-------- Forwarded Message --------
Subject: Eropa Hadapi Pilihan “Bertempur” atau “Menyerah” dalam Tangani Pandemi
Date:   Thu, 19 Mar 2020 12:15:24 +0800
From:   ChanCT <sa...@netvigator.com>
To:     GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com>



 Eropa Hadapi Pilihan “Bertempur” atau “Menyerah” dalam Tangani Pandemi

http://indonesian.cri.cn/20200318/ad747301-6762-b188-7ae4-f96d2d4a7675.html
2020-03-18 16:17:39

“Negara manapun tak seharusnya menyerah” demikian dikatakan Tarik Jasarevic, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ketika menerima wawancara CGTN.

Kini, pandemi Covid-19 sudah memasuki babak kedua, aksi sejumlah negara Eropa yang telah menjadi “pusat wabah” tampaknya cukup pasif. “Bertempur atau menyerah”, inilah pilihan yang dihadapi berbagai negara Eropa.

图片默认标题_fororder_ez7

Kekebalan kawanan sama dengan Rolet

Di satu sisi, jumlah kasus terkonfirmasi positif di Inggris meningkat tajam dengan laju 30 persen perhari, di lain sisi, kebijakan yang dilaksanakan mereka malah langkah penyederhanaan. Pada tanggal 12 Maret yang lalu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan, pencegahan wabah di Inggris telah memasuki tahap baru yaitu melambatkan penyebaran wabah. Pada tahap itu, pada pasien ringan tidak dilakukan pendeteksian dan pasien yang memiliki gejala tidak perlu menelepon 111 untuk meminta pertolongan. Warga yang menderita batuk atau demam melakukan isolasi di rumah selama 7 hari. Pihak pemerintah mendorong masyarakat untuk mencoba membangun kekebalan kawanan.

图片默认标题_fororder_ez3

Ketika menerima wawancara harian The Guardian, kepala penasehat ilmiah pemerintah Inggris Sir Patrick Vallance menjelaskan kebijakan barunya kepada publik, cara pencegahan wabah yang dilakukan pemerintah Inggris ialah meredakan ketajaman pertumbuhan wabah menuju ke puncak, dan memperkuat daya imunitas kelompok masyarakat. “Apabila mayoritas orang menderita penyakit ringan, maka dapat membangun semacam kekebalan kawanan, semakin banyak orang mempunyai kekebalan terhadap penyakit ini, dengan  demikian maka penularan wabah akan berkurang.”

图片默认标题_fororder_ez4

Terhitung sampai 16 Maret yang lalu, jumlah kasus terkonfirmasi di Inggris meningkat sampai 1.543, dengan kasus meninggal mencapai 55 orang.

Lain lagi dengan suara yang menyetujui “kekebalan kawanan” di atas, badan penelitian pengobatan dan kalangan ilmiah Inggris menyatakan penentangan yang tegas terhadap pandangan tersebut. Kepala redaksi majalah The Lancet, Richard Horton menilai strategi penyebaran yang lalai itu sebagai permainan “rolet”. Sekitar 600 ilmuwan dan sarjana Inggris merilis 3 surat terbuka untuk menyatakan penentangan mereka. Lebih dari 100 ribu warga negara Inggris menandatangani bersama surat itu untuk mengimbau pemerintah mengambil tindakan pencegahan yang positif. Seorang profesor dari kalangan iptek Inggris memberikan komentar di lingkaran pertemanan media sosialnya : “Ini tidak rasional, Inggris berencana mengorbankan 400 ribu jiwa warga untuk ditukar dengan imunitas puluhan juta warga lainnya yang tersisa.”

图片默认标题_fororder_ez5

Pengalaman negara lain telah membuktikan, apabila pasien ringan tidak mendapat pengobatan dengan tepat pada waktu, kemungkinan untuk berubah menjadi gawat dan meninggal akan bertambah. Akan tetapi pemerintah Inggris bersikeras untuk melaksanakan “kekebalan kawanan”, untuk membiarkan virus tertular, dan menahan kecaman dari opini umum.

