OLIGARKI KEKUASAAN HARUS DILAWAN !

 

Secara umum oligarki adalah suatu fenomena social yang harus dilawan sejara
fundamental atau mendasar. Keberadaan oligarki di Indonesia semakin jelas
nampak dalam kekuasan rezim ``reformasi``era kekuasaan rezim neolib Jokowi
dalam bentuk oligarki ekonomi dan politik, yang merefleksikan dirinya dalam
bentuk Oligarki kekuasaan, yang telah menimbulkan berakumulasinya kekayaan
dan pendapatan yang sangat besar pada segelintir orang atau sekelompok
orang, untuk membina basis kekuasaan sosial politik, baik secara formal
maupun secara non-formal, untuk melindungi, memperkokoh dan memperluas
kepentingan mereka. Sehingga dengan demikian maka, terbentuklah apa yang
disebut situasi self-reinforcing antara jaringan kekuasaan ekonomi dengan
jaringan kekuasaan politik, yang di era kekuasaan rezim neolib Jokowi muncul
dipemukaan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang Onobus Law. 

Jadi RUU Omnibus law itu adalah rancangan undang-undang yang disusun oleh
rezim neolib Jokowi untuk memberikan payaung hukum pada  jaraingan oligarki
kekuasaan, dalam melakukan bebijakannya yang cenderung untuk menghidupkan
kembali budaya KKN yang telah ditolak oleh gerakan reformasi 1998.

 

Perlawanan terhadap oligarki kekeasaan ini adalah merupakam pekerjaan besar
, yang nyerempet-nyrempet bahaya (Vivere Pericolofo), karena perjuangan
melawan oligarki kekuasaan ini sekaligus juga melawan RUU Omnibus Law dan
RUU Cipa Kerja; yang dipaksakan oleh rezim neolib Jokowi kepada DPR R I
untuk segera disahkan, dimana dalam konteks ini nampaknya  polisi akan
pasang badan.

Meskipun dengan demikian perjuangan ini harus  kita dukung, karena
perjuangan ini adalah perjuangan melawan oligargi kekuasaan adalah sebagai
supplement terhadap pekerjaan besar yang  telah di lakukan oleh
generasi-generasi 1945, yaitu bapak-bapak para tatriot kemerdekaan, pendiri
negara dan bangsa Indonesia, dalam bentuk Perang Kemerdekaan 1945-1949,
untuk mengusir penjajah kolonialisme Belanda dari bumi Indonesia. 

 

Oleh karena itu, dalam konteks melawan oligarki kekuasaan,budaya politik
kita di abad ke 21 harus mampu melakukan pekerjaan besar tersebut, jika kita
memang sungguh-sungguh berkinginan menyelasaikan tugas-tugas kita, yaitu
tugas untuk menyelesaikan amanat Proklamasi kemerdekaan Nasional 17.Agustus
1945, sampai  terbentuknya suatu masyarakat yang adil dan makmur tanpa
``expoitation de l´homme par l´homme`` (penindasan manusia atas manusia).

 

Harus disadari bahwa Oligarki kekuasaan yang intensitas cengkramannya cukup
tinggi dalam realitas sosial kita; ini terceremin dalam kebijakan rezim
neolib Jolowi, yang secara sadar telah melanggar konstitusi Negara kita,
yaiu UUD 45, kususnya Pasal 33 UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar negara,
secara radikal telah dirubah sehingga sistem ekonomi Pancasia, yang
didasarkan pada Pasal 33 UUD 45,telah dirubah dan bermetaphormosis, menjadi
ekonomi yang berdasrkan pada sistem ekoinomi kapitalisme neoliberal. 

Neoliberalisme adalah doktrin pasar yang tidak sempurna: Kemakmuran mereka
muncul karena kekuasaan politik berada di tangan jaringan oligarki ekonomi,
yaitu individu-individu yang egois,yang telah menimbulkan berakumulasinya
kekayaan dan pendapatan yang sangat besar pada segelintir orang atau
sekelompok orang, untuk membina basis kekuasaan sosial politik, dalam bentuk
apa yang disebut Oligarki kekuasaan, Oligarki kekuasaan ini hanya bisa
tumbuh subur dalam suatu negara yang menganut ideologi neoliberalisme. Di
Indonesia ideologi neoliberakisme hidup subaur di era ``reformasi`` pimpinan
rezim neolib Jokowi 2014-2020.

Neoliberalisme dirancang oleh politisi visioner seperti : Pinochet di Cili,
Thatcher dan lingkaran ultra konservatifnya di Inggris Raya, Reagen dan
Perang Dingin yang membawanya ke tampuk kekuasaan di AS, Suharto dan Klik
militer fasisnya, yang membawanya ketampuk kekuasaan diktator militer fasis
(Orde Baru) di NKRI, selama 32 tahun lamanya dan Jokowi yang muncul oleh era
``reformasi`` dan ``Pemilu curang`` 2014 dan 2019.

