-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2087-bersih-bersih-kejaksaan Kamis 13 Agustus 2020, 05:00 WIB Bersih-Bersih Kejaksaan Administrator | Editorial EKSPEKTASI publik terhadap institusi penegakan hukum di negeri ini sejatinya tak pernah berubah. Publik selalu menghendaki mereka dapat menjaga integritas, bertindak sungguh-sungguh, profesional, transparan, dan independen dalam setiap penanganan kasus apa pun. Meski kerap dikecewakan, publik tak pernah mengurangi ekspektasi. Seperti itu pula yang diharapkan publik dari lembaga Kejak saan Agung saat ini dalam kaitannya dengan kasus dugaan pelarian Joko Soegiarto Tjandra, buron korupsi hak tagih Bank Bali, yang menghebohkan. Kita tahu, hanya gara-gara seorang Joko, dua institusi penting Republik ini, kepolisian dan kejaksaan, ikut ter bawa dalam pusaran kasusnya. Meskipun kejaksaan lambat merespons dugaan keterlibatan ‘anggotanya’ dalam kasus tersebut, bahkan belakangan malah sempat mengeluarkan jurus nyeleneh dengan mengeluarkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 yang terkesan hanya untuk melindungi aparatnya dari jeratan hukum, publik tetap menyimpan harapan tinggi. Kesal, itu pasti. Akan tetapi, di balik kekesalan tersebut, sebagian publik tetap berpandangan positif bahwa mungkin ini saatnya Kejaksaan Agung untuk bersih-bersih diri. Itu terutama setelah Kejagung akhir nya menetapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka dugaan gratifi kasi yang diterima dari Joko Tjandra. Jaksa Pinangki Sirna Malasari ditangkap dan ditahan pada Selasa (11/8). Adapun tindak pidana yang disangkakan terhadap Pinangki ialah melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur tentang pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun. Penangkapan dan penahanan Pinangki menjadi perhatian publik karena tersangka seorang jaksa dan penyidiknya juga dari kejaksaan. Namun, barangkali tak salah juga bila masih ada pihak yang meragukan komitmen kejaksaan dalam kasus ini. Apalagi, belakangan kejaksaan rajin menciptakan situasi yang membuat mereka tidak kredibel di mata publik. Bagaimana kejaksaan bisa diharapkan membersihkan internal mereka jika lembaganya sendiri tak dipercaya? Persoalan kedua, ada dugaan suap senilai US$500 ribu yang diduga diterima Pinangki terkait Joko Tjandra. Dalam konteks kasus dugaan suap, publik tentu lebih percaya bila KPK dilibatkan. Sejumlah lembaga juga sudah menyuarakan itu. Selain secara lembaga KPK lebih dipercaya, kita pun agak ngeri membayangkan bila kasus suap oknum jaksa ditangani oleh institusinya sendiri. Sesungguhnya bersih-bersih diri memang mudah diucapkan, tapi sangat sukar dipraktikkan. Tidak hanya butuh komitmen kuat, tapi juga konsistensi dan persistensi tinggi agar upaya bersih-bersih diri itu tak malah berbelok menjadi ajang membela diri atau bahkan untuk sekadar melindungi korps. Artinya, bila kejaksaan ingin bersih-bersih diri, pada saat yang sama mereka juga harus rela membuka diri. Terutama membuka diri terhadap kemungkinan masuknya lembaga lain mengusut kasus aliran dana suap yang melibatkan aparatnya. Jangan lupa, aliran dana kepada jaksa Pinangki patut diduga juga akan menetes ke beberapa pihak lain yang dapat membantu kasus Joko Tjandra. Pinangki tentu tidak sendirian menerima uang itu, seperti hal nya dia juga tak sendiri dalam memainkan semua skandal itu. Pada titik tersebut, publik tentu lebih percaya bila bukan kejaksaan yang mengusutnya karena kalau itu yang terjadi, amat mungkin kejaksaan akan kehilangan independensi. Sekali lagi kita ingatkan, bersih-bersih tak boleh tanggung. Bila sapu sendiri tidak mampu, mengapa tak memakai sapu lain yang lebih layak dan dikenal lebih bersih. Kejaksaan mestinya sudah tahu soal itu. Masalahnya hanya ada pada kemauan dan kere laan. Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2087-bersih-bersih-kejaksaan