-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://news.detik.com/kolom/d-5235779/selesaikan-krisis-kesehatan-mencegah-krisis-ekonomi?tag_from=wp_cb_kolom_list




Kolom


Selesaikan Krisis Kesehatan, Mencegah Krisis Ekonomi

Bambang Soesatyo - detikNews

Sabtu, 31 Okt 2020 11:50 WIB
0 komentar
SHARE
URL telah disalin
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Foto: dok. MPR RI
Jakarta -

Krisis kesehatan dan krisis ekonomi dalam waktu bersamaan tidak boleh terjadi. 
Karena itu, menyelesaikan krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19 sekarang ini 
menjadi prasyarat, bahkan harga mati, agar perekonomian nasional maupun global 
lolos dari situasi krisis.

Apalagi, ketika pandemi COVID-19 belum berakhir, perekonomian dunia sudah masuk 
zona resesi. Semua negara masih harus all out mengerahkan semua daya dan upaya 
untuk meminimalisir dampak pandemi terhadap semua aspek kehidupan manusia. 
Ragam subsidi dan stimulus ekonomi direalisasikan. Mulai dari anggaran untuk 
merawat mereka yang terinfeksi COVID-19, membiayai ragam program perlindungan 
sosial hingga tunjangan gaji, subsidi untuk menjaga ketahanan sektor bisnis 
agar tidak bangkrut hingga alokasi puluhan triliun untuk belanja bahan baku dan 
program pengadaan vaksin virus Corona.

Kocek banyak negara benar-benar terkuras. Untuk membiayai semua program subsidi 
itu, sebagian negara harus menguras tabungan, sebagian lainnya mencari utang 
atau hibah. Banyak negara mengalami tekanan pada neraca pembayaran, maupun 
cadangan devisa yang terkuras. Tak kurang 100 dari 189 negara anggota IMF telah 
berkomunikasi dengan lembaga keuangan multilateral ini untuk mendapatkan dana 
darurat. IMF pun mengalokasikan bantuan pinjaman sebesar US$ 1 triliun untuk 
membantu negara anggota menangani pandemi COVID-19.

Pandemi virus Corona menjadi pukulan telak bagi perekonomian dunia. Permintaan 
barang dan jasa anjlok. Konsekuensinya, sektor bisnis atau perusahaan melakukan 
efisiensi dengan menurunkan volume produksi hingga mengurangi jumlah karyawan. 
Karena permintaan pasar dunia melemah, penerimaan banyak negara dari ekspor pun 
anjlok. Penerimaan dari pajak pun pasti tidak signifikan karena sektor bisnis 
hanya mampu bertahan dari potensi kebangkrutan. Untuk alasan itu pula banyak 
negara justru memberi keringanan pajak bagi dunia usaha. Mengharapkan investasi 
baru pun tidak realistis karena investor atau pemilik modal masih menunggu 
kepastian baru pasca pandemi.

Pertanyaan mendasarnya adalah mau berapa lama lagi situasi seperti sekarang ini 
akan berlangsung? Seberapa kuat keuangan negara terus mensubsidi atau memberi 
perlindungan sosial? Pada akhirnya, kemampuan setiap negara ada batasnya dan 
karena keterbatasan itulah banyak negara berutang. Ketika negara mulai 
mengurangi atau menurunkan volume subsidi saat perekonomian masih terkontraksi, 
ancamannya jelas pada memburuknya kualitas kehidupan.

Kualitas hidup yang memburuk adalah benih-benih krisis. Sekarang, perekonomian 
banyak negara, termasuk negara kaya, sudah di zona resesi. Indonesia pun sudah 
di zona yang sama. Jika stimulus ekonomi yang sudah direalisasikan itu gagal 
membawa sebuah negara keluar dari zona resesi, yang terjadi kemudian adalah 
krisis ekonomi.

Ketika perekonomian global dilanda krisis, segala sesuatunya menjadi sangat 
sulit. Apalagi masih ada krisis kesehatan sebagaimana terjadi sekarang ini. 
Semua negara akan fokus dan berorientasi mengamankan berbagai aspek kepentingan 
nasional, utamanya bahan pangan. Kalau sudah begitu, negara kaya dengan 
cadangan devisa melimpah pun tidak akan bebas dari kesulitan.

