- BIZ
      -  20 NOVEMBER 2019

Sociopreneur, Tren Bisnis Berdimensi Sosial Milenial Indonesia

Biasanya, orang cuma hitung berapa laba diperoleh ketika bikin usaha. Kini, 
Sociopreneur menambah hitungan itu dengan seberapa besar manfaat positif untuk 
masyarakat. Ini buktinya:

Di Pringsewu, Lampung, terdapat banyak pusat industri kecil pembuatan keset 
atau alas pembersih kaki, terutama dari kain perca. Usaha kecil dan menengah 
itu mempekerjakan karyawan dan memproduksi puluhan ribu keset setiap bulan dan 
dikirim ke berbagai daerah di tanah air.

Di sana lah Ani Lailia, mahasiswa Universitas Lampung Angkatan 2013, lahir dan 
besar.

Di sekitar rumahnya, Ani melihat ada banyak ibu rumah tangga yang tak memiliki 
kesibukan lain selain mengerjakan tugas domestiknya. Kondisi itu memberinya ide 
untuk memberdayakan para perempuan itu. Ani kemudian membuat skema kerja sama 
di manadia menyediakan bahan baku, dan ibu rumah tangga mengisi waktu luang 
dengan kegiatan ekonomi produktif. Lahirlah usaha bisnis sosial produksi keset, 
Sumringah.

Awalnya, Sumringah menerapkan sistem kerja berdasar upah, tetapi ternyata tidak 
efektif. Lalu, Ani mencoba sistem kemitraan. Ternyata sistem kemitraan lebih 
efektif dari segi keuangan dan lebih optimal.

“Mitra kami ibu rumah tangga semua. Mereka juga memiliki kegiatan 
masing-masing. Makanya peluang ini ada untuk ibu-ibu," papar Ani.

Sejak berdiri pada Maret 2017, produk keset Sumringah telah menyebar ke seluruh 
Indonesia melalui penjualan online. Ada 45 perempuan tergabung dalam Sumringah, 
dengan produksi sekitar 1.200 lembar keset setiap bulan.

Kualitas produk ditentukan oleh Sumringah. Mitra yang kualitasnya belum bagus, 
masuk ke program perbaikan. Sumringah juga menyediakan layanan pelatihan bagi 
ibu rumah tangga yang ingin bergabung memproduksi keset bersama mereka.

Bisnis Sosial Makin Berkembang

Sumringah adalah salah satu pemenang kompetisi Sociopreneur Muda Indonesia 
(Soprema) 2019. Kompetisi, yang berlangsung dari Mei-14 November 2019, 
merupakan ajang inkubasi sociopreneur yang dilaksanakan Youth Studies Centre 
(YouSure) dan Student Research and Creative Corner (SRCC). Keduanya adalah 
lembaga dari Fisipol UGM Yogyakarta.

Sociopreneur atau pebisnis sosial, menghitung seberapa besar lingkungan 
menerima manfaat dari bisnis yang dijalankannya. Karena itulah, skema usahanya 
menempatkan kelompok tertentu sebagai pelaku penting dalam usaha. Bisnis 
tersebut tidak hanya digerakkan oleh pemiliknya, tetapi menjadi milik bersama.

“Soprema menekankan pada inovasi dan dampak sosial. Sehingga tidak hanya 
sekedar inovasi, tapi bagaimana dampak sosial yang muncul dan punya kontribusi 
terhadap pengentasan kemiskinan,” kata ketua penyelenggara Soprema 2019, Hempri 
Suyatna.

Selain Sumringah, pemenang Soprema 2019 lainnya adalah Tenoon di Makassar dan 
Sahabat Care di Palu.

Kisah Tenoon di Makassar

Dari namanya, sudah jelas bisnis sosial ini menjual produk tenun. Tenoon 
memilih kain terbaik dari Toraja, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. 
Kain-kain itu kemudian dibawa ke Makassar untuk dijahit menjadi berbagai produk 
cantik oleh para penjahit difabel.

