Sandiaga hadir dalam Ijtima 3..
"Yang penting tidak melanggar konsitusi yang ada," kata Slamet.

Ditanya wartawan apakah para ulama yang tergabung dalam Ijtima Ulama ini 
'ditunggangi' partai-partai politik pendukung Prabowo, Slamet mengatakan: "Ini 
kepentingan untuk bangsa dan agama."

Keberadaan acara Ijtima (kesepakatan atau konsensus) yang sudah berlangsung 
tiga kali, tidak terlepas dari gerakan politik yang melibatkan massa bernama 
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI pada 2016.
Hak atas fotoDONAL HUSNI/NURPHOTO VIA GETTY IMAGESImage captionKeberadaan acara 
Ijtima (kesepakatan atau konsensus) yang sudah berlangsung tiga kali, tidak 
telepas dari gerakan politik yang melibatkan massa bernama Gerakan Nasional 
Penjaga Fatwa (GNPF) MUI pada 2016.
Pengamat internasional puji KPU

Gerakan politik yang melibatkan massa ini didirikan saat Pilkada Jakarta 2016, 
ketika calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituduh 
melecehkan Alquran terkait pernyataannya.
Image captionPemantau pemilu internasional mengunjungi sejumlah TPS pada 17 
April lalu.
Saat itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang isinya bahwa 
Ahok menghina Alquran atau menghina ulama.

Sejumlah ormas Islam, di antaranya Front Pembela Islam (FPI), kemudian 
mendukung GNPF yang terus menyuarakan agar Ahok diadili.

Dalam perkembangannya, GNPF MUI berubah menjadi GNPF ulama setahun kemudian.. 
Dan menjelang pemilu 2019, gerakan politik ini kemudian menyatakan secara 
terbuka mendukung capres Prabowo Subianto, dengan menyodorkan cawapres 
alternatif.

Jalannya pemilu pada 17 April lalu juga diamati puluhan perwakilan 
kedutaan-kedutaan besar dan pemerhati pemilu internasional dalam Election Visit 
Program.

Rombongan tersebut antara lain memantau pemilu di Rutan Kelas 1 Cipinang, 
Jakarta, Panti Bina Laras Grogol, Jakarta Barat, juga TPS lain di daerah padat 
penduduk di Kemayoran dan Tambora, Jakarta.

Anthony Banbury, President dan CEO International Foundation for Electoral 
Systems (IFES) mengatakan dari pengamatannya, KPU sudah mengatur proses pemilu 
dengan baik.
Image captionPemantau pemilu internasional mengunjungi sejumlah TPS.
Banbury mengatakan proses pemilu di Indonesia berjalan berjalan dengan sangat 
lancar.

"Pemilu ini sangat fantastis. TPS terlihat di mana-mana, TPS-TPS kecil dengan 
maksimal 300 pemilih yang berdekatan," ujar Banbury.

  • [GELORA45] Ijtima Ulama ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke