Surat Terbuka Untuk:1. Yth. Seluruh Rektor Universitas/Pimpinan Perguruan 
Tinggi Se Indonesia.2. Yth. Segenap Mahasiswa Universitas /Perguruan Tinggi Se 
Indonesia. Dengan hormat,
Sebagai purnawirawan TNI yang ditahun 1998 mengetahui secara langsung bagaimana 
mahasiswa melakukan demo, kepada tersebut alamat perkenankan saya menyampaikan 
pendapat sebagai berikut:
1. Sungguh keliru secara fatal kalau ada tokoh dan apalagi pejabat pemerintah 
yang men “stigma” bahwa Demo Mahasiswa belakangan ini tidak lagi murni sebagai 
GERAKAN MORAL dan atau telah DITUNGGANGI pihak lain. Memang betul ada pihak 
lain yang nimbrung ikut demo bersama Mahasiswa, tapi tidak berarti bahwa Demo 
Mahasiswa yang tergelar serentak disejumlah kota dengan tuntutan tunggal yaitu 
Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK telah ditunggangi kepentingan pihak lain.
2. Bahwa terdapat perbedaan mendasar atas latar belakang dan tujuan dari Demo 
Mahasiswa ditahun 1998 dahulu dengan Demo Mahasiswa belakangan ini, oleh 
karenanya dengan hormat kepada tersebut alamat disarankan untuk menguji  dengan 
mendasarkan pada fakta lapangan yang berkembang saat ini, tepat tidaknya kalau 
Demo Mahasiswa dilanjutkan khususnya menjelang Pelantikan Presiden terpilih 
pada tanggal 20 Oktober 2019 mendatang,  agar Demo Mahasiswa sebagai GERAKAN 
MORAL  tidak masuk dalam kepentingan dan apalagi jebakan pihak-pihak tertentu 
yang hendak menghacurkan demokrasi.
3. Bahwa fakta yang berkembang saat ini, dapat dijelaskan dan dianalisa sebagai 
berikut:
a. Bahwa berbeda dengan perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru, dalam reformasi 
1998 bangsa ini tidak melakukan “potong generasi” atau pembersihan dari Pelaku 
dan Isme Orde Baru. Yang terjadi isme Orba terus berlanjut, dan orang-orang 
lama tak terkecuali yang bermasalah dalam KKN dan kejahatan kemanusiaan 
lainnya, justru belakangan malah kembali dipanggung politik nasional. Kondisi 
tersebut telah membuat selama 21 tahun di era reformasi, bangsa ini terus 
terlibat “TURBULENSI” Elit, bak membakar OBAT NYAMUK Jadul.
b. Bahwa, praktek oligharkhi kekuasan oleh pemegang capital melalui kaum 
politisi  begitu kasat mata dipertontontan didepan publik. Akhirnya sendi-sendi 
demokrasi menjadi lumpuh dan penampilan demokrasi kita jauh dari harapan 
rakyat. Bagaimana mungkin dalam negara demokrasi, dimana Presiden dan DPR 
dipilih melalui Pemilu sepanjang 5 tahun, tiada hari tanpa DEMO, lantas untuk 
apa ada DPR yang anggotanya dipilih lewat Pemilu.
c. Bahwa sebagai bangsa sungguh beruntung, karena Presiden Jokowi kemudian 
berani tampil memberi contoh dalam menghadapi praktek MAFIA seperti dalam 
pembubaran Petral dan Mega Korupsi lainnya. Namun demikian, bagi pejabat 
dilapangan terlebih dijajaran penegak hukum dipastikan mustahil berani mengusik 
bisnis illegal kaum Mafioso yang ada disekitar dirinya, karena tidak ada 
jaminan bagi mereka untuk tidak di “NON JOB” kan atau dipindah ke tempat yang 
“kering” dan jauh dari keluarga, apalagi mereka tahu bahwa atasan mereka begitu 
dekat dengan sang MAFIOSO.
d. Disanalah maka kondisi “Dimana-mana Mafia - Mafia Dimana-mana” dalam 
prakteknya juga masih utuh dan dalam banyak hal malah tambah menjadi-jadi.  Dan 
karenanya maka, ketika secara mendadak DPR RI menggunakan Hak inisiatif dengan 
mengajukan RUU Perubahan UU KPK yang diproses hanya dalam hitungan belasan 
hari, tanpa harus digerakkan oleh siapapun, niscaya Mahasiswa akan turun 
kejalan.
