-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2126-saatnya-negara-memaksa


Sabtu 26 September 2020, 05:00 WIB 

Saatnya Negara Memaksa 

Administrator | Editorial 

  PANDEMI covid-19 di negeri ini masih jauh dari selesai. Penyebaran virus 
mematikan itu justru semakin parah. Kematian yang diakibatkannya pun bertambah. 
Tak tanggungtanggung, sudah lebih dari 10 ribu anak bangsa meninggal lantaran 
terpapar korona. Jika dibandingkan dengan pasien sembuh yang mendekati 200 ribu 
dari total kasus positif lebih dari 260 ribu, angka kematian memang sedikit. 
Akan tetapi, jangankan 10 ribu, satu nyawa saja yang melayang terbilang banyak, 
sangat banyak. Terus bertambahnya jumlah korban adalah peringatan nyata, amat 
nyata, bahwa korona benar-benar telah menjelma menjadi malaikat pencabut nyawa. 
Ia tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, maupun kelas. Siapa pun 
dan di mana pun berisiko terpapar dan meninggal. Pada konteks itulah, untuk 
kesekian kalinya kita mengingatkan bahwa wabah korona adalah ancaman luar 
biasa. Ia tidak bisa dipandang remeh, tak dapat pula dihadapi dengan sikap abai 
dan bebal. Mau bukti apa lagi bahwa covid-19 memang sangat mengkhawatirkan jika 
penyebarannya begitu cepat dan terus meningkat dari hari ke hari? Perlu 
pembenaran apa lagi untuk mengatakan bahwa korona adalah musuh paling berbahaya 
saat ini jika liang lahad tiada henti digali? Tren peningkatan kasus positif di 
banyak daerah adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa korona masih terlalu 
kuat untuk dijinakkan. Saking cepatnya ia menular, rumah sakit dan fasilitas 
kesehatan mulai kewalahan. Demikian pula dengan tenaga kesehatan yang sudah 
lebih dari enam bulan berjibaku menangani pasien korona. Karena itu, melalui 
forum ini kita terus mengingatkan seluruh lapisan masyarakat untuk aktif ambil 
bagian dalam perang melawan korona. Caranya sangat sederhana, yakni patuh pada 
ketentuan-ketentuan protokol kesehatan. Mengenakan masker, menjaga jarak, dan 
rajin mencuci tangan mungkin terdengar membosankan. Akan tetapi, itulah 
jurus-jurus jitu untuk melindungi dari pukulan mematikan yang dilancarkan 
covid-19 selama vaksin dan obat masih dalam penantian. Menghindari kerumunan 
juga penting, sangat penting. Menghindari kerumunan sama saja menghindari 
bahaya, bahaya bagi diri sendiri maupun buat orang lain. Seperti jurusjurus 
sebelumnya, ia juga sangat mudah untuk dilakukan. Namun, hal-hal yang 
semestinya gampang itu ternyata sangat sulit bagi banyak orang. Tidak sedikit 
warga masyarakat yang masih abai mengenakan masker dan menjaga jarak saat 
beraktivitas. Tidak sedikit pula mereka yang bergabung dalam kerumunan, atau 
bahkan dengan sengaja membuat kerumunan. Apa yang dilakukan seorang pemimpin 
DPRD kota di Jawa Tengah baru-baru ini ialah contoh kebebalan di tengah 
pandemi. Sebagai pejabat, dia yang seharusnya menjadi teladan ketaatan terhadap 
protokol kesehatan justru menggelar konser musik dangdut untuk merayakan 
pernikahan dan khitanan anaknya yang disesaki ribuan orang. Ironisnya lagi, 
keramaian tanpa izin itu dibiarkan saja oleh aparat. Kita tidak tahu pasti 
kapan pandemi ini usai. Karena itu, untuk mencegah korona yang kian menggila, 
tiada cara lain kecuali memastikan protokol pencegahan dipatuhi oleh seluruh 
kalangan. Ketentuan-ketentuan dalam pembatasan sosial berskala besar alias PSBB 
atau apa pun bentuk kebijakan di tiap-tiap daerah jelas bukan untuk 
gagah-gagahan. Ia disusun untuk diterapkan, dan pemerintah diberi kekuasaan 
menegakkannya. Kita tidak bisa lagi membuang-buang waktu dengan menunggu 
kesadaran masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan. Saatnya negara 
memaksa mereka agar korona tak semakin merajalela.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2126-saatnya-negara-memaksa






Kirim email ke