Semangat Sumpah Pemuda adalah semangat PERSATUAN, memberikan teladan
pada kita bagaimana tokoh-tokoh gerakan ketika itu pandai menemukan
*TITIK-TEMU* segala perbedaan yang ada ditengah masyarakat. *BERSATU
BULAT* bukan dengan usaha menghilangkan segala yang berbeda itu, tapi
dengan menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada! Meyakini
bahwa PERBEDAAN yang ada itu BUKAN PENGHALANG PERSATUAN! Sebaliknya
justru *memperindah persatuan bangsa Indonesia dengan berbagai
warna-warni,* bagaikan satu kebun yang sangat indah sepanjang masa
dengan tumbuh suburnya aneka jenis bunga yang berbeda-beda, baik warna
yang berbeda maupun haruum bunga yang lebih menyegarkan, ...
Hentikan usaha genosidaterhadap sekelompok masyarakat hanya karena beda
ras, beda etnis, beda Agama ataupun beda pandangan ideologi/politik, ...
Jangan lanjutkan rasa KEBENCIAN terhadap sekelompok masyarakat yang
berbeda, temukanlah TITIK TEMU untuk BERGOTONG-ROYONG, bersama-sama
membangun masyarakat lebih baik dan lebih sejahtera, ...!!!
Salam,
ChanCT
-------- 轉寄郵件 --------
主旨: [GELORA45] Revitalisasi Semangat Sumpah Pemuda
日期: Wed, 28 Oct 2020 19:29:22 +0100
從: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]
<GELORA45@yahoogroups.com>
--
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://news.detik.com/kolom/d-5232712/revitalisasi-semangat-sumpah-pemuda?tag_from=wp_cb_kolom_list
Kolom
*Revitalisasi Semangat Sumpah Pemuda*
Asrorun Ni'am Sholeh - detikNews
Rabu, 28 Okt 2020 20:10 WIB
asrorun
Asrorun Ni'am Sholeh (Foto: istimewa)
Jakarta -
Semangat persatuan menjadi ruh dalam Sumpah Pemuda yang diikrarkan para
pemuda Indonesia 92 tahun yang lalu. Bersatu di tengah perbedaan, baik
suku, bahasa, adat istiadat, maupun agama.
Salah satu hal penting yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam
arahan saat puncak Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diselenggarakan
oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, Rabu (28/10) adalah soal persatuan
dan gotong royong untuk mewujudkan tujuan bersama.
Presiden menekankan semangat bergotong-royong, tidak ada istilah
penyekatan berdasarkan suku. Semangat Sumpah Pemuda adalah menyatukan
persaingan dan perbedaan. Sebab, tidak jarang antar-individu saling
menjatuhkan dalam berkompetisi di era globalisasi.
Sumpah Pemuda membawa energi positif yang menyatukan. Persaingan dan
perbedaan tidak harus membuat kita melupakan kepentingan dan tujuan bersama.
Perjuangan menyatukan seluruh komponen bangsa bukan pekerjaan mudah.
Melainkan, suatu usaha berkesinambungan yang dikerjakan dengan penuh
pengorbanan. Bulan Oktober adalah momentum penting menyatukan seluruh
potensi bangsa yang sejatinya ada di pundak para pemuda. Tanggal 22
Oktober yang telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional dan 28
Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda adalah momentum yang memiliki
keterkaitan erat. Keduanya sama-sama dipelopori para pemuda Indonesia.
Bagaimana pertempuran heroik di Surabaya pada 1945 diawali dengan
Resolusi Jihad yang kemudian direspons para pemuda untuk komitmen
kecintaan terhadap Tanah Air. Dan 17 tahun sebelumnya, para pemuda
meneguhkan komitmen persatuan dengan ikrar kesetiaan terhadap tanah air
Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia pada 28 Oktober 1928.
Sungguhpun berbeda agama, suku, ras, dan bahasa, namun diikat oleh satu
identitas, yaitu Indonesia.
