14 Juni 2019 2:24 WIB

 

Polri, Keresahan Periksa Purnawirawan,

dan Peluru Tajam di Aksi 22 Mei [II] 

(Lanjutan dari "Polri, Keresahan Periksa ..... [I]) 




Sementara untuk kasus Kivlan, Tito mengatakan, dari hasil pemeriksaan para 
tersangka yang sudah ditangkap, terungkap adanya percobaan pembunuhan kepada 
empat tokoh nasional. 

 

“Tapi untuk masalah Bapak Kivlan Zen saya kira karena sudah banyak tersangka 
lain yang sudah ditangkap termasuk calon eksekutor senjatanya ada 4,” kata dia.

 





Pengakuan Tersangka Kepemilikan Senjata di Rusuh 

22 Mei. Foto: Basith Subastian/kumparan

 

Peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei

 

Selain itu, Polri juga tengah menghadapi tudingan menggunakan peluru tajam 
dalam penanganan kerusuhan 22 Mei. Tito belum bisa memastikan apakah yang 
melukai massa hingga memunculkan korban tewas merupakan peluru tajam.

 

Tito menjelaskan, butuh penanganan khusus untuk mengungkap adanya peluru tajam 
dalam penanganan kerusuhan 22 Mei. Termasuk, apakah peluru tajam itu pula yang 
menyebabkan para korban tewas.

 

“Ada luka tembak, ada masuk-keluar, ada luka tembak masuk. Kalau luka tembak 
masuk-keluar, tidak ada proyektil, pembuktian lebih sulit. Kecuali ada video, 
YouTube, dan lain-lain, yang menunjukkan tembakan berasal dari mana,” ucap Tito.

 

“Itu pun mungkin tidak bisa dilihat, dibedakan antara apakah itu peluru karet 
atau peluru tajam. Yang ditemukan oleh anak buah (saya) proyektil 5, (kaliber) 
56 mm dengan puliran 4 ke kanan dan (kaliber) 9 mm,” sambungnya.







Sejumlah pasukan kepolisian menembaki gas air mata ke arah kerumunan 

demonstran di Jakarta, Rabu (22/5/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

 

Tito menjelaskan masih perlu serangkaian uji balistik yang dilakukan terhadap 
senjata-senjata yang disita oleh polisi dari sejumlah kasus yang diungkap.

 

Bila dalam penyelidikan ditemukan indikasi peluru itu berasal dari senjata 
petugas, Tito akan menginvestigasi lebih dalam. Terutama mengungkap apakah 
penggunaan peluru itu sesuai dengan aturan atau tidak.

 

“Kalau ternyata itu keluar dari salah satu senjata aparat, maka kita akan 
investigasi apakah sesuai SOP. Apakah ekseksif atau pembelaan diri pembelaan 
diri diatur dalam pasal 48/49,” ujar Tito.







Komisioner Komnas HAM, Ahmad Tuafan di RSUD Tarakan. 

Foto: Efira Thanu/kumparan

 

Dugaan penggunaan peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei semakin santer 
terdengar saat Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengungkap dua dari delapan 
korban tewas kerusuhan 22 Mei akibat terkena peluru tajam. Komnas HAM mendesak 
Polri mengusut sesuai peraturan yang berlaku.

 

"Harus dicari siapa yang menembakkan peluru tajam itu. Karena memang betul dari 
8 yang meninggal tertembak itu, 4 diautopsi dan hanya 2 didapati pelurunya. 
Saya kira semua bisa meyakini bahwa itu pasti karena peluru tajam," ujar Taufan 
di Gedung DPR, Senayan, Kamis (13/6).



Menkumham Yasonna Laoly. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

 

Menkumham Yasonna Laoly turut angkat suara terkait dugaan penggunaan peluru 
tajam ini. Namun menurutnya, jenis peluru tajam yang ditemukan tak seperti 
standar peluru yang digunakan kepolisian.

 

"Saya tadi iseng-iseng bicara dengan Ketua Komnas di sini. Peluru tajam, polisi 
juga mengakui peluru tajam, tapi peluru tajamnya bukan standar Polri. Itu 
persoalannya," ujar Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Kamis (13/6).

 




Infog "Ricuh Aksi 22 Mei". Foto: Herun Ricky/kumparan

 

Yasonna menjelaskan, dalam penanganan kerusuhan 22 mei, aparat kepolisian dan 
TNI telah diperintahkan untuk tak menggunakan peluru tajam saat menghadapi 
massa. Ia berharap agar pihak kepolisian segera menjelaskan asal-usul peluru 
itu.

 

"Polri dan TNI diperintahkan tidak boleh bawa senjata (peluru) tajam, hanya 
peluru karet. Tapi sudahlah, serahkan ke polisi untuk jelaskan itu kepada 
publik. Kita semua awasilah secara konstitusional, Komisi III mengawasi," ucap 
dia.




https://kumparan.com/@kumparannews/polri-keresahan-periksa-purnawirawan-dan-peluru-tajam-di-aksi-22-mei-1rGsFvRb9tm

Kirim email ke