Nicky Claraentia Pratiwi dari Tenoon menyebut, usaha itu tidak hanya mengejar 
untung, tetapi juga memberdayakan komunitas sasaran. Mereka membeli kain 
langsung dari para perempuan penenun di wilayah timur Indonesia. 
Selanjutnya,dari kain-kain itu, komunitas difabel di Makassar membuat barang 
sehari-hari, seperti tas, dompet kecil serba guna atau pouch, hingga sampul 
notebook.

“Kami mengusung tiga misi. Pertama, pendekatan field trip.Kami tidak membeli di 
pengepul tetapi langsung ke penenun. Kami membentuk lingkungan inklusif dalam 
pekerjaan. Kami melakukan edukasi produk tenun kepada konsumen. Bisa dibilang 
selalu ada cerita dalam produk yang kami jual kepada konsumen,” kata Nicky 
kepada VOA.

Sekitar 95 persen produk Tenoon dijual di Indonesia, sisanya diekspor. Sebanyak 
60 persen langsung dipesan perusahaan untuk menjadi suvenir resmi. Sisanya 
dibeli konsumen melalui toko online dan pameran.

Tahun depan, Tenoon akan meluncurkan proyek sosial bernama Berdaya Bareng. 
Proyek yang didukung sejumlah pihak, termasuk Kedutaan Besar Amerika, akan 
melakukan pemetaan kompetensi penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan.

Aplikasi Karena Peduli

Di Palu ada Sahabat Care, yang membangun aplikasi yang memudahkan warga yang 
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan, untuk mendapatkan layanan kesehatan, 
papar Luluk Sindriani kepada VOA.

Ide diawali oleh keprihatinan banyak batita yang harus menempuh perjalanan jauh 
ke kota untuk berobat.

“Ada pasien yang tinggal di daerah Palu, hanya saja dia jangkauannya satu jam. 
Tidak mungkin anak usia 2 bulan dibawa turun ke kota, kemudian kena angin, kan 
agak rentan kondisinya,” tutur Luluk.

“Jadi kita kepikiran, adanya teknologi, adanya internet, kenapa tidak dibuat 
semacam aplikasi yang bisa memudahkan orang-orang untuk menemukan layanan 
kesehatan di rumah,” katanya.

Sebelum gempa, ada sekitar 40 tenaga kesehatan tergabung. Bencana itu memangkas 
hampir separuh jumlah tersebut, baik karena menjadi korban maupun pindah ke 
kota lain. Saat ini, mereka tengah merekrut kembali tenaga kesehatan terutama 
bidan, untuk mengembalikan layanan. Bahkan tahun depan, layanan akan berkembang 
ke Parigi, di mana sekitar 20 tenaga kesehatan sudah siap bergabung.

Sahabat Care, menurut Luluk, bermanfaat bagi kedua belah pihak. Tenaga 
kesehatan menerima pendapat tambahan sedangkan masyarakat dimudahkan. Di 
kawasan yang minim akses transportasi, aplikasi itu membuat layanan kesehatan 
lebih terjangkau.

Sahabat Care,yang bisa diunduh dari Google Playstore itu, tentu saja tidak 
gratis. Sahabat Care menetapkan tarif sesuai layanan yang dibutuhkan. Lembaga 
ini menerima 30 persen dari tarif sebagai bentuk bagi hasil. Dana itu digunakan 
untuk pengembangan usaha dan kegiatan sosial, yang bermanfaat bagi warga Palu 
dan sekitarnya. Sejak sekitar setahun terakhir, Sahabat Care rutin melayani 
lebih dari 700 pasien.

Tren Bisnis Anak Muda

Kehadiran Tenoon, Sumringah dan Sahabat Care adalah bagian dari tren di 
kalangan anak muda. Mendirikan bisnis, bagi anak muda saat ini tidak hanya soal 
berhitung laba, tapi juga memasukkan unsur peran bagi masyarakat dalam 
rancangan bisnis dan penerapannya. (*)

Kirim email ke