Tidak baik kalau banyak koruptor ditangkap, sebab akan mencerminkan muka buruk rezim berkuasa. Jadi perlu KPK perlu diawasi.
https://www.jawapos.com/nasional/03/11/2019/kewenangan-berlebihan-keberadaan-dewan-pengawas-kpk-dinilai-berbahaya/ *Kewenangan Berlebihan, Keberadaan Dewan Pengawas KPK Dinilai Berbahaya* NASIONAL <https://www.jawapos.com/nasional/> 3 November 2019, 21:59:04 WIB JawaPos.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menganulir UU KPK Nomor 19/2019 tentang KPK. Oleh karena itu, sesuai Pasal 37A Ayat 1, Presiden harus segera membentuk Dewan Pengawas KPK generasi pertama, tanpa melalui melalui proses seleksi dan fit and proper test di DPR. Mekanisme penunjukan langsung ini dikhawatirkan banyak pihak, mengingat kewenangan Dewan Pengawas yang terlalu berlebihan mencampuri uruan teknis penindakan. Selain itu tak ada aturan kode etik hukuman bagi Dewan Pengawas jika bertemu pihak berperkara yang tengah diusut oleh KPK. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menegaskan, dibentuknya Dewan Pengawas yang ditunjuk langsung oleh Presiden menandakan lembaga antirasuah akan dibawah tekanan Presiden. “Sebetulnya KPK ini sedang di tangan Presiden. Presiden bisa mengendalikan KPK, dan siapapun yang bisa masuk ke Presiden juga bisa menikmati relasi kekuasaan itu dengan KPK, termasuk partai pendukung,” kata Asfina dikonfirmasi, Minggu (3/11). Hal yang sama juga dikatakan aktivis antikorupsi Erwin Natosmal Oesmar. “Kehadiran Dewan Pengawas KPK akan membuat lembaga ini potensial dibajak oleh Presiden. Selain karena tidak ada kode etik, lembaga ini juga punya kewenangan yang sangat besar, bahkan melebihi komisioner KPK sendiri,” imbuh peneliti dari Indonesia Legal Rountable tersebut. Asfin menyatakan, kinerja KPK secara otomatis akan diperlemah dengan adanya Dewan Pengawas. Kinerja penindakan seperti penggeledahan, penyitaan hingga mungkin operasi tangkap tangan (OTT) harus melalui izin Dewan Pengawas. Bahkan pimpinan KPK ke depan, kata Asfin, akan dibawah tekanan Presiden. Karena, pimpinan KPK dipilih oleh Panitia Seleksi (Pansel) yang ditunjuk Presiden. “Pimpinan KPK juga dipilih oleh pansel bentukan Presiden. Jadi Presiden juga punya relasi kekuasaan dengan presiden sedikit banyak,” ucap Asfin. Senada dengan Asfin, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menegaskan, tidak menyetujui adanya Dewan Pengawas KPK. Dia memandang, kinerja Dewan Pengawas tidak jelas, karena kini telah ada pengawas internal KPK. “Karena kita pada dasarnya menolak Undang-Undang KPK baru, sehingga kita tidak ada kriteria khusus jangankan orangnya. Tapi lembaganya aja ini tidak jelas seperti apa Dewan Pengawas,” ucap Kurnia. Kurnia pun menyesalkan Dewan Pengawas mendapat kewenangan lebih terhadap kinerja pemberantasan korupsi. Dewan Pengawas dapat mengatur setiap kasus yang tengah ditangani KPK, termasuk bisa mengeluarkan rekomendasi surat perintah penghentian penyidikan (SP3). “Kenapa diberikan kewenangan berlebihan tindakan korupsi ke dia (Dewan Pengawas) dan mencabut kewenangan pimpinan KPK. Jadi terlihat sekarang ini pimpinan KPK bukan satu orang tapi 10 orang,” sesal Kurnia. Penunjukkan langsung Dewan Pengawas oleh Presiden Jokowi, kata Kurnia, Presiden Jokowi dinilai punya andil dalam upaya pelemahan terhadap kinerja KPK. Sebab Jokowi telah menerima masukan publik terkait dorongan penerbitan Perppu, namun itu tidak diindahkan. “Pak Jokowi bisa mengambil masukan dari publik untuk meninjau bagaimana komposisi yang baik untuk pemimpin KPK. Namun hal itu tidak diambil oleh Presiden Jokowi, sehingga wajah masyarakat sekarang pada suatu kesimpulan bahwa pemerintah tidak punya komitmen terhadap pemberantasan korupsi,” tukas Kurnia.