Ajeg: Pemerintah harusnya berterimaksih kepada Rakyat karena mau 
bergotongroyong kesehatan lewat iuran. Padahal kesehatan menurut UUD45 
merupakan hak Rakyat, bukan kewajiban (dengan membayar iuran).

 

Nesare: bener kan barusan ane tulis bahwa akan ada opini seperti ini: kesehatan 
adalah hak bukan kewajiban membayar hehehehehe. Emangnya berobat itu pake’ duit 
engkongmu?! Emangnya dokter2, perawat2, obat2an, alat2 kedokteran dll itu 
dapetnya gratis?!

 

DASAR BUTA TULI BISU TETAPI ANEHNYA BISA NYINYIR HAHAHA

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> 
Sent: Friday, November 8, 2019 10:11 PM
To: GELORA45 <gelora45@yahoogroups.com>
Subject: Re: [GELORA45] Studi-banding beban iuran BPJS

 

  

Sekumpulan dokter pernah mengusulkan untuk mengganti skema pembayaran yang 
digunakan BPJS. Skema ini di Malaysia dan Thailand juga dianggap gagal dan 
sudah mereka ganti. Tetapi ikatan dokter (IDI), DPR, dan pemerintah memilih 
jalan gagal yang lebih mahal; menaikkan iuran. 

 

Pemerintah harusnya berterimaksih kepada Rakyat karena mau bergotongroyong 
kesehatan lewat iuran. Padahal kesehatan menurut UUD45 merupakan hak Rakyat, 
bukan kewajiban (dengan membayar iuran).





 <https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/235996> 
https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/235996



 

Lalu, apa kabar Kartu Indonesia Sehat?

 

 

--- lusi_d@... wrote:

  

Bahan studi-banding masalah beban iuran BPJS dengan tujuan untuk
mengatasi beban rakyat secara kongkrit. 
No.1 Keputusan Kabinet Jokowi. 
No.2 Pendapat Rizal Ramli, Mantan Menko Kemaritiman dan mantan Menteri
Koordinator Perekonomian. 
Salam. Lusi.-

1.: Jokowi Minta Rakyat Mengerti: Naik 100 Persen Iuran BPJS Kesehatan, 

Presiden Joko Widodo meminta masyarakat paham, bahwa memang diperlukan
penyesuaian tarif iuran BPJS kesehatan, agar defisit yang selama ini
menggerogoti jaminan kesehatan nasional ini bisa terselamatkan.

www.panjinasional.net <http://www.panjinasional.net>  – Presiden Joko Widodo 
melalui Peraturan Presiden
(Perpres) Republik Indonesia nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan resmi
menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan bagi peserta Pekerja Bukan
Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar 100 persen.

Dengan kenaikkan tersebut, mantan Walikota Solo ini pun meminta
masyarakat untuk memahami, bahwa langkah tersebut bukan untuk
memberatkan masyarakat miskin. Pemerintah, kata Jokowi sudah
menggelontorkan anggaran puluhan triliun rupiah demi membantu
masyarakat kurang mampu untuk berobat.

“Padahal supaya kita semuanya tahu, tahun 2019 kita telah menggratiskan
96 juta rakyat kita yang pergi ke Rumah Sakit (RS) yang ada di daerah.
96 juta kita gratiskan lewat penerima bantuan iuran (PBI). Jadi
anggaran total yang kita subsidikan ke sana Rp 41 triliun. Rakyat harus
mengerti ini. Tahun 2020 subsidi yang kita berikan pada BPJS sudah Rp
48,8 triliun ini angka yang besar sekali. Jangan sampai kesannya kita
ini (memberatkan). Kita sudah subsidi dari APBN gede banget,” ungkap
Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis
(31/10).

Maka dari itu, ia berharap kerja sama dari seluruh pihak untuk
mensosialisasikan kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan tersebut dengan
baik kepada masyarakat. Jokowi tidak ingin, sampai masalah kenaikan ini
menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

“Kalau cara kita menerangkan tidak clear, tidak jelas masyarakat
menjadi dibacanya kelihatannya kita ini ingin memberatkan beban yang
lebih banyak pada rakyat. Tapi kalau cara kita menerangkan tidak
hati-hati dipikir kita ini memberikan beban yang berat kepada
masyarakat miskin padahal sekali lagi yang digratiskan sudah 96 juta
jiwa lewat tadi subsidi yang kita berikan,” tambahnya.

Usai rapat terbatas, Menteri Kesehatan Dr Terawan mengatakan pihaknya
akan melakukan sosialisasi dengan baik ke seluruh masyarakat sesuai
arahan Presiden Joko Widodo. Namun ketika ditanyakan, strategi khusus
apa yang akan dilakukannya, mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto ini,
tidak menjelaskan dengan rinci. Ia hanya menekankan, bahwa negara sudah
mengeluarkan uang yang sangat banyak sekali untuk mensubsidi masyarakat
miskin.

Sekali lagi, masyarakat yang mampu diminta untuk menerima kenaikkan
tarif iuran tersebut dan taat membayar.

