-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1932-cukong-calon-borong-partai




Kamis 10 September 2020, 05:00 WIB 

Cukong Calon Borong Partai 

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group | Editorial

  Cukong Calon Borong Partai MI/Ebet Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media 
Group. KONSTITUSI mengamanatkan bahwa kepala daerah harus dipilih secara 
demokratis. Dipilih mengandung makna adanya kontestasi di antara pasangan calon 
kepala daerah. Konstruksi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada 
pada hakikatnya menghendaki pasangan calon lebih dari satu dalam pilkada. 
Karena itu, sesuai ketentuan Pasal 54C ayat (1), jika terdapat satu pasangan 
calon, masa pendaftaran diperpanjang. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum 
(KPU), terdapat 28 daerah dengan dengan satu bapaslon alias calon tunggal. 
Karena itulah, KPU kembali membuka pendaftaran di 28 daerah itu mulai 11 
September sampai 13 September. Jika sampai perpanjangan masa pendaftaran tetap 
satu bapaslon, sesuai ketentuan Pasal 54C ayat (2) UU 10/2016, pilkada di 28 
daerah itu dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom 
yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom 
kosong yang tidak bergambar. Paslon itu berkontestasi dengan kotak kosong. 
Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kali ini calon tunggal 
terbanyak berada di Jawa Tengah, tersebar di lima kabupaten/kota, yaitu 
Kebumen, Wonosobo, Sragen, Boyolali, Grobogan, dan Kota Semarang. Di posisi 
kedua, ada Provinsi Sumatra Utara dengan empat kabupaten/kota, yakni 
Pematangsiantar, Serdang Bedagai, Gunung Sitoli, Humbang Hasundutan. Sumatra 
Selatan dengan dua daerah, yakni Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ulu 
Selatan. Calon tunggal lainnya terdapat di Gowa dan Soppeng di Sulawesi 
Selatan, Manokwari Selatan dan Raja Ampat di Papua Barat, Balikpapan dan Kutai 
Kartanegara di Kalimantan Timur, serta Ngawi dan Kediri di Jawa Timur. Tercatat 
pula di Bintan, Kepulauan Riau; Sungai Penuh, Jambi; Badung, Bali; Sumbawa 
Barat, Nusa Tenggara Barat; Pasaman, Sumatra Barat; Mamuju Tengah, Sulawesi 
Barat: Bengkulu Utara, Bengkulu; dan Pegunungan Arfak, Papua Barat. Jumlah 
calon tunggal selalu menanjak. Pada pilkada serentak gelombang pertama 2015, 
terdapat 3 calon tunggal dari 269 daerah yang menggelar pilkada. Pada pilkada 
serentak gelombang kedua (2017), 9 calon tunggal dari 101 daerah menggelar 
pilkada. Sementara pada gelombang ketiga (2018), terdapat 16 calon tunggal dari 
171 daerah yang menggelar pilkada. Mengapa ada calon tunggal? Jawaban secara 
teoritis ialah karena partai politik berorientasi kemenangan sehingga mendukung 
pasangan calon yang berpotensi menang. Pada sisi lain, regulasi tidak ramah 
dengan calon independen sehingga syarat diperberat. Pasangan calon tunggal 
bupati Ngawi, Jawa Timur, Ony Anwar Harsono-Dwi Rianto Jatmiko memborong 
dukungan 10 partai yang ada di DPRD setempat. Begitu juga pasangan calon 
tunggal di Kebumen, Jawa Tengah, Arif Sugiyanto-Ristawati Purwaningsih 
memborong dukungan dari 50 kursi yang ada di DPRD Kebumen. Penelitian yang 
dilakukan Bawaslu pada 2018 menguak fakta lain. Hasil penelitian itu dituangkan 
dalam buku Fenomena Calon Tunggal: Studi Kasus pada Pilkada 2018 di 16 
Kabupaten/Kota. Disebutkan bahwa fenomena borong partai politik dan kuatnya 
pengaruh orang kuat lokal jamak mewarnai praktik pilkada satu pasangan calon. 
Hasil penelitian itu mengungkap adanya peran dominan dari orang kuat lokal yang 
bertindak seperti pemerintah bayangan yang kadang lebih kuat dari pemerintah 
resmi sehingga mampu menyetir berbagai kebijakan. Pemerintah bayangan itulah 
yang mengatur kebijakan penetapan tender proyek fisik dan nonfi sik setelah 
pilkada. Kehadiran orang kuat lokal itu sebagai politik balas budi yang 
berkelindan dengan klientelisme, kronisme, dan perkoncoan. Siapakah cukong 
lokal itu? Orang kuat di Banten, yang dikutip dalam hasil penelitian itu ialah 
komunitas Jawara Banten yang bertemali kuat dengan politik, bisnis, dan 
kebudayaan. Di Jawa Tengah, orang-orang kuat lokal memiliki latar belakang 
sebagai tuan tanah atau orang kaya, dan berlatar belakang tokoh agama seperti 
terjadi di Jawa Timur. Menolak calon tunggal hakekatnya ialah menolak kehadiran 
cukong pilkada yang melakukan praktik memborong partai. Penolakan itu dalam 
wujud kehadiran relawan koko alias relawan kotak kosong. Bukan mustahil kotak 
kosong menang pilkada.  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1932-cukong-calon-borong-partai





Kirim email ke