 

Dalam meyikapi negra, neoliberal berpendirian bahwa peranan negra harus
kecil, ini tercermin dalam kebijakan rezim-rezim ``reformasi`, yang berkuasa
di NKRI, terkasan sangat getol melakukan priwatisasi, misalnya priwatisasi
BUMN,menjual Indosat dll. Meskipun peranan negara diperkecil, namun demikian
dalam kenyataannya, negara tetap menciptakan adanya polisi khusus, polisi
rahasia, dan juga militer,yang digunakan untuk  menekan demo-demo rakyat
yang menuntut keadilan hukum, menuntut kenaikan gaji, menuntut hak
demokrasi, menolak kenaikan harga BBM, menolak pemecatan buruh pabrik, buruh
perusahaan, dan menentang penggusuran lahan-lahan tanah pertanian demi
melayani kepentingan para investor asing yang diundang dan mempidanakan
warga yang mengkritik presiden dan penjabat pemerintahan. Jadi secara
hakeka; doktrin neolib adalah bertentangan dengan amanat UUD 45 naskah asli,
khususnya Pasal 33 UUd ,dan Pancasila. Secara singkat dapat dikatajan bahwa
rezim neoliberal Jokowi telah melanggar konstitusi NKRI, yaitu UUD 45 naskah
asli dan Pamcasila.

Di era ``reformasi`` ini, neoliberal mendapat perlawanan keras dari gerakan
progresif  Rakyat Indonesia, dalam bentuk aliansi gerakan kaum Buruh,
Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Aliansi gerakan Mahasiswa, Aktivis gerakan
ekologi-sosial (Amdal),dll; yang semuanya pada prinsipnya menuntut kembali
pada UUD 45 asli, khusnya Pasal 33 UUD 45, dan Pancasila. Oleh karena
itulah, maka kaum neoliberal dan antek-anteknya menentang kesaras gerakkan
kaum buruh, Tani dan mahasiswa, dan gerakan ekologie-sosial, karena  gerakan
tersebut di pandang sebagai penghalang aktifitas Neoliberalisme, dalam
usahanya untuk memuluskan jalannya penjarahan kekayaan alam bumi Indonesia.
Oleh karena itulah mereka para politisi yang  berkuasa dan para pendukukung
neoliberalisne , tak segan-segan mengunakan Polisi dan TNI untuk
menghancurkan sepenuhnya grakan Rakyat Indonesia yang menuntut kembali ke
UUD 45 naslah asli, khususnya Pasal 33 UUD 45, dan Pancasila,dengan tuduhan
makar. Ini tercermin dalam tidakan polisi dan militer Indonesaia yang tak
segan-segan melakukan tidakan kekerasan, dan penagkapan terhadap
aktivis-aktivis kerakyatan yang menuntut hak-hak
kemerdekaan,kedaulatan,emansipasai, demokrasi, dan keadilan bagai seluruh
Rakyat Indonesia.

 

Kesimpulan akhir :  

 

Oligarki kekuasaan adalah produk dari sistem kapitalisme neoliberal, ia
adalah merupakan fenomena sosial, yang harus kita lawan secara fundamental
atau mendasar. Ini adalah merupakan tugas kita bersama yang sangat besar,
meskipun  Vivere Pericolof,namun demikian  harus kita lakukan, sebagai
supplement terhadap Penyelesaian tugas-tugas pokok Revolusi Kemerdekaan
nasional Indonesia. Jadi perjuangan melawan Oligarki ekonomi, yang membidani
lahirmya RUU Omnibus Law dan RUU Cipta kerja, tidak dapat dilakukan melalui
perjuangan parlementer  melalui DPR  atau MPR, karena dua jenis lembaga
legislatif itu telah gagal dalam mewakili suara rakyat, ini tercermin dalam
sikapnya yang sepenuhnya mengabdikan dirinya pada penguasa. Sikap ini
tercermin dalam silap mereka untuk membahas RUU Omnibus Law dan RUU Cipta
Kerja, meskipun telah ditolak oleh kaum buruh, tani,pekerja lainnya, dan
seluruh patriot bangsa Indonesia. 

Perjuangan untuk melawan jaringan oligarki kekuasaan (oligarki ekonomi,dan
kekuasaa), harus dilakukan melalui pejuangan non  nonparlememter, atinya
perjuangan melawan oligarki kekuasaan itu harus dikalukan dengan cara
melakukan demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri , seperti apa yang
sudah direncanakan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI);BEM SI,
Gerakaan anti korupsi, gerakkan Para Ulama keagamaan,dll; dalam rangka
menolak RUU Omnibus Law, dan RUU Cipta Kerja, yang diujudkan dalam bentuk
demonstrasi besar-besaran dari Sabang sampai Marauke. 

 

Bisa dipercaya bahwa Oligarki Kekuasaan tidak akan bisa dikoreksi hanya
dengan membuat stetment-stetment,misalnya; mengusulkan untuk memberlakukan
undang-undang Anti monopoli/Oligopoli, anti korupsi, meliberalkan
ketentuan-ketentuan perdagangan dan investasi. Oligarki Kekuasaan hanya
dapat dilawan dengan  komitemen yang  dijiwai oleh Political will, Political
Courage dan Capacity to implement yang tangguh. Yaitu gerakan revolusioner
dari seluruh lapisan masyarakat, misalnya : KSPI, BEM SI , Gerakan Anti
Korupsi, pekerja-pekerja yang lainnya, dan ormas-ormas keagamaan yang
militan yang  mempunyai Political wiil, Polotical Courage dan kemampuan yang
teguh untuk membela Kemerdekaan,dan kedaulatan NKRI yang kini terancam oleh
munculnya UU Omnibus Law,yang melanggar konstitusi Negara kita; dimana
negara kita sedang dalam keadaan terancam oleh teror pandemi COVID-19. Oleh
karena itu Perjunan ini Harus kita dukung.!!!  

Proklamasi kemerdekaan kita mengabsahkan dan memberi dimensi bagi misis-misi
kultural ini!!!

 

Roeslan.

 

Kirim email ke