-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/read/detail/296862-omnibus-law-untuk-siapa


Minggu 15 Maret 2020, 23:05 WIB

Omnibus Law Untuk Siapa?

Cecep Darmawan Guru Besar Ilmu Politik dan Kepala Pusat Kebijakan Publik LPPM 
Universitas Pendidikan Indonesia | Opini
 
Omnibus Law Untuk Siapa?

Dok.Pribadi
Cecep Darmawan Guru Besar Ilmu Politik dan Kepala Pusat Kebijakan Publik LPPM 
Universitas Pendidikan Indonesia

SELAIN isu coronavirus disease 2019 (COVID-19), saat ini ruang publik sedang 
diramaikan dengan kontroversi RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dirancang oleh 
Pemerintahan Presiden Jokowi dan Ma'ruf Amin. 

Terlepas diskursus substansialnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law 
Cipta Kerja ini dinilai selain memiliki kelemahan seperti terkesan dominasi 
eksekutif dan cenderung mengubah praktika pembentukan peraturan 
perundang-undangan, juga memiliki sejumlah keunggulan tertentu, di antaranya 
dapat menjadi solusi bagi penyelesaian konflik antarperaturan 
perundang-undangan atau benturan antarregulasi, selain solusi bagi 
inkonsistensi regulasi.

Pihak yang pro terhadap omnibus law ini berpandangan bahwa di tengah persaingan 
ekonomi global, pemerintah harus mengakselarasi proses pembangunan ekonomi agar 
dapat menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia pada 2045. Salah satu upaya 
pemerintah ialah dengan menciptakan regulasi yang ramah terhadap investasi dan 
dapat mempercepat laju proses pembangunan. Namun, kondisi riil di lapangan 
kerap terhambat oleh problema regulasi yang dinilai menghambat investasi. 

Atas dasar itulah pemerintah ingin memangkas jalur ini melalui kebijakan 
deregulasi dan debirokrasi. Konkritnya pemerintah ingin melakukan reformasi 
hukum melalui RUU omnibus law agar dapat mempermudah dan membentuk iklim 
investasi yang ramah bagi para investor demi kesejahteraan rakyat.

Masih asing

Isu omnibus law ini muncual ketika pidato pelantikan Presiden yang menyebutkan 
bahwa pemerintah akan menerbitkan dua undang-undang besar yakni UU Cipta 
Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Secara konseptual, omnibus law 
merupakan istilah yang diterapkan di negara-negara yang memiliki sistem hukum 
common law seperti Amerika Serikat. 

Sementara itu, negara Indonesia sendiri menganut sistem hukum civil law, 
sehingga istilah omnibus law ini relatif asing dalam sistem hukum negara 
Indonesia. Pembentukan suatu produk hukum di Indonesia sendiri mengacu pada UU 
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019. 

Dalam undang-undang ini, tidak disebutkan atau tidak mengenal adanya istilah UU 
payung atau omnibus law. Untuk itu, secara formil proses pembentukan RUU 
omnibus law dinilai masih perlu penyelasaian dalam alur pembentukan peraturan 
perundang-undangan.

Omnibus law merupakan produk hukum yang berupaya membuat suatu undang-undang 
yang dapat mencabut atau mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. Secara 
materil, landasan filosofis dari RUU omnibus law sendiri memiliki tujuan yang 
baik yakni menyelaraskan berbagai aturan yang inkonsisten, menyederhanakan 
regulasi, mempermudah investasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi 
kesejahteraan masyarakat. 

Niat pemerintah dalam RUU omnibus law sendiri pada dasarnya baik, yakni guna 
menjalankan kewajibannya untuk menyejahterakan rakyat sebagaimana amanat 
konstitusi. Namun, secara materiil, pemerintah semestinya memperhatikan 
berbagai substansi pengaturan terkait kewenangan dalam konteks otonomi daerah, 
etika dan daya dukung lingkungan hidup, hak-hak buruh, dan lain-lain yang 
disoroti oleh berbagai pihak dalam mengkaji RUU omnibus law ini.