Identitas Indonesia yang akan diperjuangkan kemerdekaannya sudah
terbentuk dengan ikrar Sumpah Pemuda. Tanpa ikrar persatuan itu, bisa
saja Indonesia akan terpecah belah menjadi serpihan kecil yang tak
bermakna. Hari Santri Nasional dan Sumpah Pemuda adalah momentum yang
mengajarkan kita tentang arti bersatu dan bangkit melawan kezaliman,
ketidakadilan, dan keterpurukan.
Spirit religiusitas dan nasionalisme bersatu di saat yang bersamaan.
Tentunya, ini menjadi berkah untuk rakyat Indonesia, sekaligus harapan
akan semangat persatuan dan kebangkitan. Saat ini, di tengah polarisasi
masyarakat atas sentimen politik, kita membutuhkan semangat keduanya.
Sejarah mengajarkan banyak hal kepada kita, terutama dari para pendiri
bangsa yang rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
*Semangat yang Sama*
Pasca proklamasi kemerdekaan yang juga diinisiasi percepatannya oleh
kaum muda, ancaman penjajahan belum juga surut. Sejarah mencatat, para
santri dan pemuda mewakafkan hidup mereka untuk merebut kembali
kemerdekaan yang baru seumur jagung. Ancaman kembalinya kaum penjajah
menghentakkan sanubari mereka untuk melawan dan memberikan seluruhnya,
harta, dan nyawa demi mempertahankan Ibu Pertiwi.
Para santri dan kaum muda dengan caranya masing-masing bergabung dengan
seluruh elemen bangsa melawan penjajah, menyusun kekuatan dari
kelompok-kelompok kecil menjadi sebuah gelombang besar yang sulit
ditaklukkan. Mereka mengajarkan kepada generasi selanjutnya tentang
pentingnya mengatur strategi agar tidak terpecah dan membangkitkan
kesadaran pentingnya menjaga keutuhan dan kemerdekaan.
Dengan adanya Hari Santri dan Sumpah Pemuda di bulan yang sama,akan
menghapus sekat santri dan non-santri. Sebaliknya, akan memupuk semangat
kebangsaan, mempertebal rasa cinta Tanah Air, memperkokoh integrasi
bangsa, dan memperkuat tali persaudaraan.
Seperti di awal tulisan, keduanya adalah momen untuk mengingat bagaimana
para pendahulu kita memiliki semangat yang sama yakni semangat
kebangsaan, cinta Tanah Air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara.
Dalam sejarahnya kaum muda selalu menjadi agen perubahan sosial. Salah
satunya momentum Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, sebagai titik balik
komitmen kebersamaan di tengah perbedaan. Komitmen yang menyatukan
bangsa dengan mencari titik temu di tengah perbedaan organisasi, baik
yang berbasis kedaerahan, kesukuan, maupun keagamaan.
Mereka tidak saling mempertentangkan antara satu dengan yang lain. Yang
dicari adalah titik temu. Ada Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong
Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dan Pemuda Kaum Betawi. Ide persatuan
bangsa Indonesia datang dari berbagai elemen pemuda pada saat itu.
Mereka memiliki semangat kebangsaan yang sama, yakni Indonesia sebagai
tumpah darah, bangsa, dan sekaligus identitas bahasa.
Bahasa Indonesia yang disepakati dan diikrarkan sebagai bahasa persatuan
sejatinya adalah bahasa Melayu. Padahal saat itu mayoritas penutur
adalah orang Jawa. Mengapa bukan bahasa Jawa yang dijadikan bahasa
nasional? Ini tentu menarik bagaimana pengorbanan menyingkirkan
primordialisme dilakukan demi persatuan dan kesatuan nasional.
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan rasional, terkait dengan
kesederhanaan bahasa Indonesia dan penerimaan bahasa Melayu dari serapan
bahasa lain, baik bahasa asing seperti Arab dan juga bahasa daerah.
