https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1616-resesi
*Selasa 10 September 2019, 05:10 WIB *
/*Resesi*/
*Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | podium
<https://mediaindonesia.com/podiums>*
<https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1616-resesi>
<https://twitter.com/intent/tweet?text=Resesi
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1616-resesi via
@mediaindonesia>
Resesi
<https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2019/09/91f262e75bf3b79f1c7abd910390e437.jpg>
/MI/
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
SUDAH lama resesi diperkirakan akan kembali melanda dunia. Namun,
sepertinya resesi itu akan tiba lebih awal. Resesi di AS yang
diperkirakan terjadi pada 2020 ternyata sudah mulai dirasakan sekarang
ini. Nilai imbal beli surat berharga 10 tahun AS sudah minus.
Hal yang sama terjadi di Eropa. Pertumbuhan ekonomi Jerman pada kuartal
II 2019 tercatat 0,0%. Pertumbuhan negatif di negara ekonomi paling kuat
di Uni Eropa itu sudah berlangsung empat kuartal berturut-turut. Itu
diperkuat data produksi industri negara-negara Uni Eropa yang tumbuh
minus 1,6% pada Juni 2019.
Kondisi tidak berbeda harus dihadapi Tiongkok. Pemupukan modal tetap di
negara itu mulai menurun. Angka penjualan ritel juga menurun. Bahkan
untuk pertama kali sejak 17 tahun terakhir, pertumbuhan produk industri
mencapai titik terendah.
Tidak usah heran apabila Singapura mengoreksi pertumbuhan ekonominya
pada tahun ini. Kementerian Keuangan Singapura memperkirakan pertumbuhan
ekonomi negaranya tidak lebih tinggi dari 1%. Lebih tepatnya hanya akan
mencapai 0,6%.
Tekanan ekonomi global pasti juga harus kita hadapi di Indonesia.
Kementerian Keuangan belum merilis perkiraan pertumbuhan ekonomi kita
tahun ini. Semua masih berharap pertumbuhan bisa tetap berada di angka 5%.
Namun, kita harus berani lebih realistis. Dengan perang dagang antara AS
dan Tiongkok yang belum jelas cara penyelesaiannya, tekanannya akan
mengimbas ke mana-mana. Turunnya kegiatan industri di seluruh dunia akan
mengimbas pada penurunan permintaan bahan baku. Padahal kekuatan ekonomi
kita terletak di sana.
Langkah yang perlu kita utamakan ialah mengoptimalkan potensi. Kita
harus lebih efisien memanfaatkan modal yang dimiliki. Sekarang ini
incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia di atas 6. Padahal
negara-negara di kawasan nilainya 5 ke bawah.
Rendahnya efisiensi menunjukkan ekonomi biaya tinggi masih terjadi.
Belum lagi ketidakpastian hukum mulai dari urusan tanah, tenaga kerja,
hingga tidak adanya penghormatan terhadap kontrak. Tidak adanya relokasi
industri ke Indonesia dalam situasi perang dagang antara AS dan Tiongkok
merupakan akibat dari tingginya inefisiensi di Indonesia.
Langkah kedua yang harus dilakukan ialah melakukan penghematan.
Penetapan anggaran belanja negara harus didasarkan pada kemampuan untuk
menarik pajak. Dalam situasi seperti sekarang, janganlah kita menerapkan
prinsip 'lebih besar pasak daripada tiang'.
Tugas yang selanjutnya penting dilakukan ialah menggerakkan ekonomi
masyarakat. Jangan lagi terlalu banyak larangan dan kesulitan bagi
investor untuk melakukan kegiatan usaha. Kita membutuhkan investasi agar
bisa membuat masyarakat mempunyai lapangan pekerjaan. Jangan lupa
investasi yang menghasilkan itu juga akan memberi manfaat pajak kepada
negara.
Terutama investasi yang menggerakkan perekonomian lebih besar harus kita
dahulukan. Kembali kita ingatkan mengenai pentingnya investasi
menghasilkan barang yang bisa diperdagangkan (tradeable goods) yang kita
butuhkan sekarang ini.
Selama empat tahun terakhir, pemerintah memang menggelontorkan dana
cukup besar untuk pembangunan. Akan tetapi, investasi yang kita lakukan
lebih bertumpu pada nontradeable goods sehingga multiplier effect-nya
sangat terbatas.
Sekarang kita harus mengundang pengusaha untuk fokus mengembangkan
industri manufaktur. Bahkan tidak salah apabila kita fokus pada produk
yang bisa menjadi subtitusi impor sebab hal itu bisa membuat masyarakat
memiliki lapangan pekerjaan sehingga mempunyai pendapatan dan menghidupi
keluarganya.
Dalam era deglobalisasi sekarang ini semua negara mencoba menyelamatkan
perekonomian dalam negeri masing-masing. Kita tidak boleh menjadi korban
dengan hanya menjadi pasar bagi produk dunia. Kita harus mampu membuat
banyak warga tetap menjadi manusia produktif.
Situasi resesi yang kita hadapi membutuhkan kebersamaan. Kita tidak
perlu saling menyalahkan karena memang penyebabnya datang dari luar.
Yang perlu dilakukan ialah bagaimana kita bisa terus menjaga harapan dan
menjadikan situasi ini sebagai momentum konsolidasi dan memperbaiki diri.
<https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1616-resesi>
<https://twitter.com/intent/tweet?text=Resesi
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1616-resesi via
@mediaindonesia>