Selasa 03 September 2019, 07:15 WIB
Pakar UGM: RUU Pertanahan Abaikan Hak Bangsa dan Buka Peluang Korupsi
Usman Hadi - detikNews
Pakar UGM: RUU Pertanahan Abaikan Hak Bangsa dan Buka Peluang
KorupsiIlustrasi, kasus sengketa tanah. -- (Foto: Ari Saputra)
*Yogyakarta*- Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang rencananya
akan segera disahkan dianggap masih inkosisten dan tak berpihak kepada
masyarakat kecil. RUU ini justru dinilai berpotensi mengabaikan hak
bangsa dan membuka peluang korupsi.
"RUU ini (Pertanahan) belum berpihak pada masyarakat yang lemah posisi
tawarnya," tutur Guru Besar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Prof Maria SW.
Hal itu disampaikan Maria dalam diskusi RUU Pertanahan di Gedung Seminar
University Club UGM bertajuk 'ATR/BPN Goes to Campus', Senin (2/8/2019).
Hadir dalam acara tersebut Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang
(ATR), Himawan Arif.
*Baca juga:*Undang-undang Pertanahan Mau Direvisi, Ini Bocorannya
<https://finance.detik.com/read/2019/08/27/125202/4682668/1016/undang-undang-pertanahan-mau-direvisi-ini-bocorannya>
Maria mengatakan, RUU Pertanahan yang hendak disahkan kalangan
legislatif terkesan ingin mereduksi pasal-pasal yang ada di Undang
Undang Pokok Agraria (UUPA). Ia mencontohkan dalam RUU Pertanahan tidak
disebutkan hak bangsa.
"Di RUU ini tidak mengatur hak bangsa, meski negara punya hak mengatur
dan mengolah namun (tetap) bertanggungjawab untuk bangsa," sebutnya.
Tak hanya itu, dalam RUU ini juga disebutkan bahwa menteri berhak
mengolah dan memanfaatkan tanah negara lewat aturan yang dibuatnya.
Maria menganggap aturan tersebut membuka peluang munculnya penyelewengan
dan korupsi.
"RUU ini bisa membuka peluang korupsi, bahkan kewenangan pelaksanaan
(pemanfaatan tanah negara) tidak menyebut oleh siapa. Artinya objek yang
diatur ada, dan subyek yang mengatur kok nggak ada," ungkapnya.
*Baca juga:*Muncul Lagi Wacana Pembentukan Bank Tanah
<https://finance.detik.com/read/2019/08/29/162931/4685827/1016/muncul-lagi-wacana-pembentukan-bank-tanah>
Pakar Agraria UGM lainnya, Prof Nur Hasan Ismail, menyebut masih ada
sejumlah inkosistensi di dalam RUU Pertanahan. Sementara isi RUU
Pertanahan juga tidak menyinggung soal kepemilikan bersama hak atas tanah.
"Harus ada tim khusus yang mencermati konsistensi pasal-pasal dalam RUU
ini," terangnya.
Sekjen Kementerian ATR, Himawan Arif, menyebutkan kini hanya tinggal dua
item yang akan didiskusikan sebelum RUU Pertanahan sebelum disahkan.
"Presiden meminta agar sebelum periode DPR ini selesai, RUU sudah
disahkan," ujarnya.
Himawan mengklaim keberadaan RUU Pertanahan ini akan memperkuat UUPA,
dan RUU ini diyakini bisa mengatasi berbagai permasalahan pertanahan
seperti persoalan ketimpangan lahan, sengketa pertanahan, konflik
perbatasan dan lainnya.
*(ush/mbr)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com
