NIMBRUNG :
Dalam masalah Propaganda ada suatu cara unuk menjelek-jelekan orang lain, jika orang lain itu tidak sesuai dengan kehendaknya. Untuk maksud tersebut mereka menggunakan apa yang disebut Name Calling, yaitu pemberian lebel buruk (stempel buruk) pada suatu gagasan- dipakai,untuk membuat kita menolak dan mengutuk sesuatu tanpa mengamati bukti . Name Calling, tidak banyak muncul dalam periklanan, mungkin karena ada keengganan untuk menyebutkan produk yang sedang bersaing menjelek-jelekannya. Namun demikian, pemakaiannya dalam politik dan di bidang-bidang wacana publik, lebih umum digunakan, misalnya dalam konteks Teror, terorisme, Radikal dan Radikalisme. Menurut pengamatan saya name calling juga tidak muncul dalam persaingan ketat antara sistem ekonomi-Pancasila yang berdasarkan Pasal 33 UUD 45 dengan sistem ekonomi neoliberal atau yang secara singkat disebut Neolib; Mungkin karena adanya rasa ketakutan atau adanya ancaman jika menyebut kebijakan rezim penguasa ``reformasi`` adalah rezim radikal, karena banting stir dari sistem ekonomi Pancasila yang bersandar pada Pasal 33 UUD 45, ke arah sistem neoliberal,yang berdasarkan pada Idiologi Neoliberalisme, yang anti Pancasila , dan secara kasat mata dapat kita saksikan seperti berikut: Doktrin Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi berdikari yang diatur sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Yaitu : 1.Bahwa tujuan dari usaha dalam lapangan ekonomi,dan keuangan, ialah untuk mewujutkan keadilan, melenyapkan penjajahan dalam bentuk apapun, memberantas penindasan dan perbudakan yang memandang dan memperlakukan manusia sebagai alat untuk kepentingannya sendiri atau golongannya sendiri (oligarki ekonomi). 2.Mengarah pada segala usaha dalam lapangan ekonomi dan keuangan kesuatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yang sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa Indonesia mengenai sifat gotong-royong dan azas kekeluargaan harus diperkembangkan dan diatur dalam lapangan ekonomi dan keuangan. 3.Pembangunan harus mewujutkan dengan tegas apa yang ditentukan oleh Pasal 33 UUD 45, yaitu : (1).Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. (2).Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran Rakyat sebesar-besarnya. 4.Harus diadakan pembangunan yang akan bedampak adanya perubahan yang radikal dalam peraturan agraria, sebagai syarat untuk meningkatkan taraf hidup dan daya-beli rakyat, sehinga memberikan kemungkinan peningkatan pendapatan nasional, dan menghidupkan pasar industri dalam negeri. Peraturan agraria tersebut terutama harus berisi jaminan pemilikan dan penggunaan tanah srcara layak dan adil untuk petani, perjanjian kerja yang pantas antara pemilik dan penyewa atau pemaro serta penguasaan negara atas tanah untuk memudahkan penyebaran penduduk dan menyelamatkannya, sesuai dengan Pasal 33 UUD 45. 5.Dalam rangka industrialisasi dan mekanisasi pembangunan Semesta berencana, yang mengatur masalah penduduk, transmigrasi besar-besaran teristimewa yang akan berakibat perencanaan dan pelaksanaan penyebarannya dari daerah yang padat kearah yang masih tipis penghuninya secara integral dan tegas, sehingga faktor tanah dan ruang sekitarnya menjadi sumber-sumber positif dari keperluan hidup sehari-hari khususnya perekomian dan kesejahteraan umumnya. Demikianlah antara lain yang harus dijadikan arahan bagi sikap bac to the bsiasc, yang berartai kembali pada UUD 45 asli, khususnya Pasal 33 UUD 45, dan Pancasila 1 Juni 1945. Demokrasi ekonomi adalah merupakan tekat politik khusus dari UUD 1945 naskah asli. Pelaksanaannya menghendaki strategi khusus, yaitu ``mencapai pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan kegiatan pembangunan`` (GBHN), sebagai perbedaan dengan strategi konvensional utopis yang absolut yaitu , yaitu :``mencapai pertumbuhan ekonomi dan menunggu perembesan ke bawah, yang sekaligus dapat diartikan strategi tak langsung dan pasif, seperti yang dianut oleh strategi ekonmomi neoliberal; di era orde baru sampi era ``reformasi sekarang ini. Demikianlah prinsip-prisip ekonomi Pancasila, yang dimaksud oleh konstitusi NKRI. SISTEMEKONOMI NEOLIBERAL. Neoliberalisme adalah doktrin pasar yang tidak dapat dikendalikan, dalam konteks ini Neolibralisme berpendapat bahwa; Kemakmuran itu timbul dari kehendak individu atau kelompok,penguasa negara; yang di Indonesia diwakili oleh kelompok Oligarki ekonomi, yang kini mendominasi kekuasaan ekonomi-politik di NKRI, untuk mengejar kepentingan-kepentingannya