-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1802-populisme-covid-19 Rabu 15 April 2020, 05:30 WIB Populisme Covid-19 Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial Populisme Covid-19 MI/EBET .. PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump memang doyan menolak ilmu pengetahuan, antisains. Trump tidak percaya pemanasan global itu ada. Padahal, sains mengatakan suhu bumi terus meningkat yang menyebabkan es di kutub mencair dan permukaan air laut naik. Trump juga tidak percaya covid-19 sangat ganas. Katanya, covid-19 itu serupa flu biasa. Padahal, sains mengatakan covid-19 lebih berbahaya jika dibandingkan jenis virus korona lainnya, bisa menular dari manusia ke manusia secepat angin. Berbagai literatur tentang populisme menyebut Trump sebagai pemimpin populis. Literatur tentang populisme juga menyebut salah satu ciri pemimpin populis ialah antisains. Populisme ialah politik yang menghadap-hadapkan elite dan rakyat. Sikap antisains Trump merupakan upaya membenturkan elite ilmuwan dengan rakyat kebanyakan. Sikap antisains Trump berimplikasi pada kebijakan. Mungkin karena tidak percaya ada pemanasan global, Trump menarik diri dari Paris Agreement, kesepakatan untuk mengurangi emisi karbon. Karena menganggap covid-19 flu biasa, Trump kelewat optimistis badai covid-19 lekas berlalu sehingga ia terlambat menjalankan kebijakan antisipasi penyebarannya. Kesimpulan ilmiah pemimpin populis antisains tentu suatu generalisasi, simplifikasi. Sains, apalagi ilmu sosial, senantiasa mengandung bias generalisasi dan simplifikasi. Pemimpin populis antisains betul berlaku untuk Trump. Dia mungkin ‘dari sononya’ sudah antisains. Begitu lahir, Trump sudah jadi orang kaya. Bapaknya pengembang properti sukses. Ibaratnya, begitu lahir bayi lain menangis karena tidak tahu apakah bisa minum susu, bayi Trump menangis karena bingung menghabiskan harta bapaknya. Sebagai anak orang kaya, Trump mungkin merasa tidak perlu disiplin menimba sains di sekolah. Waktu duduk di kelas dua sekolah dasar, ia memukul gurunya. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte diindetifikasi sebagai pemimpin populis. Dia didukung Five Stars Movement, partai politik populis sayap kanan. Namun, Conte tidak antisains, setidaknya dalam kasus covid-19. Italia termasuk sigap mengantisipasi penyebaran covid-19. Sebulan sebelum kasus pertama dilaporkan, Kementerian Kesehatan Italia telah membentuk satgas penanganan virus korona. Italia bahkan menjadi negara Uni Eropa pertama yang memberlakukan pelarangan penerbangan dari dan ke Tiongkok. Kalaupun korban terjangkit dan meninggal dunia akibat covid-19 sangat tinggi, itu karena metode pengetesan yang keliru serta penduduk Italia yang lebih dari 80% berusia lanjut. Presiden Jokowi termasuk pemimpin populis. Menurut pakar politik Marcus Mietzner, populisme Jokowi bersifat pragmatis, moderat, dan inklusif. Jokowi bukan tipe pemimpin populis antisains, setidaknya dalam kasus covid-19. Jokowi memang terkesan optimistis. Tapi optimisme itu dibangun dari sains juga. Sains mengatakan tingkat kesembuhan covid-19 tinggi. Sains mengatakan iklim tropis seperti di Indonesia menghambat perkembangan covid-19. Berdasarkan sains itu, Jokowi mengajak rakyat optimistis covid-19 bisa dikalahkan. Sains mengatakan menjaga jarak fisik dan sosial bisa memutus penyebaran covid-19. Berdasarkan itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing dan kemudian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bila Jokowi tidak menerapkan lockdown, itu bukan karena dia antisains, melainkan itu pilihan yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto awalnya mengatakan yang sehat tak perlu bermasker karena menurut sains, covid-19 menular dari yang sakit terjangkit covid-19. Tetapi sains terus berkembang bahwa banyak yang terjangkit covid-19 tidak menunjukkan gejala. Yang sakit ataupun sehat dianjurkan memakai masker. Pemerintah mengeluarkan kebijakan meminta bahkan mewajibkan rakyat pada tingkat tertentu, misalnya ketika naik kendaraan umum, memakai masker. Pak Menkes pun kini rajin ‘maskeran.’ Pelajarannya tidak semua pemimpin populis antisains dan pemimpin mestinya tidak antisains. Pemimpin harus melandaskan kebijakannya pada sains. Namun, sains terus berkembang bahkan sangat cepat, termasuk sains tentang covid-19. Pemimpin harus membuka diri untuk mengubah dan mengembangkan kebijakannya berdasarkan sains yang terus berubah dan berkembang.