*https://www.harianaceh.co.id/2020/07/01/relokasi-7-usaha-asing-siap-siap-harga-diri-terbanting/ <https://www.harianaceh.co.id/2020/07/01/relokasi-7-usaha-asing-siap-siap-harga-diri-terbanting/>* *Relokasi 7 Usaha Asing, Siap-siap Harga Diri Terbanting*
*Rut Sri Wahyuningsih* <https://www.harianaceh.co.id/author/rutyuyun/>/*Redaksi HAI* <https://www.harianaceh.co.id/author/redaksi/> 01/07/2020 | 14:10 WIB <https://www.harianaceh.co.id/2020/07/01/relokasi-7-usaha-asing-siap-siap-harga-diri-terbanting/> ADAN Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat ada tujuh perusahaan asing yang telah merelokasi usahanya dari China ke Batang, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat (AS), Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan. Ketujuh perusahaan yang merelokasi investasi tersebut; pertama, Alpan Lighting (PT CDS Asia) merupakan perusahaan di bidang usaha industri lampu dengan tenaga surya. Kedua, Sagami Electric (PT. Sagami Indonesia) dengan bidang usaha industri komponen elektronika. Ketiga, Denso (PT Denso Indonesia) di bidang usaha industri suku cadang kendaraan bermotor. Keempat, Panasonic (PT Panasonic Manufacturing Indonesia) perushaan yang bergerak di bidang usaha industri barang elektronika. Kelima, Meiloon (PT Meiloon Technology Indonesia) usaha industri speaker, audio dan video elektronik. Keenam, Kenda Tire (PT Kenda Rubber Indonesia) di bidang usaha industri ban. Ketujuh, LG Electronics (PT. LG Electronics Indonesia) di bidang usaha industri perlengkapan elektronika seperti yang penulis kutip dari *kontan.co.id <http://kontan.co.id>* pada Selasa 30 Juni 2020. epala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan, total keseluruhan nilai investasi dari tujuh perusahaan tersebut mencapai US$ 850 juta atau sekitar Rp 11,9 triliun. Sementara, potensi penyerapan tenaga kerja hingga 30.000 orang. Sesuai arahan Presiden, sudah masuk 7 investor, kemudian minta kejar investor yang sudah berkomitmen relokasi. Bahlil menjelaskan bahwa proses menjemput investasi dari tujuh perusahaan ini dilakukan secara intensif. “Ketuk pintu” perusahaan satu per satu. Secara khusus, Kepala BKPM membentuk tim satuan tugas (satgas) khusus relokasi investasi. Tim tersebut kemudian mengawal perizinan perusahan mulai dari kementerian/lembaga terkait hingga pemerintah daerah. Kata Bahlil, selain tujuh perusahaan tersebut, terdapat tujuh belas investor lain yang telah menyampaikan minatnya untuk melakukan relokasi atau diversifikasi industrinya ke Indonesia. Dan masih ada potensi 119 perusahaan relokasi dari China, perintah presiden jangan kalah dari negara lain. Salah satunya yaitu investor asal Korea Selatan yakni LG Chemicals yang menyampaikan komitmennya akan membangun industri baterai kendaraan terintegrasi dengan smelter. Rencana nilai investasi LG Chemicals diperkirakan mencapai US$ 9,8 miliar dan menyerap hingga 14.000 tenaga kerja. Saking melemahnya ekonomi, presiden hingga memerintahkan jemput bola para investor asing itu. Dan sederet antrian masih berjajar di belakang 7 perusahaan di atas. Akankah pilihan ini tidak membawa konsekwensi? Kapitalisme yang tegak menjadi pondasi perekonomian negeri ini bahkan dunia memang tak pernah kehilangan cara melebarkan sayap dan menggali dalamnya potensi wilayah eksplorasi. Semata-mata semangatnya hanyalah materi yang terkumpul sebanyak-banyaknya. Kita mesti bersikap waspada, bersiap harga diri terbanting jauh ke bawah. Sebab, ini menunjukkan negeri kita sama sekali tak berdaulat di hadapan negara lain. Mudahnya legalisasi kebijakan itulah kuncinya. Penguasa kita merangkap menjadi pengusaha. Mumpung masih di atas kekuasaan mereka berusaha menyelamatkan kantong uang mereka, paling tidak setelah lunas bayar utang biaya kampanye masih ada sisa sedikit simpanan untuk 7 turunan. *Rakyat?* Entahlah itu urusan nomor berapa, sebab meskipun diprediksi mampu menyerap tenaga kerja yang tak sedikit, nyatanya rakyat masih saja tak sejahtera setelah adanya ratusan investasi tertanam di negeri ini. *Ironi!