Puluhan Akademisi dari 30 PT Tolak RUU Cipta Kerja

Senin , 05 Oktober 2020 | 21:50
https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24483/puluhan_akademisi_dari_30_pt_tolak_ruu_cipta_kerja
Puluhan Akademisi dari 30 PT Tolak RUU Cipta Kerja
Sumber Foto KontraS
Ilustrasi
POPULER
Ini 7 Poin Perubahan dalam RUU Cipta Kerja Yang Disahkan DPR <https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24481/ini_7_poin_perubahan_dalam_ruu_cipta_kerj_yang_telah_disahkan_dpr>Paripurna DPR Sahkan RUU Cipta Kerja, Demokrat dan PKS Menolak <https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24478/paripurna_dpr_sahkan_ruu_cipta_kerja__demokrat_dan_pks_menolak>Puluhan Akademisi dari 30 PT Tolak RUU Cipta Kerja <https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24483/puluhan_akademisi_dari_30_pt_tolak_ruu_cipta_kerja>Survei: Elektabilitas Ganjar Ungguli Prabowo <https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24464/survei__elektabilitas_ganjar_ungguli_prabowo>HUT ke-75 TNI, Jokowi: Tantangan TNI Makin Berat <https://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/24434/hut_ke_75_tni__jokowi__tantangan_tni_makin_berat>
Listen to this

JAKARTA--Puluhan akademisi dari 30 kampus di Indonesia menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR dalam sidang paripurna, Senin (5/10).

Herdiansyah Hamzah, dosen di Universitas Mulawarman, Samarinda, mengatakan sejauh ini tercatat ada 71 akademisi yang menyampaikan penolakan terhadap pegesahan RUU tersebut. Jumlahnya pun masih akan terus bertambah.

Ia juga membenarkan akademisi-akademisi itu berasal dari berbagai kampus di Indonesia. Sejauh ini, sudah ada 30 kampus yang terdata. “Iya, 30 kampus,” ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada/IDN Times/.

Dikutip dari/IDN Times/, Herdiansyah mengatakan bahwa dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka terdapat beberapa masalah mendasar, terkait materi muatan pasal-pasal dalam RUU tersebut, antara lain:

1. Sentralistik serasa gaya Orde Baru. Terdapat hampir 400an pasal yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menerbitkan Peraturan Presiden.

2. Anti lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis risiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat.

3. Liberalisasi Pertanian. Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumber daya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.

4. Abai terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pelaku bisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain.

5. Mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode ‘omnibus law’ tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua proses pembentukan hukum ini dilakukan di masa pandemi, sehingga sangat membatasi upaya memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia,” ujarnya.

“Mempertimbangkan permasalahan mendasar tersebut dan serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi maka kami tegas menolak disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibus Law),” katanya lagi.

Dikutip dari SINDONews.com, para akademisi yang menandatangani penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja, yaitu, Prof. Muhammad Fauzan (FH Unsoed), Prof. Susi Dwi Harijanti (FH Unpad), Beni Kurnia Illahi (FH Universitas Bengkulu), Hendriko Arizal (FH Universitas Bung Hatta), Herlambang P. Wiratraman (FH Universitas Airlangga), Satria Unggul W.P (FH Universitas Muhammadiyah Surabaya), Mohammad Isa Gautama (FIS Universitas Negeri Padang), Herdiansyah Hamzah (FH Universitas Mulawarman), Haris Retno (FH Universitas Mulawarman), Sri Murlianti (Fisip Universitas Mulawarman).

Kemudian, M.H.R. Tampubolon (FH. Universitas Tadulako), Maradona (FH Universitas Airlangga), Fajri M. Muhammadin (FH Universitas Gadjah Mada), HS Tisnanta (FH Universitas Lampung), Heru Susetyo (FH Univ Indonesia), Khairani Arifin (FH Universitas Syiah Kuala), Tanius Sebastian (FH Universitas Parahyangan), Wendra Yunaldi (FH UMSB), Nano Susanto (Sekdes Desa Mata Air), Alif Raimulan (Fisip Universitas Mulawarman), Charles Simabura (FH Universitas Adalas).

Selanjutnya, Jafar (alumni fisip Unmul), Adi Rahman (Fisip Universitas Mulawarman), Jupri (FH Universitas Ichsan Gorontalo), Safarni Husain (FH Universitas Mulawarman), Amelia Rizky Yunianty (FISIP, Universitas Mulawarman), Wiwik Harjanti (FH Universitas Mulawarman), Sonny Sudiar (FISIP Universitas Mulawarman), Hania Rahma (FEB UI), Tommy Sumakul ( FH Unsrat Manado), Hariadi Kartodihardjo (Institut Pertanian Bogor), Abdil Mughis Mudhoffir (Sosiologi Universitas Negeri Jakarta), Dian Noeswantari (Pusham Ubaya Surabaya), Andri G. Wibisana (FH Universitas Indonesia), Saiful Mahdi (FMIPA Universitas Syiah Kuala), Fachrizal Afandi (FH Universitas Brawijaya), Devi Rahayu (FH UTM Bangkalan), Hariadi Kartodihardjo (Institut Pertanian Bogor), Abdil Mughis Mudhoffir (Sosiologi Universitas Negeri Jakarta), Dian Noeswantari (Pusham Ubaya Surabaya) dan Joeni A. Kurniawan (FH Universitas Airlangga).



Sumber Berita: IDN Times

Kirim email ke