-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1982-penegakan-hukum-adalah-kunci Selasa 14 April 2020, 05:00 WIB Penegakan Hukum adalah Kunci Administrator | Editorial KENDATI telah diberlakukan selama empat hari, efektivitas pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di wilayah DKI Jakarta untuk memutus rantai penularan virus covid-19 masih meragukan. Tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat masih rendah menjadi lantarannya. Benar bahwa Jakarta tak seramai seperti sebelum PSBB diterapkan. Akan tetapi, di sejumlah tempat, kerumunan tetap menghiasi wajah kusut Ibu Kota. Di Pasar Minggu, misalnya, masyarakat memadati Jalan Terminal Baru untuk melakukan aktivitas jual beli. Mereka berkerumun dalam jarak rapat dan tidak sedikit yang tak memakai masker penutup mulut dan hidung. Menjaga jarak dan mengenakan masker ialah bagian dari regulasi PSBB, tetapi regulasi itu mereka langgar. Kemarin, jalanan Ibu Kota yang sempat sepi juga kembali ramai. Banyak kendaraan baik roda empat atau roda dua yang memasuki wilayah Jakarta. Di pintu-pintu masuk seperti Kalimalang, Cileduk, dan Kalideres, kerumunan massa menjadi penampakan yang biasa pula. Belum lagi, masih banyak masjid menyelenggarakan salat Jumat dengan diikuti banyak jemaah. Padahal, jelas dan tegas bahwa selama PSBB semua kegiatan keagamaan masuk area pembatasan. Jelas, fakta-fakta itu memprihatinkan, sangat memprihatinkan. Sampai-sampai, Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono menyebut hampir tak ada perubahan perilaku masyarakat, meski PSBB sudah memasuki hari keempat. Tujuan PSBB ialah meminimalisasi, kalau tidak bisa meniadakan, mobilitas dan interaksi masyarakat agar virus korona tak kian menggila melancarkan ekspansinya. Namun, faktanya, mobilitas dan interaksi warga masih saja tinggi. PSBB hanya akan berhasil jika semua ketentuan yang bermuara pada social distancing dan physical distancing ditaati. Ketaatan akan ada hanya jika masyarakat mengedepankan kedisiplinan. Sudah banyak anggota masyarakat yang dengan penuh kesadaran menaati segala ketentuan PSBB dan kita memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada mereka. Masalahnya, banyak pula warga yang justru masih gemar mengabaikan ketaatan itu. Mereka belum juga mau, atau memang tidak mau, sadar bahwa covid-19 merupakan penyakit yang sangat mudah menular lewat interaksi sosial. Mereka tetap saja membutakan mata dan menulikan telinga terhadap segala bentuk imbuan, sosialisasi, dan edukasi tentang betapa berbahayanya virus korona. Kian jelas bahwa imbauan saja tidak akan kuasa membuat masyarakat mematuhi PSBB. Sudah cukup pendekatan seperti itu dilakukan, dan sudah saatnya negara menggunakan kewenangannya untuk memaksa mereka mematuhi regulasi PSBB. Demi keselamatan rakyat, sudah waktunya negara menegakkan hukum terhadap mereka yang melanggar. Tak cukup lagi dengan teguran. Saatnya sanksi apa pun bentuknya, apakah denda atau pidana penjara, ditimpakan agar PSBB tak sia-sia. Tanpa penegakan hukum yang tegas, regulasi PSBB hanya menyiratkan harapan di atas kertas. Tanpa penegakan hukum yang bisa menghadirkan efek jera, PSBB yang juga segera diberlakukan di sejumlah daerah tak akan ampuh untuk mengenyahkan virus korona. Tentu, tak cuma kepada masyarakat kedisiplinan dan kepatuhan kita harapkan. Pemerintah pun harus disiplin menaati aturan main. Bukan malah sebaliknya, membuat kebijakan membingungkan dan menyesatkan seperti menerbitkan peraturan Menteri Perhubungan yang membolehkan ojek daring mengangkut penumpang selama PSBB. Sangat tidak elok kita menuntut rakyat kompak menjaga kedisiplinan dan kepatuhan pada ketentuan yang dibuat pemerintah, sedangkan di kalangan pemerintah malah mengabaikan kekompakan. Kalau kepada rakyat, penegakan hukum menjadi kunci pematuhan PSBB, kepada unsur pemerintah harus pula dipastikan supaya mereka patuh pada garis koordinasi. Dalam hal ini, sebagai panglima tertinggi dalam perang besar melawan korona, Presiden tak boleh berdiam diri.