BERITA *Jumat, 14 Juni 2019*
*Tiga Hal Patut Dicermati Pemohon Sengketa Pilpres untuk Buktikan Dalil TSM* *Semua tindakan yang dianggap dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif itu harus bisa dibuktikan telah mempengaruhi hasil pemilu, sehingga memenangkan calon tertentu.* *Ady Thea DA* Proses penyelesaian permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2019 baik sengketa pemilu presiden (pilpres) maupun pemilu legislatif tengah berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Peserta pemilu yang keberatan dengan hasil Pemilu 2019 yang ditetapkan KPU telah mengajukan permohonan PHPU kepada MK. Salah satu peserta pemilu yang mengajukan permohonan PHPU presiden dan wakil presiden yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Pada 24 Mei 2019 lalu, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi telah mengajukan permohonan dan kemudian melakukan perbaikan permohonan belum lama ini. Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan pemohon PHPU dalam permohonannya kerap mendalilkan telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu. Karenanya, dalam petitum para pemohon meminta majelis MK antara lain mendiskualifikasi kandidat lain, menggelar pemungutan suara ulang atau rekapitulasi hitung ulang. “TSM ini harus dibuktikan pemohon. Jika pemohon menyebut ada kecurangan dalam pemilu yang sifatnya TSM, maka tidak bisa dinilai secara umum saja. Ada indikator TSM yang harus terpenuhi,” kata Veri dalam diskusi di Jakarta, Kamis (13/6/2019). Baca Juga: Tim Hukum Prabowo Dalilkan Lima Modus Kecurangan Pilpres Veri menjelaskan sedikitnya ada 3 indikator yang patut dicermati pemohon untuk membuktikan terjadinya TSM. *Pertama,* terstruktur yakni pelanggaran yang melibatkan penyelenggara pemilu, aparatur pemerintah dan keamanan. *Kedua,* sistematis yaitu pelanggaran tersebut sudah didesain sejak awal. *Ketiga,* meluas artinya terjadi secara menyeluruh di banyak tempat. “Satu per satu (indikator) itu harus dibuktikan,” sarannya. Selain landasan teoritis, Veri mengatakan penting bagi pemohon untuk melakukan proses pembuktian terjadinya pelanggaran bersifat TSM itu. Misalnya, ada tudingan aparatur pemerintah terlibat. Pemohon harus membuktikan apakah ada perintah yang diterbitkan dan isinya menginstruksikan aparat untuk memenangkan kandidat tertentu? Jika ada, apakah perintah itu dijalankan? Ketika perintah itu dijalankan apakah dilakukan secara masif? Semua tindakan itu harus mempengaruhi hasil pemilu. “Jika tidak mempengaruhi hasil pemilu, maka tidak masuk (TSM),” kata dia. Dari berbagai permohonan PHPU yang meminta MK melakukan diskualifikasi pasangan calon lain, Veri menghitung hanya 1 perkara yang dikabulkan yakni kasus pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat pada tahun 2010. Dalam Pilkada itu ada 2 kandidat, salah satunya mengajukan PHPU, MK mengabulkan permohonan itu, sehingga membatalkan kemenangan calon lainnya dan menetapkan pemohon sebagai kepala daerah terpilih. Veri menjelaskan dalam perkara itu pemohon mampu membuktikan terjadinya pelanggaran secara TSM yang mempengaruhi hasil pemilu. Menurut Veri, permohonan yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi cukup mumpuni dengan memuat landasan teori yang baik. Sayangnya, bukti yang disampaikan seperti pemberitaan media, dirasa tidak cukup kuat untuk meyakinkan majelis MK. Mengacu dokumen permohonan yang dilayangkan pertama kali oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi ke MK, Veri mencatat dari 37 halaman sebanyak 70 persen berisi teori hukum dan 30 persen kliping pemberitaan media. Dalam dokumen permohonan perbaikan, jumlahnya bertambah menjadi 148 halaman, 70 persen isinya berupa bukti dan 30 persen teori. “Dari 70 persen bukti itu sebagian merupakan pemberitaan media,” papar Veri. Veri yakin 9 hakim MK mampu menangani permohonan PHPU dengan baik. Kapasitas dan kualitas kesembilan hakim konstitusi itu tidak diragukan, selain ahli hukum tata negara mereka juga negarawan. Masing-masing pihak yang terlibat menurut Veri harus optimal memainkan peran dan fungsinya, sehingga MK bisa memutus perkara ini secara adil. “Para pihak sudah sepakat untuk memilih MK dalam menyelesaikan perselisihan pemilu. Kami harap MK memberikan putusan terbaik, dan semua pihak harus menerima konsekuensi apapun putusan MK,” harapnya. Dosen STIH Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan semua pihak tidak perlu khawatir dengan kemampuan MK menangani perkara PHPU. Terhitung sejak 2004, MK telah menangani sengketa hasil pemilu presiden. Proses persidangan PHPU presiden dan wakil presiden melalui dua tahap yakni pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pokok perkara. “Dalam pemeriksaan pendahluan, hakim konstitusi akan memeriksa permohonan dan jika ada yang belum lengkap, pemohon diminta untuk melengkapi,” ujar Bivitri. Perempuan yang disapa Bibip itu menilai permohonan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi cukup baik karena banyak mengutip teori hukum. Tapi, terpenting Pemohon harus membuktikan setiap dalil. Harus ada alat bukti yang mampu meyakinkan hakim. Salah satu petitum yang disampaikan Prabowo-Sandi yakni meminta MK mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma’ruf dengan alasan Ma’ruf diduga masih menjabat sebagai pejabat BUMN. “Semua dalil harus dibuktikan oleh pihak Prabowo-Sandi. Dan harus diukur apakah semua dalil itu berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilu?” *https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d03636f452f2/tiga-hal-patut-dicermati-pemohon-sengketa-pilpres-untuk-buktikan-dalil-tsm <https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d03636f452f2/tiga-hal-patut-dicermati-pemohon-sengketa-pilpres-untuk-buktikan-dalil-tsm>*