sendiri, dan kepentingan diri mereka itu hanya bisa berkembang melalui pasar bebas, milik kapitalisme neoliberal yang sudah menggelobal. Neoliberalisme dirancang oleh politisi visioner seperti : Pinochet di Cili, Thatcher dan lingkaran ultra konservatifnya di Inggris Raya, Reagen dan Perang Dingin yang membawanya ke tampuk kekuasaan di AS, Suharto dan Klik militer fasisnya, yang membawanya ketampuk kekuasaan diktator militer fasis (Orde Baru) di NKRI, selama 32 tahun lamanya. Dalam meyikapi negra, neoliberalisme berpendirian bahwa peranan negra harus kecil, ini tercermin dalam kebijakan rezim-rezm ``reformasi`` yang saat sekarang ini dipimpin oleh rezim Jokowi yang sangat getol melakukan priwatisasi, misalnya priwatisasi BUMN; meskipun peranan negara diperkecil, namun demikian dalam kenyataannya, negara tetap menciptakan adanya polisi khusus, polisi rahasia, dan juga militer,yang digunakan untuk menekan demo-demo rakyat yang menuntut keadilan hukum, menuntut kenaikan gaji, menuntut hak demokrasi, menuntuk dihapuskannya UU revisi KPK, menolak kenaikan BPYS, menolak pemecatan buruh pabrik, buruh perusahaan, dan menentang penggusuran lahan-lahan tanah pertanian untuk melayani kepentingan para investor asing yang diundang dll. Dengan demikian doktrin ekonomi neolib adalah sangat bertentangan dengan doktrin ekonomi berdikari. Ini dapat dilihat dan dicermati dalam hal seperti tersebut : Dari sudut pandang Pasal 33 UUd 45, jelas bahwa ekonomi Pancasila tidak akan dapat ditumbukan dalam suatu negra yang menjalankan sistem ekonomi-politik yang berdasarkan kapitalisme dan neoliberaloisme, yang kini sudah ditumbuhkan dan dikembangkan oleh para elite bangsa Indonesia yang latah terhadap Ideologi neoliberalisme, dan mendominasi kekuasan ekonomi-politik di NKRI. Ini berarati bahwa Rakyat Indonesia harus melakukan Reformasi sosial yang fundamental atau mendasar; Dalam konteks ini yang harus dirombak adalah struktur sosial yang pincang, yang merefleksikan dirinya dalam dialektik hubungan ekonomi yang eksploitatatif, yang menghasilkan berakumulasinya apa yang disebut ``rente ekonomi`` (nilai tambah ekonimi) ditangan sekelompok anggota masyarakat, yang berkuasa yaitu kelompok Oligarki ekonomi. Menurut analisa dari pakar Ekonomi Post Kapitalismus Paul Mason, hidup matinya Neoliberalisme itu tergantung dari empat unsur, yaitu : (1)``Fiatgelt``pemberian utang pada negara-negara yang pertumbuhan ekonominy lemah, (2) Finansialisasi (pembiyayan), (3) tidak adanya keseimbangan gelobal dalam hal perdagngan, tabungan dan investasai dan (4) Teknologi informasi; yang semuanya sudah saya kemukaakan dalam tulisan saya yang sebelumnya. Dari uraian diatas jelas menunjukkan bahwa perubahan secara paksa dari sistem Ekonomi Pancasila ke sistem ekonomi Neoliberal dapat di simpulkan bahwa Rezim Penguasa beserta DPR RI telah melakukan perubahan secara radikal terhadap Ideologi Pancasial ; Artinya elite bangsa Indonesia telah melakukan teror terhadap Ideologi Pancasila, kemudian menggantikannya dengan Ideologi Neoliberalisme. Penilian ini dipandang dari sudut pandang melek Pancasila. Kesimpulan akhir. Dari uraian diatas menunjukkan ada ketidak adilan di Indonesia dalam menggunakan julukan Name Calling . Sebagai contoh misalnya : Seorang ``pejuang kemerdekaan`` bagi seseorang bisa disebut ``teroris``bagi orang lain. Sebagai contoh misalnya: Pengalaman dalam sejarah perang Dunia ke-II, ketika Inggris Raya masih memegang mandate atas Palestina,banyak pemimpin komteporer Israil melakukan perang gerilya melawan Ingris.Yizhak Shamir, yang kemudian menjadi perdana mentri Israil, adalah anggota Irgum, lalu menjasdi satu dengan komandan tertinggi Lehi (atau LHY: Lohamei Herut Yisrail,atau Pejuang Kemerdekaan Israil),juga dikenal dengan the Stern Gang (kelompok garis keras-radikal), demikisnllah gaya kepemimpinan Yizhak Shamir yang pertama. Seorang penulis mengamati bahwa di bawah kepemimpinan Shamir LHY memulai kampanye tentang terorisme, sering kali menembak mati para pejabat tinggi militer dan pemerintah Inggris di jalanan (Brinkley 1988). Dan dia menanyakan : Apakah Yizitzhak Shamir seorang teroris? ``Ya`` kata Johnson (seorang anggota Polisi Palistina)`` Bagi Pemerintah Ingris. Tapi bagi Yahudi, Stern Gang adalah pejuang kemerdekaan. Sama halnya dengan P.L.O. yang merupakan teroris bagi Israil tapi pejuang kemerdekaan bagi Negara-negara Arab. Jadi sebenarnya teroris, terorisme,radikal dan radikalisme itu kini telah menjadi kata klise dalam mencari makna. Dalam konteks ini pertanyaannya adalah : apakah suatu ``aksi terorisme``atau radikalisme itu selalu merujuk pada jenis aksi yang dilakukan, atau apakah pemakaiannya tergantung pada siapa pelakunya? Roeslan. Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Gesendet: Donnerstag, 31. Oktober 2019 09:33 An: GELORA45 Betreff: Re: [GELORA45] Bukan radikal-radikalan Mereka pun radikal. Penjilat radikal. Oportunis radikal. Apa juga bakal disikat Jokowi? --- jonathangoeij@... wrote: Saya kira yang jadi masalah utama adalah kultus individu dengan para penjilat pantat yg kepingin ikut bancakan. --- ajegilelu@... wrote : Sumber utama dari masalah ekonomi Indonesia sangat khas rezim dunia ketiga yaitu, utang dan korupsi. Sepanjang 5 tahun terakhir masyarakat melihat tidak ada keseriusan memanfaatkan utang yang meroket itu untuk membangun pondasi ekonomi. Hampir semua utang dihabiskan untuk belanja proyek ini-itu termasuk sektor konsumsi bahkan proyek impor bahan pangan. Sepanjang 5 tahun terakhir masyarakat melihat tidak ada kesungguhan memberantas korupsi. Akibatnya, sepanjang 5 tahun terakhir masyarakat hanya menikmati biaya hidup tinggi sambil terus diteror dengan isu radikalisme, lengkap dengan suguhan penangkapan-penangkapan teroris. Sialnya, tontonan kolosal menggebuk radikalisme ini berujung antiklimaks dengan adegan penusukan Menkopolhukam, Wiranto. Tentu ini peristiwa yang sangat serius. Begitu seriusnya sampai-sampai menimbulkan keheranan orang banyak. Mulai dari kerja intelijen, sistem pengamanan pejabat, pencopotan sejumlah anggota TNI yang beristri kritis, pembungkaman ASN, sampai kondisi orang yang harus dirawat di ICU karena kehilangan 3,5 liter darah + potong usus 60 cm namun dalam hitungan hari sudah bisa ke kantor untuk mengemasi barang-barangnya karena masa jabatan tidak diperpanjang. Sebegitu serius dan dramatisnya upaya pemerintah menentramkan diri dan tampil kalem, toh tidak mampu mencegah sejumlah perusahaan PMA untuk rame-rame cabut dari Indonesia. --- lusi_d@... wrote: Masalah Utama Indonesia Ekonomi, Bukan Radikal-Radikalan Politik LAPORAN: OGI MANSYAH SENIN, 28 OKTOBER 2019 , 06:52:00 WIB | RMOLBengkulu. Pasangan Joko Widodo-Maruf Amin mengalami kesalahan mendasar dalam mendiagnosa masalah yang dialami negeri. Pasalnya, radikalisme yang terus didengung-dengungkan pemerintah bukan masalah utama yang sedang dihadapi Indonesia. Problem pengambil keputusan, kebodohan dalam mendiagnosa keadaan, ketumpulan intervensi kebijakan, dan kelemahan implementasinya,” tegas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dalam akun Twitter pribadinya, Minggu (27/10). Mantan wakil ketua DPR itu menegaskan bahwa masalah yang dialami Indonesia adalah masalah ekonomi, bukan radikalisme. Fadli yang sedang berkunjung ke Aceh untuk melantik DPW dan DPD Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) kemudian bercerita tentang pengalamannya selama di provinsi paling barat Indonesia itu. Dia merasakan aliran listrik di Aceh yang padam berkali-kali. Bagaimana masuk Revolusi Industri 4.0? Urusan pokok sederhana seperti listrik saja masih seperti ini,” tanyanya. Dia kembali menekankan bahwa radikalisme bukan ancaman negara. Sebab, pada dasarnya umat Islam yang menjadi tertuding atas isu tersebut adalah kelompok yang moderat. Jadi persoalan kita adalah ekonomi (daya beli, pekerjaan, kemiskinan, harga dan lain-lain). Bukan radikal-radikalan,” pungkasnya. Pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun belakangan memang mentok di 5 persen. Bahkan diprediksi tahun ini Indonesia bakal nyungsep di angka 4 persen. Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, DR Rizal Ramli sudah lama memprediksi ekonomi Indonesia bakal stagnan. Dia menilai jurus monoton yang ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bakal ampuh mendongkrak ekonomi Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya mengandalkan utang dan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan. Prediksi RR terbukti bukan sembarangan. Pasalnya, baru empat hari dilantik menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond. Langkah Sri Mulyani itu diambil karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit sementara kebutuhan negara membengkak. Sri Mulyani menyatakan rencana penerbitan surat utang disebabkan oleh defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Agustus 2019. Defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp 2.461,1 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp 1.189,3 triliun. dilansir RMOL.ID.