-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1779-di-lock-lalu-down


Rabu 18 Maret 2020, 05:10 WIB

Di-lock lalu Down

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Di-lock lalu Down

MI/Ebet
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group.

PRESIDEN Jokowi menegaskan tidak ada lockdown. Namun, hingga kini perdebatan 
perlu-tidaknya lockdown untuk mencegah penyebaran virus korona di Tanah Air 
tetap membahana di ruang publik.

Banyak yang 'mengompori' negara ini melakukan lockdown. Mereka, sebutlah, para 
pendukung lockdown. "Jangan takut lockdown," kata mereka. "Kalau terlambat 
lockdown, Indonesia bisa seperti Italia yang jumlah penderita koronanya 
melonjak tajam," kata mereka lagi.

Tak sedikit pula yang menginginkan Presiden tidak melakukan lockdown. Mereka, 
sebut saja, para penolak lockdown. Kata para penolak lockdown, "bila lock, 
negara bisa down; bila 'dikunci', negara bisa 'jatuh'."

Pengusung lockdown menuding penolak lockdown menakut-nakuti. Padahal, pengusung 
lockdown, dengan mengatakan Indonesia bakal serupa Italia bila tidak lockdown, 
juga menakut-nakuti. Penolak lockdown menuduh pengusung lockdown menjerumuskan 
negara ke jurang kebangkrutan. Padahal, kalau benar Indonesia bakal serupa 
Italia bila telat lockdown, para penolak lockdown sebetulnya juga menjerumuskan 
negara.

Lockdown kira-kira situasi ketika kepala negara atau kepala pemerintahan 
memutuskan mengunci satu negara, satu kota, atau satu wilayah sehingga orang 
tidak bisa keluar-masuk negara, kota, atau daerah itu. Pergerakan di dalam 
negara, kota, atau wilayah pun sangat dibatasi, kecuali untuk keperluan 
mendesak, semisal ke rumah sakit. Tentara dan polisi bergerak untuk memastikan 
orang tidak berkeliaran sesuka hati.

Para penolak, bila negara memutuskan lockdown, khawatir sektor informal yang 
menguasai hajat hidup sebagian besar orang Indonesia bisa mati. Tukang starling 
alias 'starbuck keliling' tak bisa berkeliling menjajakan kopi sasetan.

Banyak perusahaan rugi bahkan gulung tikar lantaran tetap harus membayar gaji 
karyawan yang tidak bisa bekerja karena lockdown. Bila negara yang menjamin 
ekonomi warga negara, utang negara bakal menggunung. Jokowi bakal di-bully 
sebagai presiden doyan utang. Sebagai perbandingan, utang Prancis yang 
memutuskan lockdown kabarnya bertambah sekian ratus atau sekian ribu euro per 
detik.

Intinya, para penolak lockdown khawatir, lockdown membuat ekonomi terpuruk. 
Mudarat ekonominya lebih besar daripada manfaat kesehatannya. Lockdown sangat 
rumit, tidak semudah mengunci pintu. Bagi penolak lockdown, bekerja, belajar, 
dan beribadah di rumah serta menjaga jarak sosial sudah cukup untuk memutus 
penyebaran korona.

Para pendukung lockdown berargumentasi kesehatan lebih penting daripada 
ekonomi. Bila pemerintah tidak lockdown, keterpurukan ekonomi bakal lebih parah 
lagi kelak. Bagi mereka, lockdown satu-satunya resep keluar dari wabah korona.

Para pendukung lockdown menunjuk Tiongkok yang sukses meredakan pandemi korona 
dengan lockdown. Kita belum tahu apakah lockdown Prancis, Italia, Malaysia, dan 
negara-negara lain yang melakukan lockdown sukses atau gagal. Para penolak 
lockdown menunjuk Korea Selatan yang berhasil menangani penyebaran korona tanpa 
lockdown.

Presiden Jokowi pasti sudah mempertimbangkan mudarat-manfaat lockdown. Presiden 
semestinya pintar dan bijak mengambil keputusan. Kalau tidak pintar dan tidak 
bijak, mana mungkin Jokowi jadi presiden, dua periode pula.

Tidak mungkin Presiden sengaja menyengsarakan rakyatnya. Semua kepala negara 
ingin mengakhiri pandemi korona. Kita percaya, ketika Presiden memutuskan tidak 
ada lock, itu pasti karena dia tidak ingin negara down. Kalaupun Presiden kelak 
memutuskan lock, dia sudah mempertimbangkan segala sesuatunya agar negara tidak 
down.

Yuval Noah Harari, penulis buku laris Homo Deus dan Sapiens, menulis di Time 
bahwa persoalan akut dalam menangani pandemi korona ialah hilangnya kepercayaan 
satu sama lain. Tulis Harari, to defeat an epidemic, people need to trust 
scientific expert, citizens need to trust public authorities, and countries 
need to trust each other. Mengikuti jalan pikiran Harari, sebagai warga negara 
selayaknya kita membantu negara melawan korona dengan percaya kepada otoritas.

Iwan Fals pun membantu mendukung Jokowi dalam menghadapi masalah korona. 
Penyanyi legendaris itu mengunggah foto Presiden Jokowi dan Wapres KH Ma'ruf 
Amin di akun Twitter-nya seraya menulis, 'Yang kuat, ya Pak, tetap gagah, 
pimpin bangsa ini keluar dari masalah'.

Kalau enggan atau tak bisa membantu, janganlah mengganggu seperti Said Didu. Di 
saat kita semua bergotong royong menghadapi korona, bekas komisaris di satu 
BUMN ini menulis di Twitter-nya, 'Wahai mahasiswa dan cendekiawan, di mana 
kalian semua? Negerimu sedang krisis', disertai tagar 'Indonesia butuh 
pemimpin'.
 






Kirim email ke