Tiongkok di PBB Bentangkan Pendirian mengenai Persengketaan Ekonomi
 dan Dagang Tiongkok-AS

2019-05-18 14:16:52 http://indonesian.cri.cn/20190518/911d3bf3-1d93-35f9-9d38-73c326bbe950.html

Wakil Tetap Tiongkok untuk PBB Duta Besar Ma Chaoxiu hari Jumat kemarin dalam briefing pers tentang hubungan ekonomi dan dagang Tiongkok-AS di Markas Besar PBB di New York membentangkan secara menyeluruh keadaan konsultasi Tiongkok-AS sejak AS secara sepihak menimbulkan persengketaan pada bulan Maret 2018, menjernihkan kenyataan, memaparkan pendirin pihak Tiongkok, sementara membantah celaan AS yang tidak masuk akal. Briefing per situ dihadiri sekitar 100 wakil anggota PBB dan lembaga internasional.

 Ma Chaoxiu menyatakan, dalam pertemuan puncak pemimpin G20 di Buenos Aires Argentina pada tanggal 1 Desember tahun lalu, pemimpin Tiongkok dan AS mencapai kesepahaman penting, yaitu di atas dasar saling menguntungkan mengembangkan akerja sama, di atas dasar saling menghormati mengontrol persengketaan dan mendorong maju hubungan Tiongkok-AS yang bernada koordinatif, kooperatif dan stabil. Pihak Tiongkok selalu mempertahankan penyelesaian perselisihan melalui dialog, dan selalu membuka pintu perundingan, dengan kesabaran dan ketulusan semaksimum aktif berkonsultasi, dengan upaya sedapat mungkin mencari kesepakatan. Akan tetapi, pihak AS tak menghiraukan ketulusan dan aksi pihak Tiongkok, tak menghiraukan prinsip sama derajat dan saling menguntungkan, memberikan tekan dan menawarkan harga gila sehingga persengketaan perdagangan Tiongkok-AS meningkat dan mendatangkan bayangan gelap kepada hubungan ekonomi dan dagang kedua negara. Ini adalah hasil hegomonisme perdagangan AS dan tanggung-jawab sepenuhnya berada di pihak AS. Mengenai perang dagang, Tiongkok tidak ingin berperang, tapi mutlak tidak takut pada perang. Pihak Tiongkok tak pernah tunduk kepada tekanan ekstern manapun dan bertekad dan berkemampuan untuk membela hak dan kepentingan sahnya.


 Apa Kredibilitas AS?

http://indonesian.cri.cn/20190517/ae77db78-ed59-89f9-1cf2-9e3c14bdcecc.html
2019-05-17 16:09:49

Menurut informasi dari PBB, Tiongkok sebagai negara kedua terbesar pembayar iuran baru-baru ini telah melunasi iurannya yang merupakan 12,01 persen quota iuran konvensial PBB. Berkenaan itu, Jurubicara Sekjen PBB Stefan Dujrarrik dalam briefing pers secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Tiongkok dalam Bahasa Mandarin.

   Yang kontras, AS sebagai negara terbesar pembayar iuran PBB yang selalu menganggap dirinya lebih super sampai tanggal 1 Januari tahun ini masih menunggak iurannya sebanyak 381 juta dolar Amerika, dan tunggakan ongkos pemeliharaan perdamaian PBB dari AS melampaui 776 juta dolar Amerika. Sekjen PBB Guteres menunjukkan, tunggakan iuran pemeliharaan perdamaian dari AS kini melampaui sepertiga tunggakan total ongkos pemeliharaan perdamaian PBB.

  Perbandingan pembagian iuran PBB terutama ditentukan menurut kemampuan pembayaran berbagai anggotanya, dan biasanya dipertimbangkan secara terpadu faktor-faktur antara lain perbandingan PDB anggotanya dalam ekonomi dunia dan pendapatan perkapita dalam 3 hingga 6 tahun yang lalu.

  Volume total ekonomi AS kini melampaui 20 triliun dolar Amerika yang merupakan 24 persen ekonomi dunia, dan pendapatan perkapitanya melampaui 60 ribu dolar Amerika. Dengan demikian, AS seharusnya membayar 22 persen iuran konvensial PBB dan sekitar 28 persen ongkos pemeliharaan perdamaian. Akan tetapi, ekonomi maju terbesar di dunia itu dalam jangka panjang menunggak iuran dan dengan sombong menuntut penurunan iurannya dan terus mengganggu pekerjaan PBB dan urusan pemeliharaan perdamaian, dan menjadi penunggak yang menjijikkan di dunia.

  AS sewajarnya bukan tidak mampu melunasi tunggakan iurannya. Di latar belakangnya, itu merupakan peremehan AS terhadap organisasi international termasuk PBB, bertolak dari prinsipnya “dimanfaatkan kalau cocok, dibuang kalau tidak cocok” dalam mekanisme koordinasi multilateral, dan juga memperlihatkan pemikiran hegomonis “America First”.

  Umum dapat melihat dengan jelas bahwa “America First” yang dikhotbahkan pemerintah AS dengan sekuat tenaga padahal berarti menonjolkan kepentingan AS di atas peraturan internasonal, dan ini sesuai dengan unilateralisme dan politik kekuatan yang dianut AS dalam jangka panjang, tapi ini lebih radikal, terus terang dan terbuka.

   Pihak yang adil banyak mendapat bantuan dan pihak yang tidak adil tak mendapat dukungan. Di panggung globalisasi dan multipolarisasi dewasa ini, AS semakin menuju keterisolasian. Sedangkan, semuanya merupakan konsekwensi politik “America First” yang membelakangi arus sejarah. kedua negara seharusnya tidak membahas ulangkali tentng perbedaan sistem, harusnya mempertimbangkan bagaimana mengembangkan lebih lanjut tradisi kerja sama baik antara kedua negara.



---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke