-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1789-hukum-tertinggi-covid-19


Senin 30 Maret 2020, 05:30 WIB

Hukum Tertinggi Covid-19

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Hukum Tertinggi Covid-19

MI/Ebet
Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group..

IBARATNYA sudah menyiapkan payung sebelum hujan. Sialnya, saat hujan datang, 
payung itu belum bisa dipakai. Bangsa ini sudah menyiapkan undang-undang untuk 
menghadapi wabah penyakit termasuk covid-19, tapi ia belum efektif berlaku 
karena peraturan pelaksananya belum diterbitkan.

Hampir 10 tahun dinantikan kelahiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang 
Karantina Kesehatan. Setelah disahkan pada 7 Agustus 2018, undang-undang itu 
belum juga efektif menangkal dan mencegah covid-19 karena peraturan pemerintah 
belum terbit.

Ada 5 peraturan pemerintah dan 11 peraturan menteri kesehatan yang 
diperintahkan UU Karantina Kesehatan. Pasal 96 ayat (1) menyebutkan peraturan 
pelaksanaan dari undang-undang itu harus telah ditetapkan paling lambat tiga 
tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan.

UU Karantina Kesehatan sudah berjalan hampir dua tahun. Masih ada waktu satu 
tahun lagi untuk menerbitkan peraturan pelaksana, tetapi covid-19 keburu 
datang. Padahal, UU Karantina Kesehatan lahir untuk memperkuat keamanan dan 
kedaulatan kesehatan negara dari ancaman penyakit dan/atau faktor risiko 
kesehatan yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Diatur 
pula tentang tanggung jawab pusat dan daerah.

Pemerintah mestinya buang jauh-jauh prinsip busuk kalau bisa berlama-lama untuk 
apa dipercepat. Prinsip yang mesti dianut agar undang-undang yang terdiri dari 
14 bab dan 98 pasal itu efektik berjalan ialah kalau bisa dipercepat, untuk apa 
berlama-lama. Penerbitan peraturan pelaksana Pasal 60 harus diutamakan.

Pasal 60 UU 6/2018 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan 
pelaksanaan karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan 
pembatasan sosial berskala besar diatur dengan peraturan pemerintah.

Ketiadaan regulasi pelaksana itulah yang menyebabkan covid-19 seakan-akan 
meluluhlantakkan koordinasi pusat dan daerah. Daerah berinisiatif melakukan 
karantina wilayah yang mestinya menjadi domain pusat menurut UU 6/2018, tapi 
dibolehkan UU 4/1984 tentang Penyakit Wabah Menular.

Pasal 12 ayat (1) UU 4/1984 menyebutkan kepala wilayah/daerah setempat yang 
mengetahui adanya tersangka wabah di wilayah mereka, atau adanya tersangka 
penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan 
tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya.

Tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya yang bisa dilakukan kepala daerah, 
menurut penjelasan pasal itu, antara lain penutupan daerah/lokasi yang 
tersangka terjangkit wabah. Akan tetapi, tata cara penanggulangan diatur dengan 
peraturan perundang-undangan. Peraturan yang dimaksud tak kunjung terbit sejak 
undang-undang itu disahkan pada 22 Juni 1984, sudah 36 tahun masa berlakunya.

Harus tegas dikatakan bahwa substansi covid-19 ialah masalah kesehatan. Urusan 
kesehatan, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan 
Daerah, ialah urusan bersama pusat dan daerah. Dalam konsteks itulah bisa 
dipahami kepala daerah melakukan isolasi wilayahnya.

Sangatlah naif apabila kepala daerah hanya berpangku tangan menunggu aturan 
pelaksana UU Karantina Kesehatan atau UU Wabah Penyakit Menular sementara 
covid-19 sudah masuk ke wilayahnya.

Sesuai dengan sumpah yang diucapkan, kepala daerah harus berbakti kepada 
masyarakat, nusa, dan bangsa. Wujud nyata berbakti kepada masyarakat ialah 
melindungi rakyat dari terjangan covid-19.

Ketika terjadi kekosongan regulasi, keutamaan kepala daerah ialah menempatkan 
keselamatan rakyat di atas hukum. Marcus Tullius Cicero mengatakan salus populi 
suprema lex esto, keselamatan rakyat menjadi hukum tertinggi.

Kebijakan isolasi wilayah yang didasari prinsip keselamatan rakyat sebagai 
hukum tertinggi tetaplah menggunakan pertimbangan akal sehat. Boleh-boleh saja 
melakukan isolasi terbatas, tapi jangan menutup jalur lalu lintas terhadap 
mobil atau kapal yang membawa bahan pokok rakyat.

Sangatlah tidak elok jika kekosongan hukum dibiarkan berlama-lama. Menko 
Polhukam Mahfud MD memastikan pemerintah segera mengeluarkan peraturan 
pemerintah tentang karantina kewilayahan yang akan membatasi perpindahan orang, 
membatasi kerumunan orang, dan membatasi gerakan orang demi keselamatan bersama.

Sebelum dan setelah peraturan pemerintah itu terbit, ke­selamatan rakyat 
tetaplah menjadi hukum tertinggi.
 






Kirim email ke