e. Maka persoalan mendasar yang harus dipahami tersebut alamat bersama segenap 
civitas akademika lainnya adalah perlunya mengetahui apa tujuan dan kepentingan 
sesaat dibalik pengajuan Hak Inisiatif RUU Perubahan UU KPK, tersebut. Karena 
dalam prakteknya, kondisi yang tergelar telah menggiring Presiden Jokowi pada 
posisi terjepit, mengabulkan tuntutan mahasiswa berarti akan berhadapan dengan 
Partai-Partai Pengusung dan Pendukung di DPR, sebaliknya bila menolaknya akan 
berhadapan dengan Mahasiswa.
f. Bahwa bagi yang paham “power game” dalam pengelolaan kekuasaan negara, 
sesungguhnya kondisi yang tercipta saat ini adalah jebakan dari pihak-pihak 
tertentu melalui Pimpinan Partai yang telah menyetujui pengajuan RUU Perubahan 
UU KPK sebagai HAK INISIATIF DPR RI. Betulkah hanya sekedar untuk memproteksi 
diri, mengingat begitu besarnya kaum politisi yang terjaring OTT KPK, ataukah 
kepentingan lain untuk membuat agar Presiden Jokowi meneruskan cara lamanya, 
ataukah lebih dari itu yaitu kepentingan Pemilu 2024 mendatang. Dan masih 
banyak lagi fakta pendukung lainnya yang mengindikasikan bahwa Presiden Jokowi 
secara politis menjelang pelantikan Presiden tanggal 20 Oktober mendatang telah 
dilemahkan, apalagi sebelumnya didahulu dengan kasus Rasis Papua yang berdampak 
jatuhnya korban dalam jumlah yang tidak sedikit dan terakhir dengan “sign” 
kekerasan, yaitu penusukan Pak Wiranto.
4. Bahwa untuk kepentingan soliditas kabinet dan konsolidasi kekuasaan 
khususnya terkait dengan Partai Pendukung maka harus dipahami oleh semua pihak 
terlebih tersebut alamat, bahwa sangat mustahil Presiden Jokowi akan 
mengabulkan tuntutan termaksud, dan karenanya perlu diimbangi dengan menawarkan 
solusi Strategi Samudera Biru agar Presiden Jokowi tanpa ikut rebutan dan 
apalagi “berperang” dengan pihak manapun dan upaya pelemahan lainnya menjadi 
tidak relevan, dan sekaligus untuk menawarkan model pemberantasan Korupsi yang 
jauh lebih dasyat dari sekedar persoalan UU KPK, apalagi kalau realitanya KPK 
ternyata telah berubah menjadi alat kelompok tertentu.
5. Berdarkan hal-hal tersebut diatas, dengan hormat kepada tersebut alamat 
diharapkan bisa memberi tambahan tenaga baru bagi Presiden Jokowi agar dalam 
penyusunan kabinet mendatang betul-betul “ZAKEN” dan jangan sampai ada satupun 
tokoh bermasalah, ikut terbawa didalamnya. Untuk itu, kepada Presiden Jokowi 
perlu disarankan untuk membentuk Tim Seleksi Calon Menteri khusus dalam hal 
asal usul kekayaan Calon Menteri dengan PEMBUKTIAN TERBALIK, tak peduli tokoh 
yang dicalonkan oleh Pimpinan Partai Pengusung sekalipun.
Disamping itu, tersebut alamat juga perlu menyarankan agar Presiden Jokowi 
dalam periode kedua dapatnya membentuk Badan Percepatan Reformasi Nasional yang 
dipimpinnya sendiri, dengan unsur pembantu gabungan para Ahli dengan tokoh yang 
matang dalam menghadapi praktek Mafia.Dan untuk mengganti tuntutan Penerbitan 
PERPPU Pembatalan UU KPK, tersebut alamat perlu mengajukan permohonan 
penerbitan PERPPU Pembuktian terbalik, sebagai perkuatan bagi jajaran Polri dan 
Kejaksaan Agung dalam upaya menghentikan praktek Mafia dan Pemberantasan 
Korupsi sebagaiman yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam kampanye Pemilu, 
sekaligus pemberian kewenangan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan 
penyadapan tanpa harus melanggar norma hukum yang ada.
6. Sekian dan terima kasih.
Pengirim:Saurip Kadi. Mayjen TNI (Purn).

Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
  • [GELORA45] Surat Terbuka Un... Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke