Salamuddin Daeng: Kok Sekarang Jadi Chaos Lagi ?
Pemerintah menyerahkan tanggung jawab untuk merestrukturisasi NPL dan
menjual aset dan bank ke lembaga khusus, BPPN. Dari sinilah oligarki
taipan mencengkeramkan kuku kukunya dalam kembali membawa uang uang
mereka masuk ke Indonesia, membeli aset aset mereka kembali secara
murah, menancapkan supremasi secara ekonomi dan mendapatkan kekuasaan
politik sekaligus dengan membeli semua aktor aktor reformasi.

 

Nesare: pertama apa yang ingin bung paparkan, argue kan dan diskusikan? Kedua 
saya langsung kepaling bawah tulisan Salamuddin Daeng ini. Dia adalah seorang 
ekonom. Katanya at least dari internet barusan saya lakukan bilang Salamuddin 
Daeng adalah engamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI). 
Saya gak tahu ini think tank ekonomi apa. Tetapi dari tulisan nya yang satu 
ini, saya berkesimpulan dia bukan menulis sbg seorang ekonom. Dia menulis sbg 
seorang yg bermain politik. Mungkin lebih sbg seorang aktifis drpd seorang 
ekonom. Juga gak tahu apa latar belakang pendidikan ekonominya.

 

Paragraph terakhirnya ketika dia menulis ttg oligarkhi taipan itu saja sudah 
menunjukkan ketidak mengertiannya ttg arti oligarkhi itu sendiri. Persoalan di 
RI itu oligarkhi itu bukan pebisnis saja, tetapi campur aduk tumpang tindih 
berbagai elite baik politik maupun duit. Ini kesalahan fatalnya si Daeng ini. 

 

Diawal2nya dia sendiri menulis ttg penjarahan dimulai dari Program 
rekapitalisasi bank swasta diluncurkan oleh BPPN pada bulan September 1998. Ini 
mah salah besar. Penjarahan sudah berlangsung sejak Orba. Kalau mau ditelusuri 
lebih jauh lagi, malahan sudah sejak VOC ada dibumi nusantara.

 

Koq sekarang ributnya sama Taipan?

Ada apa ini?

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> 
Sent: Friday, October 4, 2019 7:17 AM
To: GELORA45@yahoogroups.com; nasional-l...@yahoogroups.com
Subject: [GELORA45] pemilu dan oligarki

 

  

Sebagai bahan penganalisaan msl ekonomi politik diperlukan narasi
pengetahuan dan perkembangan sejarah pertumbuhannya. Tinjauan oleh
Salamuddin Daeng berikut ini bisa membantu penganalisaan yang
cukup menyeluruh dan secara lebih mendalam. Hingga sangat tampak
adanya dugaan skenario membuat kacau pelaksanaan pemilu.
Pertanyaannya oligarki siapa yang diuntungkan kali ini?
Selamat mempelajarinya.
Lusi.-

Voice of Freedom

CHAOS dan PENJARAHAN UANGT RAKYAT

Oleh : Salamuddin Daeng

Oktober 3, 2019 10:35

Jakarta, Aktual.com – Tengok sejarah penjarahan keuangan Indonesia
dalam peristiwa chaos 1997/1998. Chaos meliputi kekacauan konstitusi
dengan dimulainya amandemen UUD 1945, pembuatan berbagai UU neoliberal
yang kacau, dan kekacauan sosial yang terjadi di seluruh tanah air.

Dari peristiwa itu kita akan belajar bagaimana penjarahan terhadap
kekayaan keuangan bangsa Indonesia, yang selanjutnya pihak yang
menjarah menjadi buffer beroperasinya reformasi hingga saat ini.

(1) sekilas tidak terlalu penting

Proses penjarahan dimulai dari Program rekapitalisasi bank swasta
diluncurkan oleh BPPN pada bulan September 1998 ditengah kekacauan
politik. Bank-bank tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan audit oleh perusahaan akuntansi internasional melalui
penyesuaian yang didukung instutusi internasional IFI.

Ketiga kelompok bank tersebut yakni ; CAR bank kategori A berada di
atas cut-off 4%, dan diizinkan untuk melanjutkan operasi. Itu antara 4%
dan –25%, Kategori B, adalah kandidat untuk program rekapitalisasi
asalkan mereka pemilik/pemegang saham dapat menyuntikkan 20% modal
baru yang diperlukan untuk mencapai CAR 4%.

Bank dengan CAR kurang dari –25% dimasukkan ke dalam Kategori C dan
pemilik/pemegang saham mereka diberi waktu untuk menyuntikkan sejumlah
ekuitas yang cukup untuk mendorong mereka ke Kategori A atau B, yang
memenuhi syarat bank-bank ini untuk program rekapitalisasi. Bank-bank
Kategori B dan C yang pemilik/pemegang sahamnya tidak dapat
menyuntikkan modal yang diperlukan harus diambil alih oleh BPPN atau
ditutup.

