1.:

HUKRIM Hukum

KPK Tetapkan Duo Nursalim Buron Kasus BLBI

Gravatar Image
Wafa Ul Adnan

07:44 - 1 October 2019

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
memasukkan tersangka kasus korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Sjamsul Nursalim dan Itjih
Nursalim ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya sudah meminta
bantuan kepada Polri untuk mencari dua orang tersebut.

“KPK telah memasukkan dua nama tersangka SJN [Sjamsul] dan ITN [Itjih]
dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). KPK mengirimkan surat pada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Up. Kabareskrim Polri perihal DPO
tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin
(30/9) malam.

Sebelumnya, Sjamsul dan Itjih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka
oleh KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan
kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku
obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sjamsul diduga menjadi pihak yang diperkaya
Rp4,58 Triliun.

Sjamsul dan Itjih Nursalim sendiri sudah dua kali dipanggil komisi
antirasuah KPK sebagai tersangka kasus korupsi SKL BLBI, pada Jumat
(28/6) dan Jum’at (19/7). Namun, bos PT Gajah Tunggal Tbk dan isterinya
itu mangkir tanpa surat keterangan maupun alasan ketidakhadiran.

Febri menjelaskan surat panggilan untuk tersangka telah dikirimkan ke
lima alamat baik di Indonesia maupun Singapura.

Teruntuk Indonesia, surat panggilan dikirim ke rumah tersangka yang
beralamat di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan.

Sementara untuk Singapura, surat panggilan dikirim ke 20 Cluny Road,
Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West, 9 Oxley
Rise, The Oaxley, dan 18C Chatsworth Rd.

Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga
meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) mengumumkannya di
papan pengumuman kantor KBRI Singapura.

“KPK juga meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau
(CPIB), Singapura,” ucap dia.

Sejak 10 Juni 2019, kata Febri, pihaknya telah memeriksa 30 saksi dalam
penyidikan untuk tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim. Beberapa di
antaranya ialah eks Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan
Industri RI Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie.

Febri menambahkan, secara paralel tim KPK juga sedang menjadi pihak
ketiga dalam gugatan perdata tersangka Sjamsul Nursalim terhadap Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) di Pengadilan Negeri Tangerang.

Febri menyatakan pihaknya memiliki kepentingan untuk mempertahankan
laporan hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya kerugian negara
senilai Rp4,58 triliun dalam kasus BLBI.

“Saat ini KPK tengah menunggu panggilan sidang untuk proses
selanjutnya, yakni pemeriksaan perkara,” kata dia.

KPK, lanjut Febri, masih terus berupaya menuntaskan penanganan perkara
ini.

“KPK akan terus berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya, termasuk
dalam penanganan kasus korupsi yang menjadi perhatian publik dengan
nilai kerugian keuangan negara cukup besar ini,” tegasnya.

Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail pernah menyampaikan bahwa
kliennya masih berada di Singapura. Namun menurutnya, keberadaan
Sjamsul di Singapura bukan karena cemas menghadapi kasus yang ditangani
KPK itu.

“Itu yang pokok bukan persoalan kekhawatiran menghadapi perkara, selama
ini karena soal kesehatan,” kata Maqdir saat memberikan keterangan di
Jakarta, Rabu (18/6).

Terkait kapan Sjamsul akan pulang ke Indonesia, Maqdir mengatakan semua
tergantung dokter yang memeriksa.

“Ya, tentu saja pulang atau tidak tergantung kesehatan beliau apakah
memang oleh dokter boleh untuk pulang atau tidak pulang. Itu yang saya
tahu,” katanya.

Maqdir mengatakan Sjamsul berada di Singapura sejak 2001 silam. Sejak
saat itu juga, kliennya belum pernah kembali ke Jakarta. (mb/cnn
indonesia)




2.:

BPJS Melambung Tinggi, Serikat Buruh Tolak Kenaikan Iuran

Oktober 1, 2019 10:35


Jakarta, Aktual.com – KSBSI dan KSPI menolak rencana pemerintah
menaikkan iuran asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Presiden KSBSI Andi Ghani Nena Wea menuturkan, bahwa rencana
kenaikan iuran BPJS Kesehatan perlu ditinjau ulang.

”Sangat berpengaruh kepada buruh dan rakyat,” ujarnya ditulis Selasa
(1/10).

Menurutnya dengan kenaikan mencapai 100 persen, tentunya tanggungan
hidup akan semakin berat terutama bagi buruh. “Sangat terasa karena
harus menanggung semua anggota keluarga. Terlebih buruh yang hidup di
daerah dengan upah minimum regional (UMR) rendah,” katanya.

