-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://news.detik.com/kolom/d-5251895/bahasa-daerah-pariwisata-dan-kompetisi?tag_from=wp_cb_kolom_list




Kolom

Bahasa Daerah, Pariwisata, dan Kompetisi

La Sugi - detikNews

Kamis, 12 Nov 2020 13:06 WIB

1 komentar
SHARE
URL telah disalin
Kemenparekraf Bersama CAKAP Latih Bahasa Inggris Pelaku Pariwisata Lewat Daring
Pelaku wisata di daerah bicara bahasa Inggris dengan turis (Foto: dok. 
Kemenparekraf)
Jakarta -
Februari 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis hasil temuannya 
tentang kategori bahasa daerah di Indonesia yang punah. Hasilnya, 11 bahasa 
daerah dinyatakan punah. Dan, 8 dari 11 bahasa daerah tersebut berasal dari 
Maluku.

Jangan sedih. Kita baru mulai.

Tidak harus menyalahkan para penutur bahasa yang menyebabkan satu bahasa punah. 
Atau menyalahkan generasi sekarang yang tidak tertarik untuk berbahasa daerah. 
Bisa jadi, bahasa daerah punah karena tidak kompetitif.

Misalnya begini. Saat ini sedang gencar-gencarnya pemerintah daerah Maluku 
mempromosikan pariwisata daerah. Bahkan beberapa waktu lalu ada lomba membuat 
blog video potensi wisata Maluku yang diselenggarakan oleh PKK Maluku.

Tentu lomba tersebut tidak hanya untuk mengaktifkan kreativitas Nyong-Nona 
Maluku, melainkan juga mempromosikan pariwisata Maluku pada dunia luar. 
Sehingga, minimal promosi tersebut menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa 
daerah.

Apabila konsumen yang ditargetkan dalam promosi adalah wisatawan Indonesia, 
maka tidak menjadi soal. Namun bagaimana jika konsumen yang ditargetkan bukan 
orang Indonesia melainkan wisatawan mancanegara?

Apakah para wisatawan mancanegara diminta untuk belajar bahasa daerah Maluku 
atau bahasa Indonesia baru bisa berwisata di Maluku? Maka berapa banyak yang 
akan belajar bahasa daerah Maluku? Sementara potensi wisata daerah lain lebih 
menjanjikan karena didukung dengan penutur lokal yang berbahasa asing dengan 
baik.

Sebut saja Lombok. Di Gili Trawangan, 98 dari 100 wisatawan adalah wisatawan 
mancanegara. Padahal pemandangan alam dan bawah laut Pantai Ora di Maluku 
Tengah jauh lebih indah dibandingkan dengan Gili Trawangan (tentu ini penilaian 
objektif soal keindahan).

Tetapi para pemandu wisatawan di Gili Trawangan yang adalah warga lokal tidak 
menggunakan bahasa Lombok atau bahkan bahasa Indonesia untuk memandu wisatawan 
asing tadi, melainkan dengan bahasa Inggris.

Ada juga para pedagang di pelabuhan penyeberangan feri di Lembar, Lombok. 
Mereka menjual mie instan kepada wisatawan asing seharga 50.000 rupiah.

Yang membuat mie instan itu mahal bukan karena mie-nya, melainkan karena 
pembeli adalah warga asing, para penjualnya bisa berbahasa asing. Sehingga para 
wisatawan akan tertarik untuk membeli.

Seandainya mereka menjual mie instan dengan bahasa Lombok, kepada siapa akan 
mereka pasarkan? Tentu bukan kepada wisatawan asing. Lalu berapa harga mie 
tersebut? 5.000? 10.000? Mau pergi haji , Pak, Bu?

Jalan-jalan ke Lombok udah dulu, sekarang kembali ke Maluku.

Pemandangan alam Maluku sudah memiliki nilai jual. Tetapi, tidak mendatangkan 
keuntungan yang besar apalagi dipromosikan dengan bahasa daerah karena segmen 
pasarnya sangat kecil, yakni warga lokal saja. Sementara persaingan pasar 
global semakin kompetitif. Pertarungan dalam ring ini membutuhkan penguasaan 
bahasa Indonesia dan bahasa asing, bukan bahasa daerah.

Saya membayangkan program promosi wisata Maluku yang diusung oleh PKK Maluku 
itu menggunakan bahasa daerah tanpa menggunakan teks terjemahan. Jangankan 
termotivasi untuk datang ke Maluku, nonton videonya saja orang lain sudah tidak 
sanggup. Ado mama sayang e, bahasa kok ga ada spasinya.

Anda juga tidak mungkin menarik perhatian wisatawan asing dengan bilang: 
Sekarang sumber air su dekat, Beta seng ambil air jauh lagi. Hahaha.

Selain tidak menghasilkan keuntungan ekonomi, bahasa daerah juga tidak bisa 
digunakan untuk melamar pekerjaan.

Salah satu syarat menunjang untuk mendapatkan pekerjaan adalah penguasaan 
bahasa asing, bukan penguasaan bahasa daerah. Hampir semua perusahaan, tidak 
hanya perusahaan asing, kini banyak perusahaan nasional yang ternyata juga 
menerapkan persyaratan satu ini. Bahkan pada level pemerintah daerah; Anda 
pelamar yang dipertimbangkan kalau menguasai bahasa asing. Padahal warga yang 
akan Anda layani adalah warga lokal.

Kita juga tidak bisa menggunakan bahasa daerah untuk berkompetisi di ranah 
pendidikan. Bahkan cengkeraman hegemoni linguistik asing paling powerful justru 
terletak di ranah ini.

Tidak ada satu pun beasiswa atau kampus di Indonesia yang menjadikan penguasaan 
bahasa daerah menjadi syarat diterima. Universitas Pattimura Ambon sekalipun 
tidak menggunakan bahasa daerah Maluku sebagai syarat penerimaan mahasiswa. 
Atau syarat mendapatkan beasiswa daerah Maluku harus menguasai bahasa daerah. 
Penguasaan bahasa asing pada ranah pendidikan ini menjadi syarat wajib mutlak 
perlu.

Anda jangan salah paham. Saya tidak bermaksud untuk mendiskreditkan bahasa 
daerah. Melainkan pada waktu dan ruang tertentu, harus kita akui, bahasa daerah 
tidak kompetitif. Apalagi sampai mau menghegemoni dunia. Itu mimpi yang utopis.

Jadi, punahnya bahasa daerah di Maluku menjadi pertanda baik. Sebab bisa jadi 
generasi muda Maluku saat ini sedang mempersiapkan diri dalam kompetisi di 
ranah lokal, nasional, dan global. Maka, bahasa daerah tidak menjadi prioritas 
belajar linguistik Nyong-Nona Maluku.

Bahasa daerah hanya dijadikan penunjang percakapan dalam keluarga dan 
masyarakat. Sembari melanggengkan identitasnya sebagai putra-putri daerah 
Maluku. Tidak lebih dari itu.

Pada sisi lain, semakin banyak bahasa daerah yang punah, maka sisi positif 
terhadap bahasa Indonesia dan bahasa asing semakin baik. Karena penutur kedua 
bahasa tersebut akan bertambah.

Kepunahan bahasa daerah lainnya di Maluku segera menyusul. Sebab saya mendengar 
percakapan anak-anak generasi milenial yang sedang asyik memungut bulir-bulir 
cengkeh, salah satu dari mereka berkata: At least keranjang kita udah mau 
penuh, which is sebentar lagi kita going home.

La Sugi research fellow pada Mata Garuda Institute

(mmu/mmu)
bahasa daerah
pariwisata
maluku








Kirim email ke