-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/read/detail/276591-anggota-dpr-titip-absen-jadi-materi-gugatan-uu-kpk

Senin 09 Desember 2019, 18:11 WIB

Anggota DPR Titip Absen jadi Materi Gugatan UU KPK

Abdillah Muhammad Marzuqi | Politik dan Hukum
 
Anggota DPR Titip Absen jadi Materi Gugatan UU KPK

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Kuasa Hukum Pemohon Feri Amsari (kiri) mengikuti sidang pengujian formil atas 
UU KPK di Gedung MK, Jakarta, hari ini.
 

TIM Advokasi UU KPK menganggap pembentukan UU KPK cacat prosedural akibat 
banyak anggota DPR yang tidak hadir dan hanya titip absen saat rapat paripurna. 
Hal itu terungkap dalam sidang perkara bernomor 79/PUU-XVII/2019 dengan agenda 
pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi (12/9).

Perkara tersebut mengajukan permohoan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 
19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pemohon beralasan bahwa proses pembahasan RUU KPK berlangsung kilat dan 
terkesan terburu-buru untuk disetujui. Oleh karena itu, pemohon berpandangan 
proses pembahasan dalam jangka waktu yang singkat inilah yang menjadi faktor 
banyaknya cacat formil dan ketidakjelasan yang terdapat di dalam batang tubuh 
UU KPK.

Baca juga: Tiga Perkara Uji Materi UU KPK Masuk RPH

Kuasa hukum pemohon juga mendalilkan bahwa pembentukan UU 19 Tahun 2019 tidak 
terpenuhinya kuorum saat kemudian rapat sidang paripurna. Pemohon menyebut 
terdapat sekitar 180 Anggota DPR yang tidak hadir dan hanya titip absen.

"Dalam catatan kami, setidak-tidaknya tercatat 180-an anggota DPR yang tidak 
hadir dan menitipkan absennya. Sehingga seolah-olah terpenuhi kuorum sebesar 
287 hingga 289 anggota dianggap hadir dalam persidangan itu. Padahal sebagian 
besar diantara mereka melakukan penitipan absen atau secara fisik dalam 
persidangan itu. Kalau diperhatikan ketentuan Tatib DPR bahwa ditentukan ada 
kata dihadiri. Itu juga termasuk dalam ketentuan UU 12 Tahun 2011, bahwa kata 
dihadiri itu artinya harus dihadiri secara fisik. Kalau tidak, berarti tak bisa 
dikatakan dihadiri," ujar salah satu kuasa hukum pemohon Feri Amsari dalam 
sidang.

Pemohon juga berpendapat bahwa tindakan tersebut cacat prosedural dengan 
mengemukakan beberapa argumen yakni UU KPK tidak melalui proses perencanaan 
dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas, UU KPK melanggar 
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, pembahasan UU KPK 
tidak dilakukan secara partisipatif, naskah akademik dan rancangan UU tidak 
dapat diakses publik, dan penyusunan Revisi UU KPK tidak didasarkan pada naskah 
akademik yang memadai.

"UU a quo melanggar asas pembentukan perundang-undangan yang baik. UU a quo 
tidak dilakukan secara partisipatif, tidak melibatkan publik, tidak mengundang 
ahli secara luas, termasuk tadi tidak melibatkan KPK sebagai lembaga yang 
dibahas sendiri oleh UU a quo," tambah kuasa hukum pemohon Muhammad Isnur.

Muhammad Isnur juga menambahkan bahwa naskah akademik dan RUU UU KPK tidak 
dapat diakses oleh publik. Pembahasannya dinilai sangat cepat. Hanya 11 hari 
pembahasan, UU langsung disahkan. Selain itu, RUU juga tidak didasarkan pada 
naskah akademik yang memadai.

"Oleh karena itu, kami mengajukan pengajuan formil kemudian MK dapat 
memutuskan, dalam provisi menyatakan menunda keberlakuan Undang-undang Nomor 19 
Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 
tentang KPK, dalam pokok permohonan mahkamah menjatuhkan, mengabulkan 
permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Feri.

Pemohon dalam poin kedua petitum juga meminta MK agar menyatakan Undang-undang 
Nomor 19 Tahun 2019 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum yang 
mengikat. Poin ketiga petitum meminta agar MK menyatakan Undang-undang Nomor 19 
Tahun 2019 mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga aturan dimaksud 
tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum. (OL-4)






Kirim email ke