-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2094-menguji-objektivitas-kejaksaan Kamis 20 Agustus 2020, 05:00 WIB Menguji Objektivitas Kejaksaan Administrator | Editorial JAKSA memeras terkait dengan penanganan suatu kasus saja sudah satu hal yang keterlaluan. Lalu kata apa lagi yang pantas kita sematkan untuk jaksa yang memeras puluhan kepala sekolah demi meminta uang bantuan operasional sekolah (BOS)? Terserah publik mengekspresikannya, yang pasti lebih dari sekadar keterlaluan, bahkan memalukan. Kejadian di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, tidak bisa tidak, memang harus dikecam. Sejumlah pejabat Kejaksaan Negeri Inhu diduga memeras 64 kepala sekolah menengah pertama di kabupaten itu. Dengan memanfaatkan laporan LSM tentang potensi permasalahan dana BOS di sekolah-sekolah itu, mereka tanpa malu justru memeras dan meminta 'jatah' dari dana BOS tersebut. Kasus ini seperti semakin mengonfirmasi bahwa kecenderungan terus tergerusnya nurani pejabat dan aparatur negara memang benar adanya. Syahwat korupsi hampir selalu jadi biangnya. Sialnya, dana BOS yang sejatinya diadakan untuk tujuan besar meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air kerap menjadi sasaran. Teramat sering kita mendengar BOS dikorupsi, disimpangkan, ditilap, dan bahkan kini juga dijadikan bancakan oleh aparat penegak hukum. Dalam perspektif itu, kita patut memberikan dukungan kepada Kejaksaan Agung yang telah bergerak cepat mengusut kasus di Indragiri Hulu itu. Kini mereka telah menetapkan tiga tersangka pemerasan dan langsung menahan. Tidak tanggung-tanggung, salah satu tersangka itu ialah Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, Hayin Suhikto. Dua lainnya ialah pejabat selevel kepala seksi dan kepala subseksi. Ini kali kedua bagi Kejagung mengusut kasus yang menyeret orang-orang dalam institusi mereka dalam waktu yang berdekatan. Sebelumnya, kejaksaan juga telah menersangkakan sekaligus menahan jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kaitannya dengan kasus pelarian buron korupsi Joko Tjandra. Yang mungkin masih menjadi pertanyaan, akankah Kejaksaan Agung serius menyelesaikan perkara yang melibatkan oknum di internal lembaga? Publik boleh saja menduga ada kepentingan korps di balik gerak cepat Kejagung itu menetapkan tersangka-tersangka itu. Jangan-jangan ini hanya respons mereka, minimal untuk melindungi orang-orang mereka dari 'terkaman' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terutama dalam kasus Indragiri Hulu, KPK memang sudah sempat melakukan penyelidikan. Sebetulnya jika Kejagung memaknai bahwa kasus-kasus tersebut mencoreng Korps Adhiyaksa, tidak ada kata lain selain mereka mesti serius mengusutnya, bukan malah mencoba melindungi orang-orang sendiri. Sekali terlihat tidak serius maka boleh jadi corengan akan semakin memenuhi wajah kejaksaan. Sekali saja tidak tampak ketegasan Kejagung, kepercayaan publik bakal cepat tergerus. Di lain sisi, daripada terus mendebatkan siapa yang pantas menangani kasus yang melibatkan jaksa, barangkali akan lebih baik kalau publik mengalihkan fokus mereka untuk mengawal. Faktanya, kini kasus itu sudah dalam penanganan kejaksaan setelah berkoordinasi dengan KPK. Kita tentu tidak ingin pengusutan kasus 'berlevel memalukan' seperti pemerasan dana BOS oleh aparat penegak hukum itu cuma kelihatan garang di babak-babak awal, tapi kemudian lembek di pertengahan dan babak akhir. Karena itu, publik mesti kawal dan pastikan agar penuntasan kasus tersebut oleh kejaksaan tetap persisten, dan yang penting harus objektif dan profesional. Ini ujian untuk objektivitas kejaksaan. Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2094-menguji-objektivitas-kejaksaan