Hasil audit diumumkan pada bulan Maret 1999. Ditemukan bahwa dalam
Kategori A, 73 bank memiliki CAR minimal 4% dan karenanya tidak
termasuk dalam program kapitalisasi.

Dalam Kategori B, sembilan bank akan direkapitalisasi, asalkan
pemiliknya memenuhi persyaratan; tujuh akan diambil alih oleh BPPN; dan
38 ditutup. 17 bank Cateogry C yang tersisa dengan CAR di bawah –25%
dinilai bangkrut tanpa prospek mendapatkan kembali kelayakan finansial.

Intinya krisis perbankkan yang terjadi akibat bank “dijarah” oleh
pemiliknya sendiri harus ditanggung oleh negara. Karena negara
dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan
politik yang terjadi.

Sehingga Negara harus membiayai sumber krisis yakni membiayai penuh
pemulihan bank, membayar utang bank bank yang kolaps, negara mengganti
uang nasabah, negara menanggung seluruh kerusakan ekonomi, padahal
semua itu terjadi akibat kejahatan keuangan para bankir.

(2) Bagian yang Penting

Total obligasi senilai Rp 648 triliun diterbitkan oleh pemerintah untuk
rekapitalisasi bank. Dari jumlah tersebut sekitar Rp 430 triliun adalah
dalam bentuk obligasi rekapitalisasi. Tambahan Rp 218 triliun
dikeluarkan untuk BI sebagai penyelesaian biaya kepada BI atas dukungan
likuiditas BLBI untuk bank-bank pada puncak krisis.

Apa itu BLBI? BLBI adalah dukungan likuiditas dari BI — dalam perannya
sebagai pemberi pinjaman terakhir — kepada bank-bank bermasalah untuk
menjaga sistem perbankan tetap berfungsi dalam menghadapi pergerakan
bank besar-besaran selama krisis.

BI menyediakan total Rp 164,5 triliun, di mana 144,5 triliun pergi ke
48 bank yang ditangguhkan dan sisanya ke Bank negara EXIM. Untuk bank
yang diambil alih oleh BPPN, dukungan BLBI dikonversi menjadi ekuitas
(kewajiban pemerintah) oleh pemerintah, sehingga tidak lagi tampak
sebagai hutang dalam neraca bank.

Hal ini mengakibatkan pengalihan kepemilikan bank kepada pemerintah,
yang memulihkan kasnya saat bank dijual oleh BPPN. Namun, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan melalui audit bank-bank penerima
oleh perusahaan-perusahaan internasional, beberapa bulan setelah
pemberian dukungan, penyalahgunaan sebagian besar dana BLBI.

Jika penjualan BPPN tidak dapat membiayai kerugian, ini akan menjadi
beban wajib pajak. Pemerintah dan BI sedang berusaha mencapai
kesepakatan tentang pembagian beban.

Dari Rp. 144,5 triliun BLBI Yang dicairkan ke sekitar 48 bank swasta,
audit menemukan bahwa 96% berpotensi hilang atau tidak dapat
dipulihkan, 59% disalahgunakan, memberikan pinjaman tanpa agunan yang
cukup, dan hanya Rp. 35 triliun dapat dipertanggungjawabkan dan sekitar
Rp12 triliun telah diamankan dengan baik.

Empat bank yakni Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Central
Asia (BCA), Bank Danamon dan Bank Umum Nasional (BUN), menyumbang dua
pertiga dari total dana BLBI.

Kembali lagi ke Obligasi rekap. Obligasi pemerintah ini mengandung
masalah yakni stok utang yang besar, biaya bunga untuk anggaran program
ini juga sangat tinggi (suku bunga obligasi bervariasi dari 10-16,5%);
dan beberapa pembayaran bunga (pada apa yang disebut “obligasi lindung
nilai”) dalam mata uang asing yang rawan terdepresiasi.

Obligasi rekap menyediakan sumber pendapatan utama bagi banyak bank.
Dengan alasan tanpa sumber pendapatan ini mereka akan kesulitan
membayar bunga atas simpanan. Karena itu peran dan tanggungjawab
pemerintah dipandang sebagai keharusan, sehingga obligasi
rekapitalisasi merupakan beban yang berkelanjutan bagi pemerintah.
Sampai sekarang pemerintah membebankan kepada rakyat. Enak benar ya?

(3) sekedar untuk diingat

Sebagaimana dicatat, program restrukturisasi dan rekapitalisasi — usaha
yang sangat sensitif secara politis – dilaksanakan di bawah empat
presiden yang berbeda, dan melalui perubahan mendasar dalam sistem
politik. Karena skandal ini menjadi ukuran keberhasilan kinerja dan
hasil dari pemerintah (dan Program). Kesuksesan skandal ini telah
diberi penghargaan sebagai proses yang hebat dalam orde reformasi ini.

Proses ini dimulai di bawah Presiden Soeharto dengan sistem
presidensial terpusat memutuskan penutupan 16 bank awal (November
1997), keputusan tentang jaminan menyeluruh dan pendirian BPPN (Januari
1998), dan pemindahan kelompok pertama PT bank ke BPPN.

Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto, restrukturisasi dan
rekapitalisasi dilanjutkan di bawah Presiden Habibie, diikuti kemudian
oleh Presiden Wahid dan selanjutnya Megawati.

Sistem politik berkembang menjadi-jadi semakin majemuk, dengan peran
yang lebih besar dimainkan oleh Parlemen dan partai-partai politik yang
terwakili di sana — seluruhnya terlibat langsung pada proses
restrukturisasi dan rekapitalisasi. Mulailah proses ini menjadi
bancakan preman politik reformasi dalam situasi yang kisruh.

Dengan berbagai alasan akhirnya biaya rekapitulasi dibebankan
seluruhnya kepada pemerintah. Setelah operasi bendera palsu “selimut
jaminan” yang diberikan oleh pemerintah gagal menyelamatkan 16 bank
swasta yang terpaksa ditutup pada bulan November 1997. Hasilnya biaya
rekapitalisasi adalah tanggung jawab penuh pemerintah.

Biaya-biaya ini termasuk pembayaran bunga berkelanjutan pada obligasi
rekapitalisasi, yang merupakan biaya bagi pemerintah kepada publik
Indonesia; Bagian lain (sangat signifikan) dari suntikan likuiditas
BLBI tidak pernah dilunasi oleh bank pemilik; dan sebagian terkait
kerugian yang terjadi dalam disposisi NPL (perbedaan antara buku mereka
nilai dan harga pasar pada disposisi). Skandal berlipat ganda.

Secara operasional, penjarahan uang bangsa Indonesia dilalukan melalui
BPPN. Beragam aset yang dimiliki BPPN yang mencakup (i) aset yang
diserahkan atau dijaminkan oleh mantan pemegang saham bank beku
terhadap pembayaran kembali kredit likuiditas (kewajiban BLBI); (ii)
NPL dari bank swasta dan bank milik negara; (iii) dan saham di bank
bermasalah.

Semua dalam semua, aset di bawah kendali BPPN selama periode
(1999-2002) secara kasar dihargai lebih dari Rp 500 triliun atau lebih
dari $ 55 miliar, lebih dari 55% dari PDB Indonesia. Ingatlah mereka
pernah membebani utang pada negara hingga separuh PDB indonesia dalam
sekejap!

(4) Kok Sekarang Jadi Chaos Lagi ?

Pemerintah menyerahkan tanggung jawab untuk merestrukturisasi NPL dan
menjual aset dan bank ke lembaga khusus, BPPN. Dari sinilah oligarki
taipan mencengkeramkan kuku kukunya dalam kembali membawa uang uang
mereka masuk ke Indonesia, membeli aset aset mereka kembali secara
murah, menancapkan supremasi secara ekonomi dan mendapatkan kekuasaan
politik sekaligus dengan membeli semua aktor aktor reformasi. Reformis
gadungan-Istilah dulu kaum pergerakan.

Oligarki taipan penerima dana rekap dan dana BLBI kembali dengan
segunung kekayaan hasil melarikan uang ke luar negeri. Meski sebagian
besar kekayaan mereka disimpan di luar negeri di bank bank asing, di
negeri negeri surga pajak, namun tetap uang yang mereka bawa ke
Indonesia merupakan jumlah yang cukup untuk membeli kembali aset aset
mereka, jumlah yang cukup untuk menguasai kembali sektor keuangan,
perdagangan, sumber daya alam, hingga bisnis ritel.

Oligarki taipan rule of the jungle reformasi. Mereka membeli partai
politik, membeli media massa, membiayai LSM dan ormas, mengatur
sirkulasi pejabat negara pada semua institusi penting dan institusi
yang uangnya banyak. Dengan kekuasaan itu oligarki taipan semakin
leluasa menumpuk kekayaan, menguasai proyek proyek pemerintahan,
belanja negara, dan mega proyek yang dijamin dengan APBN. Mereka juga
menguasai tanah, tambang, pembangkit listrik hingga properti.

Dalam politik oligarki taipan adalah penentu kemenangan dalam pemilu,
Pilkada dan pilpres. Mereka sudah menentukan pemenang pemilu legislatif
dan pemenang pilpres jauh sebelum pemilu dilaksanakan. Semua dalam
rangka memuluskan jalannya reformasi yang membuat aliran keuangan
mereka semakin lancar.

ANEHNYA PEMILU DAN PILPRES SEKARANG KACAU, PADAHAL RAKYAT MENGINGINKAN
PEMILU DAN PILPRES YANG JUJUR, BUKAN YANG KACAU. SANGAT TAMPAK SEKALI
ADANYA DUGAAN SKENARIO MEMBUAT KACAU PELAKSANAAN PEMILU. SIAPA YANG
BERKEPENTINGAN DENGAN KEKACAUAN INI?

Oleh : Salamuddin Daeng

(Abdul Hamid)



Kirim email ke