Kontroversi di kalangan masyarakat tentunya perlu direspons positif oleh 
pemerintah dan DPR agar RUU omnibus law ini dapat menjadi regulasi yang 
progresif memberi solusi bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan bangsa 
tanpa mencederai hak-hak politik dan ekonomi rakyat. Untuk itu, penulis 
mendorong agar pembentukan  undang-undang ini melibatkan partisipasi publik 
secara massif. 

Hal ini penting dilakukan sebagai upaya legitimasi hukum dan politik dalam 
konsep negara  hukum yang demokratis. Oleh karenanya, proses ini memerlukan 
transparansi dan akuntabilitas publik melalui ruang-ruang dialogis yang intens 
antara pemerintah, DPR, dan berbagai pemangku kepentingan. Untuk merealisasikan 
idealisasi ini di antaranya;  pertama, dalam pembentukan RUU omnibus law ini 
mesti mentaati berbagai asas maupun tahapan formil pembentukan peraturan 
perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang 
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 
15 Tahun 2019. 

Kepentingan publik

Selain itu materi muatan dalam RUU omnibus law tersebut harus memperhatikan 
equilibrium atau keseimbangan hak dan kewajiban rakyat dan pemerintah. Sehingga 
dipastikan tidak ada kepentingan publik yang tereliminir dalam RUU omnibus law 
ini.

Kedua, dalam proses pembentukan RUU omnibus law, pemerintah maupun DPR mesti 
amat terbuka dalam proses pembahasan RUU tersebut. Para pembentuk RUU omnibus 
law juga harus membuka ruang partisipasi publik secara luas dalam setiap tahap 
pembentukan RUU omnibus law, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, 
para ahli dari berbagai perguruan tinggi, serta para pemangku kepentingan yang 
terdampak seperti para buruh, aktivis lingkungan, pelaku usaha, maupun 
pemerintah daerah. 

Jangan sampai pembahasan RUU omnibus law ini hanya melibatkan elite-elite 
politik dan pemerintah saja tanpa keterlibatan publik.

Ketiga, para pembentuk RUU omnibus law juga harus melakukan sosialisasi dan 
edukasi dalam memberikan berbagai keterbukaan informasi terkait setiap tahapan 
pembentukan RUU omnibus law. Misalnya dengan menyebarluaskan naskah akademik 
dan draf RUU yang akan dibahas maupun memberikan keterbukaan informasi terhadap 
perkembangan pembahasan dan mungkin juga beberapa perubahan dalam RUU tersebut. 

Keempat, para pembentuk RUU omnibus law juga seyogyanya mengedepankan proses 
hukum dan politik melalui legalitas formal dan politik dalam pembentukan 
undang-undang. Artinya RUU tersebut harus menjamin perlindungan hak asasi 
manusia, keberpihakan terhadap rakyat, memperhatikan pelestarian lingkungan, 
pencegahan korupsi, dan menghilangkan stigmatisasi bahwa RUU ini hanya untuk 
kepentingan investor semata

Kelima, menginisiasi RUU ini sebagai momentum untuk melakukan reformulasi dan 
reformasi hukum melalui pendekatan omnibus law. Meski harus dipahami bahwa 
tujuan akhir regulasi ini adalah menyejahterakan rakyat bukan semata-mata 
bertujuan tunggal yakni dalam konteks menciptakan iklim investasi yang ramah. 

Para pembentuk undang-undang harus mengimplementasikan pendekatan ini secara 
komprehensif dan progresif sebagai upaya terobosan dalam reformasi hukum ke 
depan tanpa menabrak regulasi yang tersedia. Dengan demikian, jika berbagai hal 
tersebut dilakukan sedang terjadi upaya hukum yang imperatif dan demokratis.  

Omnibus law dapat menjadi produk hukum yang berfungsi sebagai sarana rekayasa 
sosial sekaligus sarana pembangunan nasional untuk kesejaheraan rakyat. Dengan 
kata lain, omnibus law juga dapat berperan sebagai produk hukum yang progresif 
sekaligus sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat yang dapat memandu 
terciptanya kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Semoga. 
 






Kirim email ke