-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://bali.antaranews.com/berita/213961/tnbb-jadi-pilot-project-pengawasan-hutan-berteknologi-ai



TNBB jadi "pilot project" pengawasan hutan berteknologi AI

Minggu, 25 Oktober 2020 21:52 WIB

Satwa endemik di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) jalak Bali. (FOTO 
ANTARA/HO-Kemenhut/MA/2020)
Singaraja (ANTARA) - Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Provinsi Bali saat ini 
sedang dijajaki untuk dijadikan "pilot project" dalam program "Smart Forest 
Guardian" atau pengawasan hutan melalui teknologi kecerdasan buatan (artificial 
intelligence/AI), yang merupakan program kerja sama antara perusahaan Huawei 
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Objek pertama yang dijajaki adalah TNBB. Dalam rangka kerja sama itulah TNBB 
dijajaki untuk mengetahui lokasi dan kondisi di TNBB," kata Kepala TNBB Agus 
Ngurah Kresna Kepakisan di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Minggu.

Ia mengatakan TNBB sudah dikunjungi oleh tim lintas kementerian yang terdiri 
atas perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan 
Syber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), KLHK bersama tim 
teknis Huawei.

"Setelah penjajakan lokasi, nanti pihak Huawei secara resmi menyusun kerja sama 
kepada Menteri KLHK, dan keputusan berada di tangan menteri," katanya.

Ia menjelaskan penjajakan tim lintas kementerian ke TNBB ini merupakan tidak 
lanjut rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko Marves bersama dengan 
Kemenkominfo, KLHK, BPPT, BIN, BSSN, serta Huawei pada Rapat Koordinasi 
Peningkatan Pengawasan Kawasan Hutan secara virtual pada Selasa (6/10) 2020.

Pihak TNBB, kata dia,  menyambut baik kehadiran teknologi AI yang akan 
dikembangkan bersama Huawei itu karena akan membantu dalam pengawasan hutan di 
kawasan TNBB.

"Apalagi TNBB memiliki dengan satwa endemik jalak Bali yang juga merupakan 
satwa dilindungi karena tergolong langka," katanya.

Baca juga: TNBB siap lepasliarkan Jalak Bali hasil penangkaran

Teknologi pengawasan dengan kecerdasan buatan itu, kata dia, adalah alat untuk 
mendeteksi suara di kawasan hutan. Teknologi itu mampu membedakan suara satwa, 
burung, dan satwa lainnya, termasuk juga mampu mendeteksi suara gergaji, suara 
senso, atau suara-suara lain yang mencurigakan.

"Jadi, selain untuk mengawasi hutan dari tindak kriminal 'illegal loging' juga 
sekaligus sebagai alat untuk memonitor keberadaan satwa di kawasan hutan," 
katanya.

Dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Pengawasan Kawasan Hutan secara virtual itu, 
Menko Marves Luhut B. Pandjaitan yang memimpin rakor mengatakan peningkatan 
kawasan hutan menjadi hal yang utama.

"Dengan adanya pemanfaatan teknologi kita dapat langsung memantau perekaman 
data secara gambar maupun suara, untuk dapat membuat data yang lengkap mengenai 
aktivitas hutan kita di Indonesia. Kita dapat memantau aktivitas illegal yang 
terjadi di hutan kita," katanya.

Ia meminta kepada Huawei dan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk 
dapat mengharmonisasi sistem dan data yang akan dikembangkan untuk dapat 
menjadi lompatan yang luar biasa dalam pengawasan aktivitas ilegal dalam hutan 
di Indonesia.

Baca juga: Populasi jalak bali berkembang pesat

Secara terpisah, CEO Huawei Indonesia, Jacky Chen, mengatakan pihaknya sebagai 
penyedia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terkemuka di dunia yang telah 
20 tahun hadir di Indonesia, berkomitmen untuk terus mendukung Indonesia dalam 
mengantisipasi tantangan dan peluang melalui pemanfaatan teknologi.

