https://www.suara.com/jabar/2020/03/16/172424/kecewa-harus-bayar-cek-corona-kisah-warga-merasa-dibodohi-pemerintah?utm_source=izooto&utm_medium=notification&utm_campaign=terpopuler



*Kecewa Harus Bayar Cek Corona, Kisah Warga Merasa Dibodohi Pemerintah*

Agung Sandy Lesmana

Senin, 16 Maret 2020 | 17:24 WIB


*"Kalau di media kan pemerintah bilang cek corona itu gratis. Nyatanya
semalem ada pasien yang harus bayar Rp 205.000 ditambah Rp 45.000..."*
*SuaraJabar.id
- *Wabah corona atau Covid-19 membuat banyak orang takut dan ingin
memeriksakan dirinya ke dokter, salah satunya BD.

Perempuan 32 tahun itu segera memeriksakan kondisi kesehatannya usai
mengalami gejala-gejala yang diduga corona.

"Aku ngalamin gejala yang sama kaya yang disebut Emil (*Ridwan Kamil*
<https://www.suara.com/tag/ridwan-kamil>) soal corona. Jadi aku inisiatif
buat periksa corona," ujarnya pada *Ayobandung.com*--jaringan *Suara.com*,
Senin (16/3/2020).

Usai menelepon salah satu rumah sakit di Bandung, BD memperoleh informasi
bahwa pemeriksaan Covid-19 hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin (RSHS).

Mendapat kabar demikian, dia langsung berangkat ke RS milik Pemprov Jabar
tersebut.

Sesampainya di IGD RSHS, sekira pukul 20.26 WIB, BD melihat begitu banyak
pasien mengatre. Bahkan menurutnya, IGD RSHS sangat sesak dengan tumpukan
orang dan terlihat kalut. Sampai-sampai ada perawat yang tidak memakai
masker.

Di sana, pasien dikategorikan menjadi gawat dan tidak gawat. Meski demam
dan merasa tidak enak badan, BD dimasukkan dalam kategori tidak gawat
karena masih bisa berjalan sendiri.

Dia lalu diminta duduk di sebuah kasur dengan deretan pasien lain. Selang
beberapa lama, dokter dari RSHS muncul. Usai menanyakan beberapa hal dan
tanpa memberikan pemeriksaan medis, dokter menyatakan bahwa BD baik-baik
saja, hanya flu biasa.

"Dokternya cuma nanya ada kontak enggak sama pasien positif corona? Dari
luar negeri enggak? Aku jawab enggak. *Udah* itu dia bilang aku enggak
kenapa-kenapa. Padahal aku sama sekali enggak ditensi, dicek suhu juga
enggak," papar BD.

Dia menuturkan, dokter yang memeriksanya malah curhat dan mengatakan bahwa
RSHS tidak mampu dan tidak memiliki alat untuk mengecek Covid-19. Menurut
dokter tersebut, pemerintah hanya bicara siap menghadapi corona, tapi tidak
memberikan fasilitas yang memadai untuk menghadapi virus tersebut.

Sang dokter mengatakan, teknologi untuk mengecek Covid-19 hanya dimiliki
Puslitbang Pusat di Jakarta. Oleh karena itu, jika ingin mengecek Covid-19,
RSHS harus mengambil sampel dan mengirimkannya ke Puslitbang Pusat.

Adapun pasien yang benar-benar akan diperiksa Covid-19 oleh RSHS adalah
mereka yang kondisinya sudah parah, yakni sudah tidak bisa berjalan dan
harus diangkut menggunakan ambulans.

Itu pun, RSHS tetap harus mengirimkan sampel ke Puslitbang Pusat dan
menunggu hasilnya 2 sampai 5 hari kemudian.

Dari pernyataan dokter tersebut, BD merasa dibodohi oleh pemerintah yang
selama ini menyatakan RSHS mampu menangani pasien corona.

"Kalau di media kan pemerintah bilang cek corona itu gratis. Nyatanya
semalem ada pasien yang harus bayar Rp 205.000 ditambah Rp 45.000. Mungkin
yang dimaksud gratis itu yang kaya aku. Soalnya aku kan cuma ngobrol dan
konsultasi doang sama dokter," ujar BD.

Tak puas dengan pelayanan RSHS, BD memutuskan pulang ke rumah dan
memeriksakan diri ke rumah sakit lain keesokan harinya. Beruntung setelah
diperiksa rumah sakit lain, BD memang dinyatakan hanya mengalami flu biasa.
Namun, dia mengaku kecewa dan kapok untuk memeriksakan diri ke RSHS.

"Kalau nanti mau cek corona aku lebih baik pergi ke Jakarta, ke RSPAD Gatot
Subroto. Katanya di sana beneran bisa meriksa corona walaupun harus bayar
Rp 770.000," ucap BD.

Kirim email ke