Salah satu kunci dalam komitmen bersatu adalah kesediaan untuk saling
memberi dan menerima. Bukan kecenderungan untuk mendominasi satu dengan
yang lain, sekalipun atas nama mayoritas. Pasca Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928, 17 tahun berikutnya, Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945
diproklamasikan dengan bahasa Indonesia. Itu menunjukkan bahasa
Indonesia memiliki peranan sangat penting di awal era kemerdekaan.
Teks dan proklamasi yang dibacakan Sukarno menggunakan bahasa Indonesia.
Secara faktual, proklamasi kemerdekaan berbahasa Indonesia telah
berperan besar menyatukan bangsa Indonesia.
*Titik Temu*
Sejatinya tidak perlu ada dikotomi antara semangat keagamaan dan
kebangsaan. Titik temu sudah dilakukan para pendahulu kita, bagaimana
kaum agamawan memainkan peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan.
Spirit kecintaan terhadap Tanah Air bukan hanya sekadar karena sebagai
warga negara, tetapi itu panggilan semangat keagamaan.
Di tengah berbagai ancaman bangsa dan negara saat ini, para pemuda
Indonesia harus bangkit dan tercerahkan dengan momentum Hari Sumpah
Pemuda. Tidak mudah memang, namun upaya-upaya berkesinambungan harus
terus dilakukan. Tentunya, ini menjadi wujud impian rakyat Indonesia
agar menyatu dalam nasionalisme dan rasa cinta Tanah Air. Pancasila
adalah titik temu dan kesepakatan para pendiri bangsa.
Oleh sebab itu, mempertahankan dan menjalankan Pancasila dan kehidupan
berbangsa dan bernegara tentunya adalah kewajiban tiap individu warga
negara.
Terbentuknya Indonesia sebagai negara kesatuan merupakan kesadaran
seluruh komponen bangsa tanpa mempersoalkan latar belakang agama, suku,
dan bahasa.
Kesadaran itu lahir dari kehendak bersama untuk membebaskan diri dari
belenggu penjajahan dan kolonialisme yang tidak sesuai dengan semangat
dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Semangat ini tentunya menjadi
modal dasar dan landasan kuat menyatukan dan meleburkan diri dengan
penuh kerelaan dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai titik temu, Pancasila mengandung semua komponen bangsa yakni
ketuhanan (religiusitas), kemanusiaan (humanisme), kebangsaan
(nasionalisme), kerakyatan dan keadilan. Lima Sila dalam Pancasila
adalah satu kesatuan yang saling menjiwai, tak terpisahkan. Memisahkan
semangat ketuhanan dengan kebangsaan sama bermasalahnya dengan
memisahkan semangat kebangsaan dengan ketuhanan. Prinsip yang lima itu
hasil pengejawantahan pemikiran para pendiri bangsa yang memang berjuang
untuk menerima semua kelompok dan golongan di bawah naungan NKRI.
*Bangkit Kembali*
Bagaimana hari ini, di tengah kondisi krisis akibat wabah Covid-19 kita
bisa bangkit kembali? Etos kebersamaan dan persatuan menjadi salah satu
prasyarat untuk kebangkitan kita. Anak-anak muda Indonesia sudah
memiliki sejarah sukses menjadi pionir, menjadi pelopor perekat
kebersamaan itu. Saya kira ini juga momentum untuk membangkitkan
kreativitas dan inovasi anak-anak muda, baik itu di bidang kepemimpinan,
di bidang kewirausahaan, maupun di bidang kepeloporan dan kesukarelawanan.
Anak-anak muda kita juga telah membuktikan perannya sebagai integrator
di tengah kondisi masyarakat yang memang masih terpolarisasi berdasarkan
afiliasi politik, berdasarkan kelas sosial yang ada. Situasi polarisasi
sosial seperti itu tidak boleh dilanggengkan, harus ada ice breaker-nya.
Nah, di situlah peran anak muda di dalam konteks kepeloporan.
Asrorun Ni'am Sholeh Deputi Menpora Bidang Pengembangan Pemuda, Ketua
Panitia Nasional Hari Sumpah Pemuda 2020
(mmu/mmu)
sumpah pemuda
hari sumpah pemuda
sumpah pemuda 2020