* Negeri yang luas sumber daya alamnya ini justru hidup dari utang dan investasi asing. Penduduk yang lapar dan terutama di masa pandemi COVID-19 dengan kelompok ekonomi lemah makin bertambah jumlahnya. Padahal kelak, setiap investasi akan meminta konsekwensi hilanglah lahan hijau karena pembuatan pabrik, rusaknya ekosistem dan resapan air sebab limbah, makin sempitnya wilayah hunian sebab terdesak perindustrian. Hilangnya mata pencarian para petani sebab ladang dan sawah terbeli dengan dollar. Belum lagi keniscayaan infiltrasi budaya asing dengan masyakat sekitar yang pasti membawa virus liberasi. Kawasan Industri Batang dijadikan sebagai sentra manufaktur yang mempunyai tiga tumpuan yaitu Cikarang, Gresik dan Batang. Lokasi pengembangan kawasan industri ini berdiri di atas lahan milik PTPN IX dan akan memadukan industri yang ada di Jawa Tengah dengan kawasan yang ada di Brebes dan Kendal dan yang tak kalah menariknya ada kawasan wisata Borobudur. Pengembangan kawasan industri Batang ini memiliki luas 4.300 hektare yang akan berlangsung dalam tiga fase, pembangunan fase pertama dilakukan seluas 450 hektare yang akan mulai dibangun tahun depan. Presiden juga meminta direksi PLN dan Pertamina untuk menyiapkan askes listrik dan gas. *Bagaimana nasib rakyat?* Paling banget menjadi buruh harian, itu jika perusahaan yang relokasi tak *include* TKA. Namun tetap saja, tak mungkin berkuasa atas tanah sendiri kecuali jadi buruh. Sebagaimana kasus datangnya TKA asal China di Konawe, Sulawesi Selatan yang menurut Luhut Binsar Pandjaitan tak pandai dalam teknologi pemasangan smelter, kali inipun sama, sebab dari 7 perusahaan itu lebih banyak bergerak di bidang elektronik dan kelistrikan. Pada dasarnya, negara menjamin hak setiap orang untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun (UUD )1945: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jika pernyataan presiden mengharuskan untuk jemput bola investasi di mana letak korelasinya? Lantas pemerintah berjalan di atas dasar apa? Sebab UUD yang menjadi pondasi dikeluarkan semua kebijakan ini justru “*OUT OF THE TRACK*“? *Buka mata buka telinga!* Kita sedang berhadapan dengan penguasa berjiwa pengusaha. Dengan alasan peningkatan ekonomi yang sebenarnya mereka sedang menyambung hidup dengan pendapatan investasi. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah sudah tak lagi memiliki hak atas ekplorasi SDA di wilayahnya. Lahan yang sedianya milik PTPN IX pun bakal raib disulap menjadi wilayah perindustrian. Bagaimana pula negara akan menciptakan ketahanan pangan bagi rakyatnya? Yang ada, rakyat lebih memilih menjadi tenaga kerja asing, sebab lebih menjanjikan masa depan dibandingkan mengelola tanah sendiri. Inilah bentuk kezaliman seorang pemimpin ketika mengambil metode pengaturan maslahat rakyat dengan sistem kapitalisme. Sebab sistem ini tak sesuai dengan fitrah manusia dan pasti lambat laun akan menimbulkan kerusakan. Benarlah kiranya firman Allah SWT: “*Dan sesungguhnya Allâh telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allâh memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allâh memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu.* [QS Ali Imrân Ayat 152*)* Ayat ini merupakan fatwa dari langit yang menjelaskan secara gamblang bahwa sebab dijadikannya orang-orang kafir sebagai penguasa atas kaum Muslimin adalah lemahnya kaum Muslimin dan perselisihan, serta penyelisihan mereka terhadap perintah-perintah *Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam*, juga disebabkan oleh kecintaan sebagian mereka kepada dunia yang lebih didahulukan di atas perintah *Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam*. Maka, bukti nyata ini memberikan pelajaran bahwa Kapitalisme dengan landasannya sekuler, memisahkan agama dari kehidupan tak akan memberikan kesejahteraan hingga kapanpun. Maka, saatnya kini kita kembali kepada aturan dari Allah SWT, Sang Khalik dan Mudabbir (Maha Pengatur). *Wallahu a’ lam bish shawab.* ***). Penulis saat ini aktif di Institut Literasi dan Peradaban*