Data WHO menunjukkan, terhitung sampai hari Selasa kemarin pukul 0:00 waktu Eropa Tengah, jumlah kasus terkonfirmasi di seluruh dunia secara akumulasi mencapai 173.344 orang, dan kasus meninggal mencapai 7.019 orang. Jumlah terkonfirmasi dan meninggal di luar Tiongkok telah melebihi jumlah di dalam negeri Tiongkok.

图片默认标题_fororder_ez2

Menurut berbagai data stastistik yang dikeluarkan negara-negara Eropa, jumlah total kasus terkonfirmasi di Eropa tercatat sekitar 60 ribu kasus, dan di antaranya 2.000 kasus meninggal. Sebanyak 23 negara Eropa  memiliki jumlah total kasus terkonfirmasi lebih dari 100 kasus, situasi di Italia, Spanyol, Jerman dan Prancis adalah yang paling serius. Jumlah  kasus terkonfirmasi di Italia setiap harinya bertambah 3.000 pada beberapa hari terakhir ini, sedangkan Prancis dan Spanyol mengumumkan untuk menutup perbatasan mereka.

Menghadapi situasi wabah yang serius, sejumlah negara tidak mengambil pelajaran darinya, justru malah mempelajari cara Inggris, yaitu menempuh proses “pilihan alami”.

Pada hari Kamis lalu (12/3) Sweden menghentikan perhitungan jumlah kasus terkonfirmasi covid-19, juga tidak mengadakan tes terhadap kasus ringan dan kasus terduga. Aksi “menyerah” juga menimbulkan ketidakpuasan umum.

图片默认标题_fororder_ez1

Kamis lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron melalui TV menuntut rakyat Prancis untuk mengurangi aktivitas perjalanan seminimal mungkin, tapi dirinya juga menyatakan tidak akan dengan ketat mengontrol aktivitas perjalanan. Menteri Pendidikan Perancis Jean Michel Blanquer hari Minggu lalu menunjukkan, taktik yang diumumkan Macron bukan sepenuhnya mengontrol penyebaran virus, melainkan membiarkan virus menyebar secara perlahan dalam jangka panjang. Dia mengatakan, bahwa para ilmuwan berpendapat, pada akhirnya akan ada 50-70 persen penduduk yang terinfeksi covid-19, setelah “kekebalan kawanan” terbentuk, penyebaran virus akan berhenti dengan sendirinya.

Dirjen WHO Tedros A.G kini menyatakan, Eropa telah menjadi pusat pandemi covid-19. Keadaan tersebut diakibatkan oleh kelalaian negara-negara Barat terhadap wabah. Justru seperti yang dikatakan oleh New York Times, “Dalam menghadapi wabah, AS dan negara-negara Barat meskipun tidak sepenuhnya bersikap negatif, namun pasifnya luar biasa”. Tiongkok memperjuangkan waktu demi negara-negara Barat, namun disia-siakan oleh mereka.

图片默认标题_fororder_ez6

Saat ini, kesepakatan negara-negara Barat dalam menghadapi wabah tampaknya masih belum dicapai. Pada era globalisasi, Eropa tidak hanya merupakan Eropa milik orang Eropa. Negara manapun yang kehilangan kendali akan membawa krisis bagi pertempuran ini.

Peneliti senior Universitas Cambrige Martin Jacques berpendapat, pekerjaan yang dilakukan pemerintah Inggris dalam menghadapi wabah jauh dari cukup, namun kinerja Tiongkok sangat mengesankan. Negara-negara Barat harus belajar pada Tiongkok. “Pada awalnya, sejumlah negara Barat mencela pertempuran Tiongkok dalam melawan wabah, ini sangat tidak masuk akal. Fakta telah membuktikan keefektifan perlawanan Tiongkok dalam pertempuran melawan wabah, seharusnya mereka mempelajari pengalaman Tiongkok dengan sebaik-baiknya. Belajar bagaimana melakukan isolasi, bagaimana mencegah penyebaran wabah dan lain sebagainya.

  • [GELORA45] Fwd: Eropa Hadapi ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke