-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://news.detik.com/kolom/d-4954148/ketika-masjidil-haram-dan-masjid-nabi-muhammad-ditutup?tag_from=wpm_cb_kolom_list



Analisis Zuhairi Misrawi

Ketika Masjidil Haram dan Masjid Nabi Muhammad Ditutup

Zuhairi Misrawi - detikNews
Kamis, 26 Mar 2020 16:29 WIB
1 komentar
SHARE URL telah disalin
zuhairi misrawi
Zuhairi Misrawi
Jakarta -

Setelah jumlah positif corona di Arab Saudi mencapai 1.000 orang, pemerintah 
yang menjadi pelayan bagi dua kota suci Mekah dan Madinah itu langsung 
mengambil langkah antisipatif dengan menutup dan mengkarantina tiga kawasan 
strategis, yaitu Mekah, Madinah, dan Riyadh.

Mekah dan Madinah yang merupakan kota suci dengan latar historis yang panjang 
hingga ke zaman Nabi Adam merupakan tempat perkumpulan manusia untuk menunaikan 
ibadah haji dan umrah, dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW yang menjadi 
jantung spiritualitas umat Islam.

Pada hari-hari biasa, dua kota suci tersebut tidak pernah sepi dari para 
peziarah. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia merindukan bisa hadir langsung 
beribadah di dua kota suci itu. Lihat saja lama antrean jemaah haji kita yang 
bisa mencapai 25 tahun. Jemaah umrah kita juga semakin membludak, baik 
orang-orang yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan.

Arab Saudi sebenarnya mendulang keuntungan finansial yang lumayan besar dari 
ibadah haji dan umrah. Bahkan, saat ini Arab Saudi sedang melakukan perluasan 
kawasan Masjidil Haram untuk menampung jemaah haji dan umrah dalam jumlah yang 
besar. Arab Saudi sedang menyusun rencana besar untuk menjadikan umrah sebagai 
sumber keuangan negara, di samping visi megaprogyek NEOM 2030.

Namun ketika wabah corona mulai merambah Arab Saudi, langkah-langkah preventif 
dilakukan oleh pihak kerajaan. Langkah yang diambil pertama kali dengan menutup 
pelayanan ibadah umrah dari berbagai negara yang ditengarai sudah mempunyai 
pasien positif corona, tak terkecuali Indonesia.

Langkah tersebut terasa berat bagi jemaah umrah, tapi diambil Arab Saudi untuk 
mencegah dampak yang lebih besar. Masjidil Haram sempat ditutup total untuk 
para peziarah, termasuk bagi warga Arab Saudi. Dan kini Arab Saudi mengambil 
langkah tegas dengan mengkarantina Mekah, Madinah, dan Riyadh. Itu artinya, 
Masjidil Haram dan Masjid Nabi Muhammad tidak akan diperbolehkan diziarahi 
untuk sementara waktu.

Langkah Arab Saudi tersebut tidak menimbulkan reaksi keras dari negara mana 
pun, termasuk dunia Islam. Sebab negara-negara Muslim yang lainnya sudah lebih 
dahulu mengambil langkah untuk menutup masjid untuk menunaikan salat berjamaah, 
termasuk Salat Jumat.

Mesir, misalnya, dalam dua minggu ini menutup masjid dengan mengubah redaksi 
adzan hayya 'alash shalat (mari melaksanakan shalat) menjadi ala shallu fi 
buyutikum (hendaklah kalian melaksanakan salat di rumah-rumah kalian).

Masjid al-Azhar yang biasanya dipadati oleh warga Mesir dan para mahasiswa dari 
berbagai penjuru dunia pun turut ditutup selama dua minggu untuk mencegah 
penyebaran virus corona. Masjid yang selama ini menjadi tempat salat berjemaah 
dan forum-forum pendidikan keagamaan itu harus mengikuti protokol kesehatan 
yang menyatakan perlunya pembatasan sosial (social distancing).

Langkah Arab Saudi melakukan karantina untuk Mekah, Madinah, dan Riyadh 
merupakan ikhtiar pahit yang harus diambil, karena banyak sekali fakta bahwa 
mereka yang ditanyakan positif corona, yang menyebabkan meninggal dunia, di 
antaranya mereka yang terakhir punya riwayat melaksanakan ibadah umrah sebelum 
diberlakukan penutupan.

Wabah corona bukan wabah yang biasa, melainkan wabah yang luar biasa. Ia wabah 
yang mematikan. Di zaman lampau, peristiwa semacam ini dicatat dengan baik, 
termasuk pada zaman Nabi Muhammad dan zaman khalifah Umar bin Khattab. 
Karantina dan pembatasan sosial menjadi langkah yang harus diambil, karena jika 
tidak bisa berakibat fatal bagi hilangnya nyawa.

Imam Ahmad dalam Musnad-nya mencatat beberapa sahabat yang wafat akibat wabah, 
di antaranya Abu Ubaidah al-Jarrah dan Mu'adz bin Jabal. Di banyak buku, 
disebutkan Mua'dz bin Jabal menyerukan orang agar menetap di rumah 
masing-masing, baik mereka yang tinggal di pegunungan maupun daratan. Intinya, 
karantina dan pembatasan sosial merupakan salah satu ikhtiar untuk mencegah 
penyebaran wabah, sehingga tidak menelan korban yang lebih besar. Karenanya, 
Mua'dz bin Jabal dikenal sebagai sosok yang dulu pernah menyerukan pentingnya 
karantina dan pembatasan sosial di zaman wabah.

Ibnu Hajar dalam kitab Inba' al-Ghumr bi Abna al-'Umr mencatat peristiwa wabah 
yang mematikan di Mekah, termasuk di Masjidil Haram. Tercatat sedikitnya 40 
orang meninggal dunia setiap hari. Bahkan dalam sebulan ada sekitar 1.700 orang 
meninggal dunia. Peristiwa tersebut menyebabkan orang-orang mengambil keputusan 
untuk tidak melaksanakan salat di Masjidil Haram.

Maka dari itu, meskipun kebijakan untuk mengkarantina Masjidil Haram dan Masjid 
Nabi merupakan sebuah keputusan yang terasa pahit, tapi di dalamnya menyimpan 
manfaat yang besar, yaitu menyelamatkan jiwa orang banyak. Para ulama 
mengedepankan kemaslahatan daripada kemudaratan. Dan pada hakikatnya Islam 
sangat menekankan dimensi kemudahan daripada dimensi kesulitan, apalagi 
mempersulit diri sendiri dan orang lain.

Dalam konteks tersebut, sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran berharga. Jika 
Masjidil Haram dan Masjid Nabi saja dikarantina untuk menghindari dan mencegah 
penyebaran wabah, maka sebenarnya masjid-masjid kita juga sah, bahkan 
dianjurkan untuk ditutup selama adanya wabah.

Ingat bahwa agama kita khususnya Islam sangat menekankan pentingnya keselamatan 
jiwa setiap umatnya. Beragama di zaman wabah harus mengedepankan keselamatan 
dan kemaslahatan publik. Kita dianjurkan oleh Nabi Muhammad untuk beragama 
dengan menggunakan akal dan hati nurani. Karenanya beragama tanpa akal dan hati 
nurani akan menjerumuskan kita dalam kubangan kehancuran, di antaranya 
hilangnya nyawa.

Dari rumah-rumah kita hendaknya berdoa agar wabah cepat berlalu, dan seluruh 
ikhtiar dari para ahli medis dan ilmuwan segera mendapatkan jalan keluar dari 
wabah ini. Dalam keyakinan setiap agama, setiap penyakit pasti ada obatnya. Dan 
semoga Tuhan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita semua, dan negeri 
ini secepatnya merdeka dan bebas dari wabah yang mematikan ini. Amin Allahumma 
amin.

Zuhairi Misrawi cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik 
Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

(mmu/mmu)
wabah corona
masjidil haram






  • [GELORA45] Ketika Masjidil H... 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]

Kirim email ke