*Kalau para koruptor dibebaskan gara-gara  pandemia Coronovirus, maka para
tahanan korupsi dan sobat  bin kawannya di penjara akan sangat
bergembira sambil mengucaapkan doa terima kasih kepada Tuhan yang maha baik
hati, maha kasih dan maha pengampun segaala dosa , Tuhan telah mendengar
doa yang disampaikan oleh para koruptor dan  dengan begitu Tuhan mengirim
utusannya Coronavirus untuk  membebaskan mereka dari penjara. Mereka akan
bersorak-bersorak gembira puji Tuhan yang Maha Berkuasa atas bumi dan
langit. Puji Tuhan! Puji kuasanya!*

*Para koruptor akan pulang ke rumah masing-masing dan akan menikmati hasil
panen korupsi mereka nersama gundik-gundik mereka. Ini adalah hadiah
istimewa, dan KPK pun beristirahat karena tidak akan ada pekerjaan mereka.
NKRI bebas koruptor!  Amin*

https://www.alinea.id/nasional/ada-yang-janggal-dengan-rencana-pembebasan-napi-korupsi-b1ZLi9sXl


*Ada yang janggal dengan rencana pembebasan napi korupsi* Menteri Hukum dan
HAM berencana melepas koruptor dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 99 Tahun 2012.

[image: Achmad Al Fiqri]

*Achmad Al Fiqri* <https://www.alinea.id/me/achmad-al-fiqri>Kamis, 02 Apr
2020 12:57 WIB


Informasi mutakhir perkembangan Covid-19 di Indonesia bisa dilihat *di sini*
<https://alinea.id/air/covid-19>

Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) merasakan kejanggalan dengan rencana Menteri Hukum dan
HAM (Menkumham) Yasonna H Laloly membebaskan narapidana korupsi, guna
menangkal penularan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Adapun rencana Yasonna untuk melepas koruptor itu dengan cara merevisi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menganggap, pencegahan
penularan Covid-19 di lapas hanya sebuah alasan Yasonna membebaskan napi
korupsi. Sebab, rencana itu sudah lama ingin dicanangkan oleh politikus
PDIP itu, namun tak kunjung terealisasi.

"Kami melihat ini adalah kerjaan dan agenda yang tertunda sudah sejak
lama. Corona hanya justifikasi saja," kata Donal, saat konfrensi pers
secara online, Kamis (2/4).

*BACA JUGA*

   -

   Ada yang janggal dengan rencana pembebasan napi korupsi
   
<https://www.alinea.id/nasional/ada-yang-janggal-dengan-rencana-pembebasan-napi-korupsi-b1ZLi9sXl>
   -

   Bamsoet: KPK bukan mengejar orang
   <https://www.alinea.id/nasional/bamsoet-kpk-bukan-mengejar-orang-b1ZGz9qCX>
   -

   Pengamat pesimis Presiden bersedia batalkan Perpres Ortaka
   
<https://www.alinea.id/nasional/pengamat-pesimis-presiden-bersedia-batalkan-perpres-ortaka-b1XrN9qov>

Berdasarkan catatan ICW, setidaknya sudah lima kali Yasonna melontarkan
wacana revisi itu dalam kurun waktu 2015-2020. Empat di antaranya, terjadi
pada 2015, 2016, 2017, dan 2019.

"Isu yang dibawa selalu sama, yakni ingin mempermudah pelaku korupsi ketika
menjalani masa hukuman," ujar Donal.

Padahal, PP tersebut dianggap sebagai aturan progresif untuk memaksimalkan
pemberian efek jera bagi pelaku korupsi. Hal itu terlihat dari adanya
penghapusan syarat *justice collaborator* hingga meniadakan rekomendasi
penegak hukum terkait.

"Dapat disimpulkan sikap dari Menteri Hukum dan HAM selama ini tidak pernah
berpihak pada aspek pemberantasan korupsi," kata Donal.



Senada dengan Donal, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menganggap,
rencana pembebasan napi koruptor yang digagas Yasonna, seperti pencuri
ingin merampok di tengah kondisi bencana.

"Ini semacam 'merampok disaat suasana bencana'. Kira-kira begitu. Dia
masuk, menyelinap di tengah kepentingan yang berbahaya," kata Isnur.

Baginya, rencana tersebut telah melupakan landasan berfikir pemberian
penjeraan yang dibangun oleh undang-undang. Pertama, tindak pidana korupsi
(tipikor) tergolong kejahatan yang luar biasa atau *extraordinary crime*.

"Sekarang seolah dihapus bahwa korupsi kejahatan biasa. Dia menyamakan
maling ayam dengan maling uang negara, uang rakyat. Itu berbahaya," ucap
dia.

Kedua, rencana tersebut bertentangan dengan putusan uji materi atau *judicial
review* yang dilayangkan Oce Kaligis dan Surya Dharma Ali ke Mahkamah
Konstitusi (MK) pada 2017.

"Oce Kaligis dan SDA, pernah menguji Pasal 14 ayat (1) huruf i UU 65
tentang pemasyarakatan. Intinya mereka berpendapat bahwa, pembatasan remisi
di PP itu diskriminatif, dan MK menyatakan itu bukan tindakan
diskriminatif," ujar dia.

"Jadi, kalau ada argumentasi pemerintah atau pejabat manapun, yang
menyebutkan bahwa PP ini diskriminatif, berarti dia menyepelekan,
melecehkan, dan tidak menghormati hukum. Dia tidak hargai keputusan MK.
Ucapan itu juga inkonstitusional. Pemerintah harusnya tidak otak-atik PP 99
Tahun 2012 lagi," tambahnya.

Ketiga, rencana tersebut menampilkan kemunduran kinerja pemerintah dalam
membangun bangsa. Seharusnya, perubahan dapat dilakukan untuk memberi jera
kepada pelaku korupsi.

Apalagi daya tampung lapas koruptor belum terjadi kelebihan seperti napi
tindak pidana umum. Hal itu diyakininya dengan melihat kondisi Lapas
Sukamiskin, Jawa Barat.

"Kalau kita lihat, napi koruptor di Lapas Sukamiskin itu masing-masing
dapat kamar. Tidak seperti di Rutan Cipinang atau Salemba yang bahkan tidur
pun enggak bisa," kata dia.

Oleh karena itu, Isnur menyarankan agar pembebasan narapidana untuk
antisipasi Covid-19 harus diprioritaskan untuk daya tampung lapas yang
sudah berlebihan. Dengan begitu, tujuan pemerintah untuk mengurangi
kelebihan muatan narapidana di lapas dapat tercapai .

"Harusnya yang lebih diutamakan yang *overcloud*, dimana satu blok, satu
ruangan tahanan desek-desekan. Itu yang diutamakan gitu. Perbedaan itu
harus dilihat juga dengan kondisi *real*," ujar dia

Kirim email ke