-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1968-merayakan-solidaritas




Kamis 22 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Merayakan Solidaritas 

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group | Editorial

  Merayakan Solidaritas MI/Ebet Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group. 
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin berusia satu tahun 
pada 20 Oktober. Membangun solidaritas sosial ialah salah satu keberhasilan 
nyata saat ini. Harus jujur diakui bahwa praktik politik praktis telah membelah 
bangsa. Pemilu dan pilkada yang mestinya menyatukan malah memisahkan satu sama 
lain dalam kenyataannya. Lembaga Riset Polmark Indonesia pada 2018 merilis 
hasil survei. Disebutkan bahwa ada peningkatan potensi rusaknya kerukunan 
sosial selama 2014-2017. Potret itu didapat dari hasil survei Polmark saat 
Pilpres 2014 dan Pilkada DKI Jakarta 2017. Dalam survei Polmark setelah pilkada 
DKI, ditemukan sedikitnya 5,7% hubungan pertemanan yang rusak. Sementara itu, 
setelah Pilpres 2014, Polmark menemukan 4,3% hubungan pertemanan rusak. Efek 
dan residu polarisasi politik pada Pilpres 2014 dan Pilgub Jakarta 2017 terbawa 
dalam Pemilu 2019. Hasil riset Puskapol UI menunjukkan bahwa dua pihak yang 
berkontestasi dalam Pilpres 2019 jelas mengapitalisasi berbagai isu identitas. 
Polarisasi setelah Pilpres 2019 masih terasa selama empat bulan pertama 
pemerintahan Jokowi-Amin meski Prabowo yang menjadi rival Jokowi sudah 
bergabung dalam pemerintahan. Pandemi covid-19 membawa kesadaran baru di 
tingkat akar rumput, kesadaran untuk bersatu padu melawan virus korona. 
Semangat saling membantu dan bergotong royong menjadi kesadaran baru. Di 
kompleks saya, misalnya, ketika satu keluarga diketahui positif covid-19, 
keluarga itu melakukan isolasi mandiri. Gotong royong pula tetangga menyuplai 
kebutuhan makanan keluarga itu. Sepenggal cerita saling membantu itu menjadi 
sejarah negeri tak berhenti berkisah soal solidaritas yang menjadi kekuatan. 
Solidaritas itu patut dirayakan. Merayakan solidaritas menjadi subjudul buku 
Laporan Tahunan 2020 yang diterbitkan Kantor Staf Kepresidenan. Solidaritas 
disebutkan sebagai sebuah kekuatan energi yang menembus sekat agama, suku, ras 
dan status sosial, serta menggerakkan masyarakat ikut terlibat memikul beban 
dengan segala hal yang dimiliki dan dikerjakan. ‘Bermula dari kegelisahan warga 
atas hidup yang kian sulit akibat wabah yang entah sampai kapan. Lalu muncul 
ide sederhana: membantu sesama dengan menghimpun tenaga dan sumber daya. Dari 
skala kecil, kampanye hidup sehat, membuat dapur umum bagi warga yang 
kekurangan, membeli produk tetangga dan kolega yang terkena PHK, hingga 
beramai-ramai ikut merakit dan menjahit alat pelindung diri ketika barang itu 
langka dan jadi rebutan dunia’. Jika politik membelah, wabah covid-19 justru 
menyatukan. Karena itu, tepatlah makna solidaritas dalam ensiklik Paus Yohanes 
Paulus II, Sollicitudo Rei Socialis. Solidaritas dimaknai sebagai keteguhan 
hati ‘yang mantap dan tekun’ untuk membangun kesejahteraan umum. Ada korelasi 
yang kuat antara solidaritas dan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum menurut 
Gaudium et Spes ialah keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan, yang 
memungkinkan, baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk 
secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka. Solidaritas 
sosial harus dirawat untuk menjadi modal politik berkeadaban. Lawan politik 
mesti dianggap sebagai teman adu berpikir dan gagasan. Pilpres ataupun pilkada 
itu cuma instrumen memilih pemimpin dan pada akhirnya pemimpin itu hanya 
bekerja untuk memakmurkan rakyat. Patut disyukuri, sejauh ini, kampanye pilkada 
menjauhi politik identitas meskipun hingga kampanye memasuki hari ke-25 pada 20 
Oktober, masih tercatat sejumlah pelanggaran protokol kesehatan dan pelanggaran 
lain, seperti politik uang. Modus politik uang, kata Ketua Komisi Pemberantasan 
Korupsi Firli Bahuri, ialah 58 daerah yang menggelar pilkada menganggarkan 
jaring pengaman sosial (JPS) untuk penanganan pandemi covid-19 di atas 40% dari 
total APBD. Selain itu, pada daerah yang kepala daerahnya berpotensi maju 
kembali, yakni di 31 daerah, alokasi untuk jaring pengaman sosial melebihi 50% 
di atas APBD. Bahkan, ujarnya, ada 6 daerah yang mengalokasikan JPS melebihi 
75% dari total APBD. Terus terang, anomali alokasi dana jaring pengaman sosial 
itu bukanlah bagian dari solidaritas sosial yang dirayakan sebab alokasi itu 
sesungguhnya korupsi kewenangan untuk meningkatkan elektabilitas. Eloknya, 
dalam rangka merawat solidaritas, anggap saja Indonesia ibarat tubuh yang 
terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Satu bagian 
terluka, sakitnya terasa di sekujur tubuh bangsa. Karena itu, segenap anak 
negeri perlu bergandengan tangan menjaga dan merawat tubuh bernama Indonesia.  


Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1968-merayakan-solidaritas






Kirim email ke