-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1790-disiplin



Selasa 31 Maret 2020, 05:30 WIB

Disiplin

Suryopratomo, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Disiplin

MI/Ebet
Suryopratomo, Dewan Redaksi Media Group.

KETUA Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo 
konsisten dengan sikapnya. Hanya tiga hal yang membuat bangsa ini bisa selamat 
dari ancaman wabah virus korona yaitu, “Disiplin, disiplin, dan disiplin.”

Disiplin merupakan kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. 
Banyak negara maju gagal untuk mengendalikan penyebaran virus korona karena 
lemahnya disiplin. Italia, Spanyol, bahkan Amerika Serikat terus bertambah 
warga yang terpapar covid-19 karena tidak mampu menegakkan disiplin.

Sebaliknya negara demokrasi yang mampu menanamkan sikap disiplin seperti Korea 
Selatan dan Jerman bisa menyelamatkan banyak jiwa warganya. Demikian pula 
negara yang sentralistis seperti Tiongkok dan Vietnam sukses untuk 
mengendalikan penyebaran virus korona, karena disiplin menjadi keharusan.

Di mana kira-kira kita berada? Jujur harus kita katakan, bangsa ini rendah 
disiplinnya. Bahkan sistem demokrasi membuat semua orang merasa boleh berbuat 
apa saja. Kebebasan tanpa tanggung jawab membuat kita cenderung menabrak semua 
aturan.

Ketidaktertiban mudah sekali kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Pengendara 
motor yang melawan arus sama sekali tidak peduli keselamatan orang lain. Kalau 
ia diperingatkan bukannya berterima kasih, tetapi malah bisa balik memarahi 
kita.

Kebebasan tanpa batas membuat negara ini tidak mengenal lagi kata ‘rahasia’. 
Surat berklasifikasi ‘rahasia’ pada satu lembaga bisa beredar dengan bebas di 
media sosial. Bahkan pers pun menggunakan materi itu untuk dijadikan berita 
dengan interprestasi yang sesukanya dibuat. Lebih ironis lagi ketika pejabat 
negara bersikap seperti bukan pengamat, bukan menjadi seorang eksekutif.

Dengan kondisi seperti ini aneh jika banyak pihak mendesak pemerintah untuk 
melakukan karantina wilayah. Bahkan bahasanya dibuat mentereng seperti di 
negara lain yaitu lockdown. Seakan itulah satu-satunya jawaban untuk 
mengendalikan wabah virus korona.

Padahal kebijakan apa pun jika tidak diikuti dengan di­siplin, hasilnya akan 
sama sama. Mau itu lockdown maupun tidak lockdown, kalau warganya tetap terus 
berdekatan, tetap masih berkerumun, tidak disiplin kepada dirinya, termasuk 
masih mudah memegang mulut, hidung, dan mata dengan tangan yang belum dicuci 
pakai sabun, penularan masih akan terjadi.

Ketika warga kita pun masih banyak yang tinggal di tempat yang tidak layak, 
entah lingkungannya kumuh atau satu rumah diisi beberapa keluarga, potensi 
penularannya semakin tinggi. Apalagi jika tidak diikuti sikap disiplin untuk 
tetap tinggal di rumah, akan membuat kebijakan apa pun tidak mungkin bisa 
berjalan efektif.

Apalagi sekarang Dana Moneter Internasional sudah mengingatkan, pandemi virus 
korona telah menciptakan resesi global. Kehidupan ke depan akan semakin berat. 
Apalagi ketika negara tidak memiliki kemampuan memberikan jaminan sosial dalam 
jangka waktu yang panjang.

Kesalahan dalam mengambil kebijakan akan membuat kita mengulang peristiwa kelam 
1998. Krisis kesehatan akan memantik krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis 
sosial. Ketika krisis sosial tidak tertangani, yang akan terjadi krisis politik.

Lalu langkah terbaik apa yang harus kita lakukan? Kembali ke disiplin tadi. 
Bagaimana kita mau menyadari bahwa virus korona ini sangat berbahaya? 
Penularannya melalui percikan air liur dari orang yang terpapar covid-19. Untuk 
itu kita harus disiplin untuk tidak berdekatan dan tidak berkerumun.

Satu hal yang juga harus kita pahami, virus korona itu takut dengan sabun. 
Kalau kita sering mencuci tangan memakai sabun, virus ini akan mati. Kita harus 
disiplin untuk sering mencuci tangan dan jangan memegang mulut, hidung, dan 
mata sebelum mencuci tangan dengan sabun.

Kalau kita bisa disiplin melakukan itu, kita bisa seperti bangsa Jerman. Mereka 
tidak perlu melakukan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus. Kalau 
14 hari penularan bisa diputus, negara itu akan terbebas dari virus korona.

Sekarang yang lebih penting kita pikirkan, bagaimana persoalan ekonomi dan 
sosial masyarakat bisa ditangani? Daripada terus berdebat soal karantina 
wilayah, lebih baik kita menggalang solidaritas sosial. Tidak perlu 
besar-besar, cukup kita peduli kepada mereka yang kekurangan di RT kita 
masing-masing. Kalau semua mau berbuat dan diikuti dengan disiplin diri, kita 
akan cepat melewati masa-masa yang membuat kita tertekan ini.
 






Kirim email ke