Sementara itu menurut Presiden KSPI Said Iqbal bahwa besarnya porsi
untuk iuran BPJS setiap bulan bisa berdampak pada penurunan daya beli
buruh. Karena itu, dia berharap rencana tersebut dibatalkan. Setidaknya
untuk kelas III.

”Untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS mulai
tahun depan. Kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas II
Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas III Rp 25.500 menjadi Rp
52.000,” ungkapnya. (Abdul Hamid)



3.:

Proyek Utama Oligarki Taipan BLBI Adalah Menghancurkan UUD 1945

September 30, 2019 09:55


Jakarta, Aktual.com – Sejarah umat manusia membuktikan bahwa titik
tolak dalam mengambil alih kedaulatan atau kekuasaan atas suatu negara
oleh pemodal adalah dengan mengambil alih bank sentral negara tersebut.
Cara untuk mengambil alih bank sentral adalah dengan menciptakan
kekacauan dan krisis ekonomi di negara tersebut.

Pada saat krisis dan kemelut politik, pemilik modal datang sebagai dewa
penyelamat dan menawarkan solusi. Apa solusinya? privatisasi bank
sentral. Bagaimana caranya? dengan menjadikan bank sentral independen.

Privatisasi melalui independensi bank sentral atau bank Indonesia (BI)
menjadi landasan dalam penjarahan keuangan negara Indonesia.
Independensi BI merupakan tonggak awal dalam membuat kebijakan agar
para pemodal yakni para oligarki taipan Indonesia dalam menjarah
keuangan negara dengan sesuka hati mereka.

Hal itulah yang dilakukan oleh para oligarki Taipan BLBI, mereka
membiayai reformasi termasuk di dalamnya regulasi tentang independensi
BI atau privatisasi BI, agar mereka dengan leluasa membuat kebijakan
menjarah uang negara.

Segera setelah lahirnya UU BI tahun Mei 1999, yang menjadikan BI
sebagai lembaga Independen, secepat kilat mereka mengubah utang swasta
yakni utang para oligarki taipan BLBI menjadi utang rakyat. 

Tidak tanggung tanggung utang swasta yang diibahkan menjadi utang negara
atau menjadi utang rakyat senilai Rp. 630 triliun lebih. Bangsa
Indonesia harus membayar angsuran dan bunga utang tersebut hingga Rp.
14 ribu triliun.

Ini jelas skandal yang besar yang sewaktu waktu bisa terbongkar. Oleh
karena itu maka para oligarki taipan BLBI bergerak lebih jauh dengan
menghancurkan konstitusi bangsa yakni UUD 1945.

Dengan hancurnya konstitusi maka bangsa itu akan kehilangan segala
galanya dan jatuh kepercayaan diri serta kehilangan spirit dan
moralnya. Dengan demikian maka bangsa itu akan menjadi hamba sahaya
para oligarki taipan BLBI. Intinya UUD harus hancur, karena para
oligarki taipan BLBI tidak memerlukannya.

UU tentang Bank Indonesia (BI) yang idependen yang disyahkan pada Mei
1999, adalah skandal paling nyata yang menjadi tonggak awal perampokan
uang dan kekayaan rakyat Indonesia.

Bayangkan UU yang mengatur independensi bank Indonesia dibuat tanpa ada
landasan konstitusinya. Mengapa ? karena UUD amandemen yang mengatur
tentang Independensi Bank Sentral baru disyahkan pada tahun 2002 yakni
pada amandemen IV.

“Jadi UU yang mengatur Independensi BI tidak memerlukan UUD sebagai
landasannya. Ini adalah skandal besar dan kerusakan nyata di depan mata
bangsa Indonesia” 

Padahal UU tentang independensi BI adalah kunci dalam menjarah uang
suatu bangsa dengan dengan mengambil alih bank sentralnya dengan cara
menjadikan bank sentral sebagai lembaga independen yang tidak boleh di
intervensi.

Dengan demikian, posisi bank sentral yang independen menjadikannya
sebagai bank swasta yang dikontrol oleh para pemodal.

Meskipun amandemen UUD 1945 dibaiayai dengan uang BLBI, akan tetapi
Para oligarki Taipan BLBI sebetulnya tidak terlalu peduli dengan UUD
amandemen tersebut.

UUD amandemen tidak sepenuhnya mereka jadikan sebagai landasan dalam
menjalankan project pengerukan terhadap uang dan kekayaan Indonesia.

Bagi oligarki taipan BLBI, amandemen UUD dimaksudkan untuk
menghancurkan Filosofi, Ideologi dan konstitusi Indonesia.

Setelah semuanya hancur maka bangsa Indonesia tidak lagi memiliki
landasan dalam memperjuangkan hak haknya sebagai bangsa. Dengan
demikian para oligarki Taipan BLBI dapat dengan leluasa merampok
keuangan negara dan kekayaan bangsa.

UU tentang Bank Indonesia (BI) yang idependen yang disyahkan pada Mei
1999, adalah skandal paling nyata yang menjadi tonggak awal perampokan
uang dan kekayaan rakyat Indonesia.

Bayangkan UU yang mengatur independensi bank Indonesia dibuat tanpa ada
landasan konstitusinya. Mengapa ? karena UUD amandemen yang mengatur
tentang Independensi Bank Sentral baru disyahkan pada tahun 2002 yakni
pada amandemen IV.

“Jadi UU yang mengatur Independensi BI tidak memerlukan UUD sebagai
landasannya. Ini adalah skandal besar dan kerusakan nyata di depan mata
bangsa Indonesia” 

Tidak tanggung tanggung utang swasta yang diibah menjadi utang negara
atau menjadi utang rakyat senilai Rp. 630 triliun lebih. Bangsa
Indonesia harus membayar angsuran dan bunga utang tersebut hingga Rp.
14 ribu triliun.

Ini jelas skandal yang besar yang sewaktu waktu bisa terbongkar. Oleh
karena itu maka para oligarki taipan BLBI bergerak lebih jauh yakni
menghancurkan konstitusi bangsa yakni UUD 1945.

Dengan hancurnya konstitusi maka bangsa itu akan kehilangan segala
galanya dan jatuh kepercayaan diri serta kehilangan spirit dan
moralnya. Dengan demikian maka bangsa itu akan menjadi hamba sahaya
para oligarki taipan BLBI. Intinya UUD harus hancur, karena para
oligarki taipan BLBI tidak memerlukannya.

UU tentang Bank Indonesia (BI) yang idependen yang disyahkan pada Mei
1999, adalah skandal paling nyata yang menjadi tonggak awal perampokan
uang dan kekayaan rakyat Indonesia.

Bayangkan UU yang mengatur independensi bank Indonesia dibuat tanpa ada
landasan konstitusinya. Mengapa ? karena UUD amandemen yang mengatur
tentang Independensi Bank Sentral baru disyahkan pada tahun 2002 yakni
pada amandemen IV.

“Jadi UU yang mengatur Independensi BI tidak memerlukan UUD sebagai
landasannya. Ini adalah skandal besar dan kerusakan nyata di depan mata
bangsa Indonesia”

Padahal UU tentang independensi BI adalah kunci dalam menjarah uang
suatu bangsa dengan dengan mengambil alih bank sentralnya dengan cara
menjadikan bank sentral sebagai lembaga independen yang tidak boleh di
intervensi.

Dengan demikian, posisi bank sentral yang independen menjadikannya
sebagai bank swasta yang dikontrol oleh para pemodal.

Meskipun amandemen UUD 1945 dibiayai dengan uang BLBI, akan tetapi
Para oligarki Taipan BLBI sebetulnya tidak terlalu peduli dengan UUD
amandemen tersebut.

UUD amandemen tidak sepenuhnya mereka jadikan sebagai landasan dalam
menjalankan project pengerukan terhadap uang dan kekayaan Indonesia.

Bagi oligarki taipan BLBI, amandemen UUD dimaksudkan untuk
menghancurkan Filosofi, Ideologi dan konstitusi Indonesia.

Setelah semuanya hancur maka bangsa Indonesia tidak lagi memiliki
landasan dalam memperjuangkan hak haknya sebagai bangsa. Dengan
demikian para oligarki Taipan BLBI dapat dengan leluasa merampok
keuangan negara dan kekayaan bangsa. 

UUD amandemen 2002 hanyalah untuk mengacaukan sistem negara semata.
Operasi mereka dijalankan tanpa atau dengan UUD. Dengan demikian maka
bangsa indonesia tidak dapat menggugat penjarahan yang dilakukan oleh
oligarki taipan dikarenakan tidak ada landasan UUD yang dapat
digunakannya, karena UUD nya Rusak.

Oleh karena itu kembalilah kepada UUD 1945 asli, jangan terjebak dalam
proyek para oligarki taipan BLBI yakni pengrusakan konstitusi melalui
amandemen.

Oleh : Salamuddin Daeng
(Abdul Hamid)



 



  • [GELORA45] BLBI, Iuran BP... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]

Kirim email ke