Indonesia pun akan mengalami kesulitan itu karena sejumlah kebutuhan komoditas 
pangan masih diimpor, seperti biji gandum, gula, kedelai, beras, jagung hingga 
tepung terigu dan bawang putih. Dengan cadangan devisa per September 2020 
sebesar US$ 135,2 miliar sebagaimana dilaporkan Bank Indonesia (BI), nilai 
tambah dari jumlah itu mungkin menjadi minim ketika perekonomian global dilanda 
krisis. Volume cadangan devisa itu setara pembiayaan 9,5 bulan impor plus 
pembayaran utang luar negeri pemerintah. Namun, impor bahan pangan menjadi 
tidak mudah dalam periode krisis global.

Karena itu, krisis kesehatan skala global maupun nasional saat ini harus segera 
dan cepat diselesaikan. Hanya itu opsinya agar perekonomian tidak terjerumus ke 
dalam lingkaran krisis. Untuk menghindari malapetaka, krisis kesehatan yang 
melanda dunia sekarang ini jangan sampai dibebani lagi dengan krisis ekonomi. 
Sangat mengerikan jika peradaban sekarang harus menghadapi dua krisis sekaligus 
di periode waktu yang sama.

Untuk alasan strategis itulah kerja dan kesadaran memutus rantai penularan 
COVID-19 menjadi faktor kunci. Semua elemen masyarakat Indonesia harus aktif 
berperan dalam upaya memerangi COVID-19. Peran masyarakat jelas sangat 
menentukan karena besar-kecilnya jumlah kasus COVID-19 di dalam negeri 
benar-benar ditentukan oleh perilaku masyarakat, utamanya mematuhi protokol 
kesehatan di masa pandemi.

Semua orang hanya perlu realistis dan mengakui bahwa ancaman virus Corona 
SARS-CoV-2 itu nyata. Ancaman itu bisa dihindari jika semua orang mau mematuhi 
dan menerapkan protokol kesehatan. Wacana tentang COVID-19 sebagai rekayasa 
atau konspirasi sama sekali tidak produktif dan juga tidak menyelesaikan 
masalah.

Virus Corona mewabah dan merenggut banyak nyawa manusia di negara-negara kaya 
hingga negara paling miskin sekalipun. Amerika Serikat (AS) yang adidaya itu 
bahkan mencatatkan jumlah kasus terbanyak dan korban jiwa terbanyak. Memasuki 
Oktober 2020, wajah Eropa pun kembali suram karena banyaknya bermunculan 
klaster baru COVID-19 di berbagai negara di Benua Biru itu.

Daripada berwacana tentang rekayasa atau konspirasi, lebih produktif dan 
solutif jika semua orang yang peduli memaknai data tentang jumlah kasus 
COVID-19 di dalam negeri maupun jumlah kasus di seluruh dunia. Lebih dari satu 
juta orang telah meninggal dunia karena penyakit COVID-19.

Dengan memaknai data kasus COVID-19, semua orang akan terdorong untuk mencari 
solusi. Saling menyalahkan atau menuduh pemerintah lamban mengantisipasi 
penularan COVID-19 juga tidak solutif. Tak satu orang pun atau satu negara pun 
yang tahu cara paling efektif menghentikan penularan virus ini. Pun tak ada 
teknologi canggih kekinian yang bisa diandalkan untuk mengeliminasi virus ini. 
Virus Corona memiliki akses jelajah penularan karena ketidaktahuan semua orang 
sejak awal pandemi.

Karena ketidaktahuan itu, dan juga karena alasan begitu sulitnya mengatur 
perilaku miliaran orang untuk menaati protokol kesehatan, semua orang akhirnya 
hanya berharap pada hadirnya vaksin Corona. Di penghujung 2020 nanti, rangkaian 
proses uji klinis vaksin Corona diperkirakan tuntas, sehingga vaksinasi untuk 
mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity) dijadwalkan realisasinya pada 
kuartal pertama 2021.

Vaksinasi Corona pun belum menyelesaikan keseluruhan masalah. Setelah vaksinasi 
itu, banyak negara, termasuk Indonesia, pun harus menata lagi perekonomian yang 
pondasinya nyaris rusak berat karena pandemi COVID-19. Vaksinasi yang sukses 
mewujudkan herd immunity akan membuka ruang bagi proses pemulihan semua mesin 
perekonomian. Sebab, sukses vaksinasi akan menghilangkan rasa takut sehingga 
semua orang lebih percaya diri untuk memulai lagi kegiatan-kegiatan produktif.

Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI
(prf/ega)
pandemi covid-19
mpr
opini







  • [GELORA45] Selesaikan Krisis... 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]

Kirim email ke