“Ya nanti komunikasinya yang jelas adalah bahwa pemerintah sudah
berbuat banyak, berbuat yang besar untuk masyarakat, intinya pemerintah
sudah menggelontorkan anggaran yang besar sekali untuk membantu program
ini agar berjalan dengan baik. Diperlukan keikutsertaan masyarakat yang
sudah dinyatakan tidak perlu bantuan,” ujarnya.

Dr Terawan pun nampaknya belum memiliki rencana untuk melakukan dialog
dengan kelompok masyarakat yang menolak kenaikan iuran BPJS kesehatan
tersebut, salah satunya kaum buruh.

“Yang menolak itu sebenarnya ikut PBI atau PBPU-nya? Harus dilihat, dia
membela orang kecil atau membela orang mampu? Kalau membela orang
kecil, pemerintah itu sudah bela orang kecil, karena itu disebut PBPU
dia, orang yang memang sudah mampu, kalau tidak mampu tarik saja ke
PBI,” tandasnya.

Sementara itu, kaum buruh tetap menolak kenaikan tarif iuran BPJS
Kesehatan ini yang sudah diteken oleh Presiden Jokowi pada 24 Oktober
2019. Presiden Kofederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
dalam siaran persnya kepada VOA mengatakan kenaikan tersebut akan
semakin menurunkan daya beli masyarakat.

Menurutnya, pendapatan yang diterima masyarakat di tiap Kabupaten/Kota
berbeda beda (termasuk nilai UMP/UMK berbeda). Hal ini mengakibatkan
daya beli terhadap kenaikan iuran tersebut juga berbeda-beda.

“Misal iuran BPJS Kesehatan kelas 3 menjadi Rp 42 ribu dikalikan lima
orang anggota keluarga; suami, istri, dan tiga anak. Maka pengeluaran
bayar iuran setiap keluarga di seluruh Indonesia adalah sama yaitu Rp
210 ribu,” kata Iqbal.

Ia menambahkan walaupun buruh yang tinggal di Jakarta sudah
berpenghasilan sebesar upah minimum Rp 3,9 juta, hal ini tetap saja 

Penulis
Redaksi Panjinasional

2.: Kontra Konsep Pemerintah Jokowi

Rizal Ramli: BPJS Kesehatan Tak Perlu Naik 100 Persen, Jika Pemerintah
Lakukan Dua Hal Ini

Solo. www.panjinasional.net <http://www.panjinasional.net>  – Rizal Ramli 
menyororti kenaikan hingga
100 persen iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)
Kesehatan yang ditetapkan pemerintah per 1 Januari 2020. 08/11/2019 

Mantan Menko Kemaritiman dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian
itu menilai, ada cara-cara lain yang bisa digunakan untuk memperbaiki
keuangan BPJS Kesehatan tanpa menaikan iuran.

“Satu kurangi beban bunga surat hutang yang 8,34 persen kalau dikurangi
1,5 persen saja cukup dapat uang Rp 29 trilliun, cukup buat nutupin
BPJS,” ujar Rizal Ramli disela-sela seminar nasional Ekonomi Indonesia
di IAIN Surakarta, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo Kamis (7/11/2019).

“Tapi ini gak punya nyali, gak punya kemampuan, gak bisa nyaur surat
hutang, bisanya bebani rakyat,” imbuhnya menyayangkan.

Dikutip tribunsolo.com, Rizal Ramli menuturkan, pengurangan beban
bunga bukan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh untuk memperbaiki
keungan BPJS. “Di seluruh dunia, BPJS itu ada kontribusi pegawai sama
kontribusi perusahaan sebesar empat sampai enam kali,” tutur Rizal.

“Singapura begitu, di Malaysia begitu, sehingga keuangan BPJS jauh
lebih sehat,” tambahnya.

Rizal mengungkapkan, kondisi tersebut tak terjadi di Indonesia. 

Menurutnya, pemerintah melakukan penekanan terhadap itu sehingga hanya
dua kali dari kontribusi pegawai. “Itupun di-top up kalau gak salah Rp
16 juta, lebih dari Rp 16 juta dianggap Rp 16 juta,” ungkap Rizal. 

“Itu mengakibatkan sumber pendanaan BPJS sangat lemah,” imbuhnya. 

Rizal memahami kebijakan hanya sekedar pilihan ada yang menguntungkan
rakyat ada yang tidak. 

“Kebijakan itu kan pilihan ada kebijakan yang menguntungkan rakyat, ya,
teken bunga surat hutang bisa selamatin BPJS,” terang Rizal. 

“Yang kedua, naikin kontribusi perusahaan yang 4 kali, misalnya, pasti
akan lebih sehat, gak perlu dinaikin,” tambahnya.

Rizal menyarankan, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan digabung.
“Konsep awal menggabungin dua-duanya (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS
Kesehatan), kalau itu digabungi saling mendukung,” ucap Rizal. 

“Itu karena BPJS Ketenagakerjaan surplus banyak, ngapain bikin dua kita
bikinnya satu masuknya sama untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja
dan rakyat biasa,” tandasnya. (*tim)

Penulis
Redaksi Panjinasional

 



Kirim email ke