"Selama masa pandemi, kami juga telah mengontribusikan teknologi kecerdasan 
buatan dan 'cloud' bagi dunia kesehatan dan pendidikan," katanya.

Ia mengatakan kerja sama ini merupakan kebanggaan bagi Huawei dapat memperluas 
kontribusi hingga menjangkau bidang lingkungan hidup di Indonesia melalui 
inisiatif global untuk inklusi digital TECH4ALL yang merupakan bagian dari 
tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan teknologi digital.

"Kami berkolaborasi dengan LSM Rainforest Connection (RFCx) membangun Smart 
Forest Guardian menggunakan teknologi AI untuk melindungi hutan dari pembalakan 
dan perburuan liar, serta upaya konservasi alam di Taman Nasional Bali Barat. 
Kami sangat percaya bahwa teknologi yang baik dapat membawa manfaat yang lebih 
besar bagi bangsa. Keterlibatan ini menjadi bagian awal dari perjalanan besar 
bersama untuk lingkungan yang makin lestari," katanya.
 
Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) siap dilepasliarkan oleh Balai Taman 
Nasional Bali Barat (TNBB) , karena populasi burung langka itu meningkat tajam 
pada tahun ini. (FOTO Antara News Bali/Made Adnyana/2020)

Teknologi awasi hutan

Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem 
(KSDAE) KLHK Wiratno dalam peninjauan di TNBB menjelaskan bahwa saat ini KLHK 
juga telah memanfaatkan teknologi untuk pengawasan hutan.

"Saat ini sudah pakai Camera Trap dan GPS Collar, untuk memantau Gajah 
Sumatera. Dengan kerja bersama, teknologi AI dimanfaatkan untuk mendeteksi 
suara yang berada di hutan. Deteksi suara ini juga dapat memperlihatkan 
kekayaan satwa endemik Indonesia," ujarnya.

Menurutnya, teknologi ini diharapkan membantu pengamanan dan pengawasan hutan 
dari "illegal logging", "illegal mining", "illegal poaching" pemantauan satwa, 
wisata alam, serta pengayaan dan pemanfaatan data kehutanan.

Saat ini Indonesia memiliki 54 taman nasional yang mana sebagian diantaranya 
merupakan situs warisan dunia (World Heritage Unesco). Bahkan baru-baru ini 
bekerja sama dengan komunitas burung dan Swiss, telah diterbitkan buku Atlas 
Burung Indonesia.

Indonesia tercatat memiliki jumlah burung endemik terbanyak di dunia. Artinya 
ada 400 jenis burung endemik yang hanya bisa ditemukan di Indonesia. Salah 
satunya Jalak Bali yang hanya bisa ditemukan di Taman Nasional Bali Barat. 
Keragaman suara satwa rencananya akan dikelola dalam virtual sound museum.

"Melalui teknologi yang akan kita kembangkan bersama Huawei, maka kita dapat 
membuat virtual sound museum yang berisikan suara-suara yang tertangkap dari 
alat yang akan dipasang di hutan," katanya.

Menurutnya, kerja sama ini telah disambut baik oleh BPPT, Kemenkominfo, BIN, 
serta BSSN. Huawei pada pertengahan Oktober ini telah menandatangani nota 
kesepahaman dengan BPPT mengenai pengembangan kecerdasan buatan. Melalui 
teknologi kecerdasan buatan dalam pengawasan hutan diharapkan akan terkumpul 
data yang akurat dan rinci mengenai kondisi hutan di Indonesia.

"Hal yang harus diperhatikan adalah keamanan data yang akan didapatkan melalui 
teknologi ini. Data ini dapat menjadi acuan pemerintah untuk melakukan deteksi 
dini mengenai aktivitas illegal pada kawasan hutan," demikian Wiratno.

 
Pewarta : Made Adnyana
Editor : Edy M Yakub
COPYRIGHT © ANTARA 





Kirim email ke