-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1817-siapa-sudi-menolong-negara


Sabtu 02 Mei 2020, 05:30 WIB

Siapa Sudi Menolong Negara.

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Siapa Sudi Menolong Negara.

MI/EBET
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group.

RICHARD Nixon keok di tangan John F Kennedy pada Pemilu Presiden 1960 di 
Amerika Serikat. Kepada ajudannya Pete Hannigan, Nixon berkata, “Pete, ada satu 
hal penting yang memuaskan kita. Kampanye pilpres mengubur selamanya isu agama 
kandidat. Buruk untukku, tetapi baik bagi Amerika.

” Masyarakat Amerika yang mayoritas Protestan sempat menggunakan isu agama 
untuk menyerang Kennedy yang minoritas Katolik. Akan tetapi, serupa 
perkataannya kepada sang ajudan, Nixon enggan menggunakan itu dalam kampanye. 
Nixon tidak menggunakan isu agama demi kebaikan negaranya.

Padahal, serupa satu kandidat di Pilkada DKI 2017, tidak ada halangan bagi 
Nixon untuk menyerang Kennedy dengan isu agama jika ia ingin memenangkan ego 
politiknya. Namun, penggunaan isu agama di masyarakat membuat Kennedy hanya 
menang tipis.

Selisih perolehan suara Kennedy dengan pesaingnya merupakan yang terkecil dalam 
sejarah pilpres Amerika. Akan tetapi, margin perolehan suara terkecil itu 
melahirkan salah satu pidato terhebat sepanjang sejarah dunia. Dalam pidato 
pelantikannya, Kennedy berucap, “And so, my fellow Americans: ask not what your 
country can do for you ask what you can do for your country.

” Nixon dan Kennedy rupanya tak hanya berkompetisi memperoleh suara terbanyak 
dalam pilpres, tetapi juga berlomba berbuat baik kepada negaranya. Mereka 
berlomba-lomba di jalan kebaikan buat negara. Semangat berbuat baik kepada 
negara ada dalam lagu Padamu Negeri. ‘Padamu Negeri kami berjanji…Padamu Negeri 
 kami berbakti….Padamu Negeri kami mengabdi… Bagimu Negeri jiwa raga kami…’

Di masa pandemi covid-19 ini, kita menuntut negara melakukan banyak hal buat 
kita. Tuntutan itu biasanya kemudian beranak pinak. Ketika satu tuntutan 
dipenuhi, lahir tuntutan berikutnya. Seorang teman tetap menuntut pemerintah 
melakukan lockdown kendati pemerintah sudah memutuskan pembatasan sosial 
berskala besar.

Saya sampaikan pemerintah telah memutuskan PSBB. “Anda mulai saja dari diri 
sendiri mematuhi PSBB,” kata saya. Dengan mematuhi PSBB dia sebetulnya sudah 
berbuat baik buat negara. Namun, dia langsung menutup percakapan.

Ketika untuk memenuhi tuntutan masyarakat, pemerintah memutuskan PSBB, bukan 
lockdown, dan itu menyebabkan industri mandek, lahir tuntutan kepada pemerintah 
untuk memberikan insentif kepada perusahaan dan bantuan sosial kepada pekerja 
yang terkena PHK.

Namun, APBN 2020 tidak menyediakan anggaran untuk penanggulangan pandemi 
covid-19. Maka, negara melakukan realokasi dan refocusing anggaran. Untuk itu, 
pemerintah memerlukan payung hukum berupa peraturan pemerintah pengganti 
undang-undang.

Celakanya, sejumlah kalangan ‘menuntut’ melalui Mahkamah Konstitusi supaya 
perppu itu dibatalkan. Rakyat tentu berhak bahkan berkewajiban menuntut negara 
melakukan berbagai hal untuk menanggulangi pandemi covid-19 dan dampaknya. 
Pemerintah dengan berbagai pertimbangan berkewajiban sedapat mungkin memenuhi 
tuntutan tersebut di tengah keterbatasan.

Akan tetapi, kita berharap tuntutan yang beranak pinak itu tak memantik 
kegaduhan karena kegaduhan itu bisa membuat imunitas kita berkurang, yang 
menyebabkan tubuh rentan terjangkit covid-19. Oleh karena itu, kita mestinya 
mengakhiri tuntutan yang memantik kegaduhan. Pun, bikin gaduh tak menolong 
negara mengatasi pandemi covid- 19 dan dampaknya.

Bencana seperti covid-19 ini sudah selayaknya mempersatukan kita, bukan 
‘menggaduhkan’ kita. Bencana tsunami Aceh pada 2004 mempersatukan masyarakat 
Aceh, mempersatukan Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Bersatu berarti berbuat 
sesuatu untuk negara.

Alangkah adilnya bila kita juga berbuat sesuatu buat negara, menolong negara. 
Mematuhi PSBB, beribadah di rumah, bekerja dari rumah, dan belajar dari rumah, 
tidak mudik, cuci tangan pakai sabun, dan menjaga daya tahan tubuh merupakan 
langkah-langkah menolong negara memutus rantai covid-19.

Mereka yang bergotong royong menyumbangkan perlengkapan dan akomodasi buat 
tenaga medis atau bantuan sosial telah menolong negara mengurangi dampak sosial 
ekonomi pandemi covid-19. Mereka tidak bertanya apa yang negara berikan untuk 
mereka, tetapi bertanya apa yang mereka berikan untuk negara.

Mereka bermental ‘padamu negeri’. Tukang cukur asal Garut, Jawa Barat, yang 
berkreasi dengan melayani pangkas ke rumah-rumah, telah berbuat kebaikan buat 
negara, tidak melulu menuntut negara berbuat untuk mereka. Tukang cukur kreatif 
ini juga bermental ‘padamu negeri’. Orang Indonesia, katanya, kreatif kalau 
kepepet. Orang memang biasanya berubah dalam keadaan genting.

Gotong royong dan kreativitas seperti itu tidak dimiliki negara lain dalam 
upaya penanggulangan covid-19. Kita berharap jumlah mereka yang ikhlas 
bergotong royong serta kreatif semakin banyak jika dibandingkan dengan yang 
cuma doyan menuntut negara berbuat untuk mereka. Kita boleh optimistis 
Indonesia lekas keluar dari cengkeraman pandemi covid-19.

 

 

 
 






Reply via email to